Esai : Almin Hatta
Tak
ada keunggulan suatu kelompok atas kelompok lainnya karena kekayaan dan jabatan
atau hubungan kekeluargaan. Semuanya harus berjalan sesuai hukum. (Ali bin Abi
Thalib).
Karena beberapa kebijakannya dinilai
menyimpang dari prinsip ajaran Islam, maka kekhalifahan Utsman bin Affan pun
digoyang kiri kanan tanpa berkesudahan. Sampai akhirnya ia ditemukan tewas
terbunuh di rumahnya di Madinah.
Sebagai penggantinya, naiklah Ali
bin Abi Thalib, menantu Rasulullah Muhammad SAW. Hari-hari terakhir menjelang
pengukuhan Ali sebagai khalifah keempat. Ini ternyata memunculkan ketegangan
sedemikian rupa. Kaum muslimin kala itu umumnya bertanya-tanya, bagaimana
gerangan sistem pemerintahan yang akan diterapkan oleh Ali. Samakah dengan
sistem pemerintahan Utsman yang kemudian berakhir dengan tumbangnya yang
bersangkutan.
Pada hari kedua kepemimpinannya Ali
pun berpidato di masjid Nabawi Madinah, “Saya menjamin atas apa yang saya
katakana dan bertanggung jawab untuk itu,” tandasnya, membuka pidatonya.
Jadi, Ali akan berbuat A jika telah
mengucapkan A. Artinya ia akan konsisten dan konsekuen dengan kebijakannya. Ia
tak akan plin-plan dan bertanggung jawab penuh atas segala hasilnya.
Dalam kesempatan itu Ali secara
tegas mengecam jalan kebatilan yang telah dipilih orang-orang sebelumnya, dan
mengingatkan agar segenap kaum muslimin jangan sampai mengikuti sistem bathil
tersebut.
Selanjutnya sebagaimana diuraikan
Muhammad Muhammadi dalam buku Dasthan Hai Nahjul Balaghah, dalam pidato panjang
itu Ali membagi masyarakat dalam tiga golongan.
Pertama, orang-orang yang bersegera
menerima kebenaran. “Mereka inilah orang-orang yang selamat,” ujarnya.
Kedua, orang-orang yang berlambat
menerima kebenaran. Mereka masih memiliki secercah harapan untuk selamat.
Ketiga, orang-orang yang
meninggalkan jalur kebenaran. Mereka inilah yang akan jatuh ke dalam jurang.
“Di kanan kiri terdapat jalur-jalur
yang menyesatkan. Hanya jalur tengahlah yang merupakan jalan kebenaran,”
tegasnya.
Ali juga mengingatkan bahwa tak ada
keunggulan suatu kelompok atas kelompok lainnya karena kekayaan dan jabatan
atau hubungan kekeluargaan,” Semuanya harus berjalan sesuai hukum,” tegas Ali.
Apa yang dikatakan Ali di atas jelas
mengingatkan kepada apa yang kerap berlaku pada sepak terjang sejumlah pemimpin
di zaman sekarang. Sudah jelas bahwa jalan tengahlah yang lempang, masih saja
memilih jalan kelewat ke kiri atau terlalu ke kanan, sehingga tanpa terasa menyerempet orang-orang yang
berlalu lalang. Bahkan tak jarang justru berbelok di tikungan, yang jelas-jelas
sangat rawan terjadi tabrakan.
Sudah jelas bahwa pelaksanaan
kepemimpinan itu ada aturannya, masih saja ada pemimpin yang nekad melanggarnya
lantaran pengasuh arogansi kekuasaan atau demi mendahulukan kepentingan sanak
keluarga dengan mengabaikan kemaslahatan rakyat jelata.
Salahnya, jabatan kerap ditafsirkan
sebagai kekuasaan. Karenanya kepemimpinan yang diterapkan pun tak menghiraukan
kepentingan banyak orang di kiri kanan depan dan belakang. Padahal, di atas
sang pejabat ada rakyat banyak selaku pemberi mandat, yang memiliki kekuasaan
teramat hebat. Dan mandat itu bisa mereka raih kapan saja jika kekecewaan sudah
kelewat menyesakkan dada. Di atas rakyat, ada lagi Tuhan Yang Maha Perkasa,
yang setiap saat bisa memutarbalikkan nasib siapa saja : yang tadinya di atas
bisa dengan gampang disungkurkannya ke strata paling bawah.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar