Minggu, 23 Desember 2018

Pamanar Pulau Kadap

Senin, 24 Desember 2018

Dua kakak beradik, Mita dan Nada. Orangtua mereka pengusaha yang jarang berada di rumah. Kurang memprihatinkan anak-anaknya. Nada, adik Mita sering merengek kepada Mita maupun Acil Inur, pembantunya soal ayah dan ibunya yang begitu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga lupa mengurus anak sendiri.

Suatu waktu Nada berada dalam kamar mandi sambil membaca buku dan memandangi foto kedua orangtuanya. Hal itu sebagai sebuah pelampiasan diri karena orangtuanya yang berada di rumah. Saat itu sudah larut malam. Di tengah kegelapan ia mengalami keanehan.

Sementara Acil Inur membangunkan Mita. “ Mana Nada ? ” tanya Acil Inur. Tentu saja mereka jadi panik. Karena di kamar tidur tidak ada Nada.

Tiba-tiba Nada merasakan wajahnya dingin seketika seperti ada yang meniup. Bahkan rambutnya tersibak. Saat ia menoleh, denyut jantungnya seolah terhenti. Gadis tersebut melihat sesosok makhluk yang sangat menyeramkan.

Makhluk itu tampak separuh badan saja karena bagian pinggang ke bawah tak terlihat. Makhluk itu seperti bertanduk dan telinganya panjang. Serta bagian tubuh lainnya agak memanjang dan besar.

Spontan saja Nada berteriak dan kebetulan Acil Inur dan Mita datang. Langsung saja Nada memeluk tubuh mereka. Saat itu juga makhluk aneh tersebut lenyap. Setelah kejadian itu Nada selalu tercekam ketakutan dan tak berani lagi tidur sendirian.

***

Dalam keseharian Nada kerap berteman dengan Adit, anak tetangga sebelah rumah yang berpenampilan culun.

Nada punya sifat jelek. Ia suka usil terhadap siapa saja. Tak terkecuali terhadap Mita, kakaknya. Saat tidur Mita disiram dengan air oleh Nada. Juga menakut-nakuti Mita dengan binatang yang menjijikkan seperti tikus, lipan, dsb.

Sementara Mita punya hubungan akrab dengan cowok tampan yang usianya sebaya, Bayu namanya. Mereka sering bertemu saat lari pagi di hari Minggu. Mita seringnya tidur melulu. Lebih duluan Nada yang bangun. Apalagi kalau hari Minggu. Mita masih asyik dengan selimutnya. Hujan lebat tentu selimutnya makin dirapatkan ke tubuhnya. Walau jarum jam dinding sudah menunjuk angka sembilan.

Dalam sebuah gudang tua tempat penyimpanan barang-barang bekas milik orangtua Nada. Penampakkan wujud seperti orang yang tak tahu diri. Tak mengenal lingkungan sekitar. Hanya diam yang bisa ditampilkan.

Segenap perasaan takut sudah menjadi santapan sehari-hari. Ketika gemuruh suara aneh dan gemerlap cahaya tak mampu menghalangi keingintahuan Mita, Nada, Adit, dan Bayu untuk menuntaskan misteri dibalik kejadian atau peristiwa yang selama ini terjadi.

Seorang dukun melakukan ritualnya. Kemenyan merebak ke segenap penjuru. Mantra-mantra terngiang menarik ditelinga menyeruak ke lingkungan sekitar. Walau gubuk tua tempat dukun itu beraksi berada di tengah belantara.

***
Sebagian orang yang pernah memasuki pulau yang bernama Pulau Kadap ini banyak ditemukan keanehan-keanehan. Seperti juga yang dialami Mita dan kawan-kawan.

Sebelum menebang pohon atau mengambil barang yang ada di pulau tersebut, harus didahului dengan upacara kecil untuk meminta izin kepada penguasa alam gaib setempat.

Kalau sudah melakoni prosesi itu, selain bisa mengambil kayu yang berkualitas, ternyata disana juga banyak terdapat emas peninggalan orang zaman dahulu. Bila di pulau itu terdapat pecahan tembikar – alat masak dari tanah – maka diatasnya dipastikan ada emasnya.

Ada yang dapat emas berbentuk gelang seberat 40 gram, cincin emas berbentuk burung merak, emas batangan ataupun benda antik lainnya.

Beberapa penebang pohon ada yang bukannya mendapatkan serbuk emas tapi malah emas yang sudah berbentuk perhiasan. Perhiasan orang zaman bahari.

***
Ada orang bilang kalau di Pulau Kadap jangankan untuk menebang pohon, masuk ke pulaunya saja tidak berani. Sebab resikonya mungkin tidak akan bisa keluar lagi dari pulau tersebut.

Siapa yang berani menebang pohon akan berurusan dengan kekuasaan gaib, kekuatan kasat mata.

***
Dia berangkat bersama empat orang lainnya. Setelah sampai dihutan yang sangat gelap itu, hati sempat ciut juga. Masuk hutan tanpa bekal yang cukup. Belum tentu bisa pulang.

Apalagi saat itu air sedang pasang naik. Jadi di dalam hutan tidak terdapat daratan. Hanya air dan pohon melulu.

Setelah mendayung setengah jam memasuki hutan. Mita dkk mencoba kembali melewati jalan semula untuk pulang.

Berikutnya terbukti memang mereka bukan keluar hutan, tapi malah kembali ke asal, di tengah hutan tersebut. Padahal logikanya masuk hutan arah utara, bila pulang arah selatan akan kembali ke luar hutan.

Begitu juga dengan percobaan kedua, ke arah utara. Kali ini dibarengi dengan membaca ayat-ayat, namun hasilnya tetap sama. Mereka tetap kembali ke dalam hutan, tempat pertama kali mereka berputar arah.

Juga terjadi saat mereka mencoba menggunakan arah barat dan timur. Mereka selalu kembali ke tengah hutan.

Maka, setelah beberapa menit menghentikan jukung di tengah hutan karena penat sekalian berpikir bagaimana cara keluar, mereka akhirnya sepakat berniat akan memberikan hadiah buat penunggu hutan Pulau Kadap.

Niatnya, tolong antarkan kami ke pinggir hutan dengan selamat tidak kurang satu jua pun, nanti kami akan memberi hadiah.

Sangat aneh, tidak jauh mendayung tiba-tiba sudah berada di luar hutan. Aneh tapi merupakan kenyataan.

Maka, terpaksalah beberapa hari setelah itu, mereka menyerahkan lamang, hintalu jaruk, kopi pahit, kopi manis, bubur habang, bubur putih untuk diletakkan di pinggir hutan Pulau Kadap. Sebenarnya Pulau Kadap bisa dimasuki oleh manusia, asal saja orang itu mempunyai bekal ilmu yang cukup dan mengetahui hal gaib.

Memang ada orang gaib yang ada di pulau itu. Selain orang gaib utuh (tercipta sudah menjadi orang gaib) ada juga orang gaib yang berasal dari manusia yang pindah alam ke alam gaib.

Tali haduk – tali yang terbuat dari sabut pohon aren – dapat digunakan sebagai penangkal dari pengaruh alam gaib. Caranya, sebelum masuk hutan, tali itu dililitkan ke pinggang. Dengan menggunakan tali haduk tersebut dianggap oleh orang gaib Pulau Kadap ada juriatnya. Makanya mereka tidak akan mengganggu.

Tapi begitulah cara yang dipakai oleh beberapa penebang kayu yang ada di pesisir hutan Pulau Kadap dan di pulau kecil yang ada di dekatnya.

Sehari sebelum penebangan, pada pohon yang akan ditebang ditancapkan sebuah kapak. Keesokan harinya apabila kapak itu masih tertancap, maka pohon itu boleh ditebang. Artinya sudah mendapat izin si penguasa hutan tersebut.

Tapi kalau kapaknya terjatuh, jangan sekali-kali menebanginya, sebab akan berakibat buruk. Resikonya akan mengalami kematian. Sebab di pohon itu masih ada penghuninya. Penghuni inilah yang melarang pohon ditebang dengan cara menjatuhkan kapak itu.

Bahan berupa kayu ulin untuk membangun masjid itu berasal dari tebangan kayu ulin yang ada di Pulau Kadap. Karena besarnya kayu tersebut, sisa penebangan kayu itu bisa dibuat sebuah masjid.

***
Selama berada di tengah hutan Mita Cs sempat menyaksikan sekelompok suku di pedalaman yang selalu bermukim secara berpindah-pindah dan sangat sulit ditemui. Selalu menghindari pertemuan dengan manusia yang hidup menetap.

Mereka memiliki kepekaan pendengaran yang sangat tajam, sehingga bunyi langkah kaki orang asing (bukan dari kelompok mereka) dapat mereka ketahui dari tempat yang teramat jauh. Gerakan tubuh mereka sangat gesit, dengan langkah kaki yang nyaris tak terdengar. (ahu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aktivitas Selama di Aceh

 Sabtu, 23 November 2024 Dari Diary Akhmad Husaini, Ahad (21/08/2022)  Semua akan abadi setelah diposting Dugal ke blog pribadi, tentu denga...