Kamis, 06 Februari 2014

KEJUJURAN

JUM'AT, 7 FEBRUARI 2014
Esai : Almin Hatta

Hari itu usia Micth genap 40 tahun. Kata sebagian orang, di umur itu karir seorang sedang dalam kondisi puncak. Tapi, di umur yang sama, kejantanan seorang pria diperhitungkan tak lagi mendaki ke atas, dan bahkan diyakini cenderung menurun ke bawah.
            Kebetulan, persis di ultah ke 40 itu, karir Micth sedang melesat. Lalu, bagaimana dengan seksualitasnya ? Micth yakin masih joss. Tapi isterinya yang jelita menuntut pembuktian. Maka, hari itu disepakati kedua anak mereka diungsikan ke rumah sang nenek. “Malam ini rumah ini cuma milik kita berdua,” ujar sang isteri sembari menebar senyum menggoda.
            Tapi, cuma sesaat Micth sudah mencapai klimaks. Isterinya pun kecewa berat. “Maaf, aku kelewat bersemangat. Sekarang kau sembunyi dimana saja. Sepuluh menit lagi aku mencarimu untuk membuktikannya,” kata Micth sembari membusungkan dada.
            Agar terlihat lebih jantan, Micth pun berdandan. Tapi apapun yang dipakainya selalu mengecewakan. Ia akhirnya menemukan topi koboi milik Curly, sahabatnya yang sudah lama meninggal dunia. Mitch pun mengenakannya, namun ada yang mengganjal di dalamnya. Ternyata isinya sebuah peta lama tentang letak penyimpanan batangan emas yang tak terhitung banyaknya.
            Singkat cerita, Micth rela melepaskan jabatan direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Bersama seorang adik lelakinya, serta Phil rekan sekerjanya, ia kemudian memburu tumpukan harta.
            Repotnya, tak cuma mereka yang melakukan perburuan. Ada sejumlah orang lainnya, termasuk Duke yang tak lain dari saudara kembar Curly. Maka persaingan pun tak terelakkan, dan bahkan sampai terjadi baku hantam.
            Sialnya, yang kemudian mereka temukan ternyata cuma tumpukan batangan timah bersapuh emas. Micth pun terduduk lemas.
            Beberapa hari kemudian, Duke datang menemuinya sambil menunjukkan potongan peta yang sebelumnya hilang entah kemana. Tapi, “Sudahlah, aku tak lagi percaya,” kata Micth dengan wajah kecewa.
            Duke lalu tersenyum, sembari meletakkan sebatang emas diatas meja. Micth pun terpana. “Kau…” Ia tak mampu melanjutkan kalimatnya. Namun Duke mafhum maksudnya.
            “Ya, aku telah menemukannya,” ujarnya.
            “Tapi, kenapa kau memperlihatkannya ?” balas Micth dengan nada lebih tak percaya.
            Duke kembali senyum menggoda. Lalu,”Micth selama ini kita memang saling berlomba untuk mendapatkannya. Tapi, selama itu pula kau telah menunjukkan kejujuran dalam berlaga. Kau telah menunjukkan peta utamanya, sedangkan aku cuma memiliki sepotong sambungannya. Karena itu harta ini milik kita bersama. Jadi intinya, ini cuma soal kejujuran saja,” katanya.
            Cerita diatas adalah ringkasan film yang kutonton Minggu malam kemarin, sepulang kerja. Entah apa judulnya, entah siapa pula para pemainnya. Tapi, yang penting, apakah ada hubungannya dengan pilkada ?
            Boleh jadi tak ada sangkut pautnya. Hanya saja, aku melihat ada benang merah yang sangat kentara. Film itu berisi perlombaan sejumlah orang untuk meraih sebuah tujuan yang sama. Mereka yang berlomba sempat saling sikut, saling hantam. Tapi, pada akhirnya ditutup dengan penegasan tentang pentingnya sebuah kejujuran.
            Nah, kukira, dalam pilkada ini sama saja. Silakan raih kemenangan dengan berbagai cara. Tapi, pada akhirnya, rakyat menghendaki kejujuran, siapapun pemenangnya. Baik kejujuran dalam pertarungan, terlebih lagi kejujuran dalam kepemimpinan setelah nanti terpilih menjadi gubernur, bupati, atau walikota.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jembatan Kayu Ulin MTsN 3 HSS Rabu Pagi

 Jumat, 29 November 2024 Jembatan kayu ulin Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa Angkinang S...