Tari Kanjar atau Kakanjaran adalah
kesenian rakyat asli dari Hulu Sungai Selatan (HSS). Tumbuh dan
berkembang di pedalaman pegunungan Meratus di Kecamatan Loksado. Tari
ini merupakan hiburan adat bagi suku Dayak yang menganut kepercayaan
Kaharingan peninggalan nenek moyang mereka. Setiap penghuni Balai sejak
kecil hingga dewasa terkecuali usia lanjut telah dibebani keahlian tari
Kakanjaran.
“ Tari Kakanjaran digelar pada
selamatan banih ringan dan banih barat. Banih ringan adalah padi yang
baru dipanen pada kelompok persawahan dengan curah hujan yang sedikit.
Banih ringan merupakan jenis padi yang bisa dengan cepat dipanen. Areal
ladang tempat menanam banih ringan biasanya tidak terlalu jauh dari
lokasi Balai. Tanah huma tugal berpindah ini biasanya dapat ditanami
padi lima tahun sekali atau lebih cepat lagi dan hasil panennya pun
tidak seberapa. Banih ringan yang sudah dipanen itu adalah untuk
persediaan cadangan jangka pendek oleh penduduk Balai,” tutur Aliman
Syahrani, Budayawan HSS.
Sedangkan banih barat, menurut
Aliman Syahrani adalah padi tunggal pada tanah pegunungan yang bisa
memakan waktu tujuh sampai sepuluh tahun sekali digarap untuk ditanami
padi. Pekerjaan tersebut memerlukan kerjasama dan tanggung jawab yang
besar bagi seluruh penduduk Balai. Hasil huma banih barat biasanya mampu
menjamin kebutuhan kelompok penghuni Balai hingga lima tahun bahkan
lebih. Huma tugal digarap setahun sekali oleh penduduk Balai, hanya
persawahan untuk menanam banih ringan saja yang cenderung
berpindah-pindah.
“ Seni Tari Kanjar atau Kakanjaran
ini bagi penduduk Balai bermakna gerak olah tari menahan kejahatan serta
membuka pintu kebahagiaan agar warga Balai sehat, gagah, berani, kuat
bekerja dan mendapat hasil yang melimpah. Tari Kakanjaran dilaksanakan
secara massal tua muda, seluruh penghuni Balai yang sebelumnya didahului
oleh tetuha adat atau Damang sebagai pembukaan,” ujar lelaki kelahiran
Datar Balimbing, Loksado, 30 Desember 1976 ini.
Gerak tari dan tangan dalam
kesibukan mengatasi segala untuk mencapai hasil anugerah Sang Dewata,
sebutan untuk Tuhan Yang Maha Esa bagi suku Dayak di Pegunungan Meratus.
Dikatakan oleh Aliman, tari ini
masih bisa dijumpai di sejumlah Balai di Kecamatan Loksado. Seperti di
Balai Papangkaan di Desa Muara Ulang. Balai Kukundu di Desa Urui. Balai
Padang dan Balai Bidukun di Desa Malinau. Serta di Balai Malaris di Desa
Loklahung.
“ Tarian ini termasuk ke dalam
jenis tari tradisi. Tari ini juga terdapat dalam upacara adat Aruh Ganal
atau Bawanang. Khusus dilakukan oleh kaum laki-laki. Tarian ini
menggambarkan sikap persatuan dan kegotong royongan masyarakat Dayak
Meratus,” pungkas Aliman Syahrani.
Kandangan, 11-03-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar