Dua kakak beradik, Mita dan Nada.
Orangtua mereka pengusaha yang jarang berada di rumah. Kurang memprihatinkan
anak-anaknya. Nada, adik Mita sering merengek kepada Mita maupun Acil Inur, pembantunya
soal ayah dan ibunya yang begitu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing
sehingga lupa mengurus anak sendiri.
Suatu waktu Nada berada dalam kamar
mandi sambil membaca buku dan memandangi foto kedua orangtuanya. Hal itu
sebagai sebuah pelampiasan diri karena orangtuanya yang berada di rumah. Saat
itu sudah larut malam. Di tengah kegelapan ia mengalami keanehan.
Sementara Acil Inur membangunkan Mita. “
Mana Nada ? ” tanya Acil Inur. Tentu saja mereka jadi panik. Karena di kamar
tidur tidak ada Nada.
Tiba-tiba Nada merasakan wajahnya dingin
seketika seperti ada yang meniup. Bahkan rambutnya tersibak. Saat ia menoleh,
denyut jantungnya seolah terhenti. Gadis tersebut melihat sesosok makhluk yang
sangat menyeramkan.
Makhluk itu tampak separuh badan saja
karena bagian pinggang ke bawah tak terlihat. Makhluk itu seperti bertanduk dan
telinganya panjang. Serta bagian tubuh lainnya agak memanjang dan besar.
Spontan saja Nada berteriak dan
kebetulan Acil Inur dan Mita datang. Langsung saja Nada memeluk tubuh mereka.
Saat itu juga makhluk aneh tersebut lenyap. Setelah kejadian itu Nada selalu
tercekam ketakutan dan tak berani lagi tidur sendirian.
***
Dalam keseharian Nada kerap berteman
dengan Adit, anak tetangga sebelah rumah yang berpenampilan culun.
Nada punya sifat jelek. Ia suka usil
terhadap siapa saja. Tak terkecuali terhadap Mita, kakaknya. Saat tidur Mita
disiram dengan air oleh Nada. Juga menakut-nakuti Mita dengan binatang yang
menjijikkan seperti tikus, lipan, dsb.
Sementara Mita punya hubungan akrab
dengan cowok tampan yang usianya sebaya, Bayu namanya. Mereka sering bertemu
saat lari pagi di hari Minggu. Mita seringnya tidur melulu. Lebih duluan Nada
yang bangun. Apalagi kalau hari Minggu. Mita masih asyik dengan selimutnya.
Hujan lebat tentu selimutnya makin dirapatkan ke tubuhnya. Walau jarum jam
dinding sudah menunjuk angka sembilan.
Dalam sebuah gudang tua tempat
penyimpanan barang-barang bekas milik orangtua Nada. Penampakkan wujud seperti
orang yang tak tahu diri. Tak mengenal lingkungan sekitar. Hanya diam yang bisa
ditampilkan.
Segenap perasaan takut sudah menjadi
santapan sehari-hari. Ketika gemuruh suara aneh dan gemerlap cahaya tak mampu
menghalangi keingintahuan Mita, Nada, Adit, dan Bayu untuk menuntaskan misteri
dibalik kejadian atau peristiwa yang selama ini terjadi.
Seorang dukun melakukan ritualnya.
Kemenyan merebak ke segenap penjuru. Mantra-mantra terngiang menarik ditelinga
menyeruak ke lingkungan sekitar. Walau gubuk tua tempat dukun itu beraksi
berada di tengah belantara.
***
Sebagian orang yang pernah memasuki
pulau yang bernama Pulau Kadap ini banyak ditemukan keanehan-keanehan. Seperti
juga yang dialami Mita dan kawan-kawan.
Sebelum menebang pohon atau mengambil
barang yang ada di pulau tersebut, harus didahului dengan upacara kecil untuk
meminta izin kepada penguasa alam gaib setempat.
Kalau sudah melakoni prosesi itu, selain
bisa mengambil kayu yang berkualitas, ternyata disana juga banyak terdapat emas
peninggalan orang zaman dahulu. Bila di pulau itu terdapat pecahan tembikar –
alat masak dari tanah – maka diatasnya dipastikan ada emasnya.
Ada yang dapat emas berbentuk gelang
seberat 40 gram, cincin emas berbentuk burung merak, emas batangan ataupun
benda antik lainnya.
Beberapa penebang pohon ada yang
bukannya mendapatkan serbuk emas tapi malah emas yang sudah berbentuk
perhiasan. Perhiasan orang zaman bahari.
***
Ada orang bilang kalau di Pulau Kadap
jangankan untuk menebang pohon, masuk ke pulaunya saja tidak berani. Sebab
resikonya mungkin tidak akan bisa keluar lagi dari pulau tersebut.
Siapa yang berani menebang pohon akan
berurusan dengan kekuasaan gaib, kekuatan kasat mata.
***
Dia berangkat bersama empat orang
lainnya. Setelah sampai dihutan yang sangat gelap itu, hati sempat ciut juga.
Masuk hutan tanpa bekal yang cukup. Belum tentu bisa pulang.
Apalagi saat itu air sedang pasang naik.
Jadi di dalam hutan tidak terdapat daratan. Hanya air dan pohon melulu.
Setelah mendayung setengah jam memasuki
hutan. Mita dkk mencoba kembali melewati jalan semula untuk pulang.
Berikutnya terbukti memang mereka bukan
keluar hutan, tapi malah kembali ke asal, di tengah hutan tersebut. Padahal
logikanya masuk hutan arah utara, bila pulang arah selatan akan kembali ke luar
hutan.
Begitu juga dengan percobaan kedua, ke
arah utara. Kali ini dibarengi dengan membaca ayat-ayat, namun hasilnya tetap
sama. Mereka tetap kembali ke dalam hutan, tempat pertama kali mereka berputar
arah.
Juga terjadi saat mereka mencoba
menggunakan arah barat dan timur. Mereka selalu kembali ke tengah hutan.
Maka, setelah beberapa menit
menghentikan jukung di tengah hutan
karena penat sekalian berpikir bagaimana cara keluar, mereka akhirnya sepakat
berniat akan memberikan hadiah buat penunggu hutan Pulau Kadap.
Niatnya, tolong antarkan kami ke pinggir
hutan dengan selamat tidak kurang satu jua pun, nanti kami akan memberi hadiah.
Sangat aneh, tidak jauh mendayung
tiba-tiba sudah berada di luar hutan. Aneh tapi merupakan kenyataan.
Maka, terpaksalah beberapa hari setelah
itu, mereka menyerahkan lamang, hintalu jaruk, kopi pahit, kopi manis, bubur habang, bubur putih untuk
diletakkan di pinggir hutan Pulau Kadap. Sebenarnya Pulau Kadap bisa dimasuki oleh
manusia, asal saja orang itu mempunyai bekal ilmu yang cukup dan mengetahui hal
gaib.
Memang ada orang gaib yang ada di pulau
itu. Selain orang gaib utuh (tercipta sudah menjadi orang gaib) ada juga orang
gaib yang berasal dari manusia yang pindah alam ke alam gaib.
Tali
haduk
– tali yang terbuat dari sabut pohon aren – dapat digunakan sebagai penangkal
dari pengaruh alam gaib. Caranya, sebelum masuk hutan, tali itu dililitkan ke
pinggang. Dengan menggunakan tali haduk tersebut dianggap oleh orang gaib Pulau
Kadap ada juriatnya. Makanya mereka tidak akan mengganggu.
Tapi begitulah cara yang dipakai oleh
beberapa penebang kayu yang ada di pesisir hutan Pulau Kadap dan di pulau kecil
yang ada di dekatnya.
Sehari sebelum penebangan, pada pohon
yang akan ditebang ditancapkan sebuah kapak. Keesokan harinya apabila kapak itu
masih tertancap, maka pohon itu boleh ditebang. Artinya sudah mendapat izin si
penguasa hutan tersebut.
Tapi kalau kapaknya terjatuh, jangan
sekali-kali menebanginya, sebab akan berakibat buruk. Resikonya akan mengalami
kematian. Sebab di pohon itu masih ada penghuninya. Penghuni inilah yang melarang
pohon ditebang dengan cara menjatuhkan kapak itu.
Bahan berupa kayu ulin untuk membangun
masjid itu berasal dari tebangan kayu ulin yang ada di Pulau Kadap. Karena
besarnya kayu tersebut, sisa penebangan kayu itu bisa dibuat sebuah masjid.
***
Selama berada di tengah hutan Mita Cs
sempat menyaksikan sekelompok suku di pedalaman yang selalu bermukim secara
berpindah-pindah dan sangat sulit ditemui. Selalu menghindari pertemuan dengan
manusia yang hidup menetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar