Kepiawaiannya dalam menulis dapat dilihat dari banyaknya karya yang
telah diterbitkan, puluhan judul buku ditambah dengan beberapa cerpen
yang dimuat di beberapa majalah anak dan puisi-puisi yang ikut menghiasi
buku antologi puisi bersama penyair Kalimantan Selatan.
Iwan Yusi, S.Pd adalah guru Bahasa Indonesia di SMKN 1 Kandangan. Ia sudah menulis sejak duduk dibangku SMP. Menulis merupakan bagian dari kebtuhan hidupnya.
" Tulisan pertama saya berupa puisi," ujar ayah dari Amelia Astuti, Muhammad Ryan Firdaus, dan Muhammad Abrar ini.
Iwan Yusi menamatkan sarjana pendidikannya di Universitas Terbuka. Sejak di SMP ia sudah berani mengirimkan puisinya ke kolom Dahaga SKH Banjarmasin Post. Ketika SMA ia telah membukukan berbagai tulisannya di koran yang sama dalam bentuk esai.
Melalui majalah dinding di sekolah Iwan Yusi membina siswanya dalam bidang tulis-menulis. Suami Normiyati ini juga turut berpartisipasi dalam menyusun silabus dan modul mata pelajaran muatan lokal yang dikoordinir oleh Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan.
Dari pengalamannya mengikuti lomba-lomba menulis, Iwan mungkin pantas dijuluki spesialis lomba menulis. Dilihat dari hasil karya yang diperolehnya, pria yang lahir pada tanggal 2 Desember 1960 ini boleh berbangga hati. Dari 11 kali keikutsertaannya dalam sayembara penulisan Naskah Buku Bacaan yang diadakan Pusat Perbukuan, 6 kali naskahnya berhasil menjadi juara I tingkat nasional. Salah satu bukunya, Mungkur Kambing pernah terpilih menjadi Duta Indonesia pada Sayembara Naskah Buku Tingkat Internasional yang diselenggarakan UNESCO pada tahun 1998. Pada tahun yang sama bukunya yang berjudul Kabut Murung Kayu mendapat penghargaan Adikarya IKAPI.
Pengalamannya mengikuti lomba membuat Iwan sering ditunjuk menjadi juri pada lomba-lomba penulisan di Kabupaten HSS, maupun Kalimantan Selatan.
Kecintaannya pada karya sastra ditularkan kepada orang-orang disekelilingnya, terutama anak didiknya. Hal ini dilakukan melalui berbagai lomba di sekolah, baik resensi buku berhadiah maupun lomba menulis cerpen. Dalam satu semester dia mengharuskan siswanya menuntaskan sejumlah judul buku untuk dibaca.
" Saya menyukai karya sastra karena melalui karya sastra saya dapat memberikan sumbangan pada sektor pendidikan dan nilai-nilai moral sekaligus sebagai sarana rekreatif," katanya.
Bukunya yang berjudul Mungkur Kambing dan Kabut Murung Kayu yang bercerita tentang lingkungan akan difilmkan sehingga dapat ditonton oleh masyarakat. Melalui film itu masyarakat dapat melihat keadaan lingkungan hidup saat ini.
" Tunjukkan aktivitas membaca anda kepada anak didik sebagai modal. Rajinlah berlatih menulis, ikutilah sayembara-sayembara. Dengan berkarya tulis anda tidak saja mudah mengajar di kelas tetapi juga mudah mendidik anak bangsa dimanapun di tanah air tercinta ini," pesannya kepada insan pendidik***
Iwan Yusi, S.Pd adalah guru Bahasa Indonesia di SMKN 1 Kandangan. Ia sudah menulis sejak duduk dibangku SMP. Menulis merupakan bagian dari kebtuhan hidupnya.
" Tulisan pertama saya berupa puisi," ujar ayah dari Amelia Astuti, Muhammad Ryan Firdaus, dan Muhammad Abrar ini.
Iwan Yusi menamatkan sarjana pendidikannya di Universitas Terbuka. Sejak di SMP ia sudah berani mengirimkan puisinya ke kolom Dahaga SKH Banjarmasin Post. Ketika SMA ia telah membukukan berbagai tulisannya di koran yang sama dalam bentuk esai.
Melalui majalah dinding di sekolah Iwan Yusi membina siswanya dalam bidang tulis-menulis. Suami Normiyati ini juga turut berpartisipasi dalam menyusun silabus dan modul mata pelajaran muatan lokal yang dikoordinir oleh Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan.
Dari pengalamannya mengikuti lomba-lomba menulis, Iwan mungkin pantas dijuluki spesialis lomba menulis. Dilihat dari hasil karya yang diperolehnya, pria yang lahir pada tanggal 2 Desember 1960 ini boleh berbangga hati. Dari 11 kali keikutsertaannya dalam sayembara penulisan Naskah Buku Bacaan yang diadakan Pusat Perbukuan, 6 kali naskahnya berhasil menjadi juara I tingkat nasional. Salah satu bukunya, Mungkur Kambing pernah terpilih menjadi Duta Indonesia pada Sayembara Naskah Buku Tingkat Internasional yang diselenggarakan UNESCO pada tahun 1998. Pada tahun yang sama bukunya yang berjudul Kabut Murung Kayu mendapat penghargaan Adikarya IKAPI.
Pengalamannya mengikuti lomba membuat Iwan sering ditunjuk menjadi juri pada lomba-lomba penulisan di Kabupaten HSS, maupun Kalimantan Selatan.
Kecintaannya pada karya sastra ditularkan kepada orang-orang disekelilingnya, terutama anak didiknya. Hal ini dilakukan melalui berbagai lomba di sekolah, baik resensi buku berhadiah maupun lomba menulis cerpen. Dalam satu semester dia mengharuskan siswanya menuntaskan sejumlah judul buku untuk dibaca.
" Saya menyukai karya sastra karena melalui karya sastra saya dapat memberikan sumbangan pada sektor pendidikan dan nilai-nilai moral sekaligus sebagai sarana rekreatif," katanya.
Bukunya yang berjudul Mungkur Kambing dan Kabut Murung Kayu yang bercerita tentang lingkungan akan difilmkan sehingga dapat ditonton oleh masyarakat. Melalui film itu masyarakat dapat melihat keadaan lingkungan hidup saat ini.
" Tunjukkan aktivitas membaca anda kepada anak didik sebagai modal. Rajinlah berlatih menulis, ikutilah sayembara-sayembara. Dengan berkarya tulis anda tidak saja mudah mengajar di kelas tetapi juga mudah mendidik anak bangsa dimanapun di tanah air tercinta ini," pesannya kepada insan pendidik***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar