Oleh : Burhanuddin Soebely
Di Kandangan, memasuki minggu ketiga
Agustus 1945 suasana terlihat lain dari biasa. Pejabat pemerintahan Jepang
menampakkan wajah yang keruh seperti orang menyimpan rasa prihatin. Beberapa
kantor pemerintahan terlihat lengang. Saikeirei
(sikap penghormatan/membungkuk ke arah Tokyo)
tak terurusi. Kelompok Seinendan, Konan
Hokoku Dan, Bo Ei Tai Sin Tai, tidak lagi dikumpulkan. Suplai bahan berita
dari Kantor Berita Domei untuk Borneo Shimboen edisi Kandangan telah
terhenti sejak tanggal 13 Agustus.
Kelainan
suasana itu membuat tokoh-tokoh pergerakan dan redaktur Borneo Shimboen diliputi tanda tanya, utamanya tentang perkembangan
terakhir Perang Pasifik. Maka Zafri Zamzam, Haji Muhammad Arsyad dan Hamli
Carang berinisiatif untuk menghadap Ken
Kanrikan (Bupati) Kanda. Penguasa tertinggi Jepang di Kandangan itu sambil
terisak mengatakan bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15
Agustus 1945. Kanda memberi wanti-wanti agar berita tersebut off the record alias jangan disiarkan.
Jepang
telah menyerah kepada Sekutu. Perang Pasifik berakhir. Tapi apa yang terjadi di
tanah air.
Para tokoh pergerakan makin penasaran. Untuk mengetahui
perkembangan lebih lanjut mereka pun menempuh berbagai jalan. Akhirnya melalui
sebuah radio gelap (radio yang didengarkan secara sembunyi-sembunyi sebab radio
rakyat dilak oleh Jepang) milik Comis
A. Kusasi di kampung Pandai diketahuilah bahwa Indonesia telah merdeka. Teks
Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disiarkan
berulang-ulang lewat pemancar di Jakarta
berhasil dicatat dengan lengkap.
Dengan
meniadakan keganasan Kempeitai
(Polisi Militer Jepang), menyampingkan berhiasnya tubuh oleh terjangan peluru
karaben, atau penggalnya leher akibat kelebatan pedang samurai, tim redaksi Borneo
Shimboen edisi Kandangan sepakat untuk basaung
nasib bataruh panyawaan: BERITA TENTANG KEMERDEKAAN INDONESIA HARUS
DISEBARLUASKAN!
Maka
pada edisi tanggal 20 Agustus 1945, halaman pertama Borneo Shimboen edisi Kandangan memuat Teks Proklamasi Kemerdekaan RI
dan Teks Pembukaan UUD 1945.
Kandangan menjadi geger. Di rumah-rumah, di
warung-warung dan di jalan-jalan pernyataan kemerdekaan menjadi pembicaraan
hangat. Hari-hari selanjutnya merupakan
hari-hari yang tenang sekaligus menggelisahkan. Tenang, karena tidak terdapat
insiden apa-apa. Sepanjang tidak mengganggu keberadaan tentara Jepang, kegiatan
para pemuda dan tokoh pergerakan tidak mendapat halangan. Tidak heran kalau
bendera Merah Putih berkibaran dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sering
berkuman-dang. Bahkan di depan Kantor
Kenkanrikan di Kota Kandangan (sekarang Pendopo Kabupaten Hulu Sungai Selatan) Hamli Carang mendirikan sebuah tugu kemerdekaan
berbentuk lilin menyala. Tugu tersebut kemudian dihancurkan oleh tentara NICA.
Di desa-desa
penduduk juga turut bergembira menyambut kemerdekaan itu. Bendera-bendera Merah
Putih kecil, baik terbuat dari kain maupun kertas minyak tampak di depan rumah.
Jika tak punya bendera, penduduk dengan berbagai cara menggambar bendera Merah
Putih di dinding depan rumah.
Namun hari-hari tersebut juga
menggelisahkan, terutama bagi para tokoh perge-rakan. Kemerdekaan telah
diproklamasikan, tapi setelah itu bagaimana? Teks proklamasi menyebutkan bahwa
pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Itu berarti bahwa pemindahan kekuasaan
akan berlangsung dengan teratur dan lancar. Karena itulah tokoh-tokoh
pergerakan di Kandangan bersikap menunggu, tidak me-manfaatkan sepenuhnya kesempatan
yang disodorkan keadaan.
Di samping itu keberadaan Jepang tetaplah angker. Mereka
terikat tanggung jawab kepada Sekutu untuk menjaga keamanan dan ketertiban
sampai tentara Sekutu mengambil alih. Mereka memang memberikan banyak kebebasan
kepada para tokoh pergerakan dan penduduk, namun mereka juga tak memberikan
jalan bagaimana seyogyanya pemindahan kekuasaan itu. Mereka tahu benar jika
soal itu terangkat ke permukaan, bentrokan kemungkinan besar akan terjadi
sebagaimana yang ber-langsung di Jawa. Karena itulah mereka mengambil siasat “
membuka banyak pintu tetapi mengunci rapat pintu ke ruang utama .“
Sikap Jepang yang “bersahabat“ dan
sikap para tokoh pergerakan yang
“menunggu“ menyebabkan tidak munculnya usaha-usaha untuk merebut senjata
Jepang atau untuk mengambil alih
kekuasaan dan membentuk aparat pemerintahan. Orang-orang bekas Seinendan, Konan Hokoko Dan serta Bo Ei Tai Sen Tai, yang pernah mendapat
sedikit latihan militer, dengan senang kembali ke rumah dan menikmati hidup
keseharian tanpa disiplin militer.
Dalam upaya penanganan masalah-masalah pasca perang, di Asia Selatan Sekutu membentuk South East Asian Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Muda Lord Louis Mountbatten. SEAC bermarkas di Singapura. Luasnya wilayah yang harus ditangani membuat SEAC membentuk beberapa subkomando. Khusus untuk Indonesia dibentuk Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).
Pasukan AFNEI yang masuk ke
Kalimantan Selatan adalah tentara Australia pimpinan Kolonel Rabson.
Pasukan berkeku-atan 250 orang ini mendarat di Banjar-masin melalui Lapangan
Udara Ulin, pada tanggal 17 September 1945. Di samping tentara Australia
ikut pula tentara NICA sekitar 150 orang, dipimpin oleh Mayor A. L. van
Assenderp. Sesampai di Banjarmasin pasukan tersebut menempati Grand Hotel (sekarang Wisma Banjar).
Setelah terjadi upacara serah terima kekuasaan dari Jepang kepada mereka, dalam
waktu singkat pasukan disebar ke Kandangan, Barabai dan Puruk Cahu.
Di hari permulaan kedatangan
tentara Australia
dan NICA, kalangan pergerakan di Kandangan menggelar satu manuver bermakna ganda. Secara rahasia dibentuklah Panitia Pasar
Malam Kemerdekaan. Ketuanya H. M. Syukeri alias Haji Sunu, sekretarisnya Abdul
Jabar.
Pasar
malam pada dasarnya cumalah merupakan sarana untuk mengumpul massa. Titik tuju sebenarnya adalah :
a.
memaklumkan kepada tentara Australia
dan NICA bahwa mereka sekarang berada dalam wilayah Republik Indonesia, wilayah negara yang
merdeka dan berdaulat, kendati pun belum terdapat adanya pemerintahan resmi.
b.
mengingatkan dan membangunkan kesadaran masyarakat bawa
mereka merupakan warga dari sebuah negara yang telah lepas dari belenggu
penjajahan.
Tujuan
ganda tersebut merupakan upaya antisipasi terhadap perkembangan keadaan yang
terasa kian tidak menentu. Di satu sisi, belum diketahui secara jelas maksud
kedatangan dari tentara penakluk Jepang itu, seberapa lama mereka bakal
bercokol, dan tindakan macam apa yang akan mereka lakukan terhadap kegiatan
masyarakat. Di sisi lain, belum terlihat tanda-tanda pemerintah RI untuk merealisasikan
tindak lanjut dari pernyataan kemerdekaan tersebut di wilayah Kalimantan
Selatan umumnya dan khususnya di Kandangan sebagai pusat pemerintahan Hulu
Sungai.
Pasar
Malam Kemerdekaan itu, rencananya akan berlangsung selama seminggu dengan
mengambil tempat di alun-alun (sekarang kompleks Taman Darmansyah Zauhidhie,
depan Kantor KODIM HSS).
Waktu itu
sudah sekitar pukul 22.00 waktu setempat.
Kumandang
suara H. A. Basuni menimbulkan gaung tersendiri di hati pengunjung. Begitu
Pembukaan UUD 1945 selesai dibacakan, dijelaskanlah secara singkat arti dari
proklamasi kemerdekaan. Rakyat menyambut semua itu dengan sorak-sorai yang
gegap-gempita, sementara Zafri Zamzam berkeliling alun-alun sambil
mengibar-ngibarkan bendera Merah Putih.
Kumandang
suara H. A. Basuni ternyata juga menimbulkan reaksi tersendiri pada tentara Australia,
uta-manya tentara NICA. Tanpa diduga serentetan bunyi tem-bakan senapan
bergema. Pasukan tentara bersenjata senapan, pistol dan gada kayu menyerbu,
membubarkan rakyat. Bentrokan nyaris terjadi. pertimbangan terhadap faktor
persenjataan dan untuk menghindari korban sia-sia, panitia pasar malam
menganjurkan rakyat untuk bubar. Tentara Australia dan NICA dengan cepat
menggiring rakyat meninggalkan alun-alun. Sesekali terdengar lagi bunyi
tembakan, terutama di daerah Simpang Lima dan di depan Pasanggerahan (sekarang
gedung DPRD Dati II HSS). 5
Pasar
Malam kemerdekaan tak bisa lagi dilang-sungkan. Senjata telah bicara. Peluru
pertama tentara Australia
dan NICA telah meletus di Kandangan. Suasana yang dalam sebulan terakhir
terbilang tenang perlahan tapi pasti mulai diletiki bara.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar