Jumat, 14 Februari 2014

SIRAH DARAH DI WAJAH SEJARAH

JUM'AT, 14 FEBRUARI 2014


Oleh : Burhanuddin Soebely



Di Kandangan, memasuki minggu ketiga Agustus 1945 suasana terlihat lain dari biasa. Pejabat pemerintahan Jepang menampakkan wajah yang keruh seperti orang menyimpan rasa prihatin. Beberapa kantor pemerintahan terlihat lengang. Saikeirei (sikap penghormatan/membungkuk ke arah Tokyo) tak terurusi. Kelompok Seinendan, Konan Hokoku Dan, Bo Ei Tai Sin Tai, tidak lagi dikumpulkan. Suplai bahan berita dari Kantor Berita Domei untuk Borneo Shimboen edisi Kandangan telah terhenti sejak tanggal 13 Agustus.

Kelainan suasana itu membuat tokoh-tokoh pergerakan dan redaktur Borneo Shimboen diliputi tanda tanya, utamanya tentang perkembangan terakhir Perang Pasifik. Maka Zafri Zamzam, Haji Muhammad Arsyad dan Hamli Carang berinisiatif untuk menghadap Ken Kanrikan (Bupati) Kanda. Penguasa tertinggi Jepang di Kandangan itu sambil terisak mengatakan bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Kanda memberi wanti-wanti agar berita tersebut off the record alias jangan disiarkan.

Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Perang Pasifik berakhir. Tapi apa yang terjadi di tanah air.

Para tokoh pergerakan makin penasaran. Untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut mereka pun menempuh berbagai jalan. Akhirnya melalui sebuah radio gelap (radio yang didengarkan secara sembunyi-sembunyi sebab radio rakyat dilak oleh Jepang) milik Comis A. Kusasi di kampung Pandai diketahuilah bahwa Indonesia telah merdeka. Teks Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disiarkan berulang-ulang lewat pemancar di Jakarta berhasil dicatat dengan lengkap.

Dengan meniadakan keganasan Kempeitai (Polisi Militer Jepang), menyampingkan berhiasnya tubuh oleh terjangan peluru karaben, atau penggalnya leher akibat kelebatan pedang samurai, tim redaksi Borneo Shimboen edisi Kandangan sepakat untuk basaung nasib bataruh panyawaan: BERITA TENTANG KEMERDEKAAN INDONESIA HARUS DISEBARLUASKAN!

            Maka pada edisi tanggal 20 Agustus 1945, halaman pertama Borneo Shimboen edisi Kandangan memuat Teks Proklamasi Kemerdekaan RI dan Teks Pembukaan UUD 1945.

Kandangan   menjadi geger. Di rumah-rumah, di warung-warung dan di jalan-jalan pernyataan kemerdekaan menjadi pembicaraan hangat. Hari-hari selanjutnya  merupakan hari-hari yang tenang sekaligus menggelisahkan. Tenang, karena tidak terdapat insiden apa-apa. Sepanjang tidak mengganggu keberadaan tentara Jepang, kegiatan para pemuda dan tokoh pergerakan tidak mendapat halangan. Tidak heran kalau bendera Merah Putih berkibaran dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sering berkuman-dang. Bahkan di depan Kantor Kenkanrikan di Kota Kandangan (sekarang Pendopo Kabupaten Hulu Sungai  Selatan) Hamli  Carang mendirikan sebuah tugu kemerdekaan berbentuk lilin menyala. Tugu tersebut kemudian dihancurkan oleh tentara NICA.

Di desa-desa penduduk juga turut bergembira menyambut kemerdekaan itu. Bendera-bendera Merah Putih kecil, baik terbuat dari kain maupun kertas minyak tampak di depan rumah. Jika tak punya bendera, penduduk dengan berbagai cara menggambar bendera Merah Putih di dinding depan  rumah.

            Namun hari-hari tersebut juga menggelisahkan, terutama bagi para tokoh perge-rakan. Kemerdekaan telah diproklamasikan, tapi setelah itu bagaimana? Teks proklamasi menyebutkan bahwa pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Itu berarti bahwa pemindahan kekuasaan akan berlangsung dengan teratur dan lancar. Karena itulah tokoh-tokoh pergerakan di Kandangan bersikap menunggu, tidak me-manfaatkan sepenuhnya kesempatan yang disodorkan keadaan.

            Di samping itu keberadaan Jepang tetaplah angker. Mereka terikat tanggung jawab kepada Sekutu untuk menjaga keamanan dan ketertiban sampai tentara Sekutu mengambil alih. Mereka memang memberikan banyak kebebasan kepada para tokoh pergerakan dan penduduk, namun mereka juga tak memberikan jalan bagaimana seyogyanya pemindahan kekuasaan itu. Mereka tahu benar jika soal itu terangkat ke permukaan, bentrokan kemungkinan besar akan terjadi sebagaimana yang ber-langsung di Jawa. Karena itulah mereka mengambil siasat “ membuka banyak pintu tetapi mengunci rapat pintu ke ruang utama .“

            Sikap Jepang yang “bersahabat“ dan sikap para tokoh pergerakan yang  “menunggu“ menyebabkan tidak munculnya usaha-usaha untuk merebut senjata Jepang atau untuk mengambil alih kekuasaan dan membentuk aparat pemerintahan. Orang-orang bekas Seinendan, Konan Hokoko Dan serta Bo Ei Tai Sen Tai, yang pernah mendapat sedikit latihan militer, dengan senang kembali ke rumah dan menikmati hidup keseharian tanpa disiplin militer.

Dalam upaya penanganan masalah-masalah pasca perang, di Asia Selatan Sekutu membentuk South East Asian Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Muda Lord Louis Mountbatten. SEAC bermarkas di Singapura. Luasnya wilayah yang harus ditangani membuat SEAC membentuk beberapa subkomando. Khusus untuk Indonesia dibentuk Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).


Pasukan AFNEI yang masuk ke Kalimantan Selatan adalah tentara Australia pimpinan Kolonel Rabson. Pasukan berkeku-atan 250 orang ini mendarat di Banjar-masin melalui Lapangan Udara Ulin, pada tanggal 17 September 1945. Di samping tentara Australia ikut pula tentara NICA sekitar 150 orang, dipimpin oleh Mayor A. L. van Assenderp. Sesampai di Banjarmasin pasukan tersebut menempati Grand Hotel (sekarang Wisma Banjar). Setelah terjadi upacara serah terima kekuasaan dari Jepang kepada mereka, dalam waktu singkat pasukan disebar ke Kandangan, Barabai dan Puruk Cahu.

Di hari permulaan kedatangan tentara Australia dan NICA, kalangan pergerakan di Kandangan menggelar satu manuver bermakna ganda. Secara rahasia dibentuklah Panitia Pasar Malam Kemerdekaan. Ketuanya H. M. Syukeri alias Haji Sunu, sekretarisnya Abdul Jabar.

                        Pasar malam pada dasarnya cumalah merupakan sarana untuk mengumpul massa. Titik tuju sebenarnya adalah :

a.       memaklumkan kepada tentara Australia dan NICA bahwa mereka sekarang berada dalam wilayah Republik Indonesia, wilayah negara yang merdeka dan berdaulat, kendati pun belum terdapat adanya pemerintahan resmi.

b.      mengingatkan dan membangunkan kesadaran masyarakat bawa mereka merupakan warga dari sebuah negara yang telah lepas dari belenggu penjajahan.

            Tujuan ganda tersebut merupakan upaya antisipasi terhadap perkembangan keadaan yang terasa kian tidak menentu. Di satu sisi, belum diketahui secara jelas maksud kedatangan dari tentara penakluk Jepang itu, seberapa lama mereka bakal bercokol, dan tindakan macam apa yang akan mereka lakukan terhadap kegiatan masyarakat. Di sisi lain, belum terlihat tanda-tanda pemerintah RI untuk merealisasikan tindak lanjut dari pernyataan kemerdekaan tersebut di wilayah Kalimantan Selatan umumnya dan khususnya di Kandangan sebagai pusat pemerintahan Hulu Sungai.

            Pasar Malam Kemerdekaan itu, rencananya akan berlangsung selama seminggu dengan mengambil tempat di alun-alun (sekarang kompleks Taman Darmansyah Zauhidhie, depan Kantor KODIM HSS).

 Waktu itu sudah sekitar pukul 22.00 waktu setempat.

            Kumandang suara H. A. Basuni menimbulkan gaung tersendiri di hati pengunjung. Begitu Pembukaan UUD 1945 selesai dibacakan, dijelaskanlah secara singkat arti dari proklamasi kemerdekaan. Rakyat menyambut semua itu dengan sorak-sorai yang gegap-gempita, sementara Zafri Zamzam berkeliling alun-alun sambil mengibar-ngibarkan bendera Merah Putih.

                        Kumandang suara H. A. Basuni ternyata juga menimbulkan reaksi tersendiri pada tentara Australia, uta-manya tentara NICA. Tanpa diduga serentetan bunyi tem-bakan senapan bergema. Pasukan tentara bersenjata senapan, pistol dan gada kayu menyerbu, membubarkan rakyat. Bentrokan nyaris terjadi. pertimbangan terhadap faktor persenjataan dan untuk menghindari korban sia-sia, panitia pasar malam menganjurkan rakyat untuk bubar. Tentara Australia dan NICA dengan cepat menggiring rakyat meninggalkan alun-alun. Sesekali terdengar lagi bunyi tembakan, terutama di daerah Simpang Lima dan di depan Pasanggerahan (sekarang gedung DPRD Dati II HSS). 5

                        Pasar Malam kemerdekaan tak bisa lagi dilang-sungkan. Senjata telah bicara. Peluru pertama tentara Australia dan NICA telah meletus di Kandangan. Suasana yang dalam sebulan terakhir terbilang tenang perlahan tapi pasti mulai diletiki bara.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...