Makanya kalau melakukan sesuatu itu
haruslah berhati-hati. Sehingga tidak akan mengalami hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi nantinya. Seperti yang dialami oleh seorang nenek yang
tiba-tiba merasakan hawa panas yang menjalari tubuhnya.
Yang sangat mengagetkan ketika wajahnya
seketika berubah menjadi tak enak untuk dipandang. Baik oleh diri sendiri atau
orang lain. Selalu cemberut dan bermuka monyong. Juga mulutnya terasa bengkak
dan sulit untuk berbicara.
Hal ini tentu saja cukup membuat panik
pihak keluarganya yang tak menyangka akan terjadi hal yang seperti itu. Apalagi
hal tersebut berlangsung berhari-hari. Mereka khawatir akan berkepanjangan
kalau tidak segera diatasi. Namun syukurlah bisa sembuh beberapa hari kemudian.
Ceritanya berawal dari Nenek Irau (75)
warga Angkinang. Walau usianya sudah termasuk renta, tapi dia masih terlihat
gagah dalam beraktivitas. Mungkin saat masih muda sering menjalankan amalan
supaya tetap awet muda.
Seperti biasa tiap hari pergi ke sawah.
Karena hanya itulah profesi yang beliau geluti selama ini. Yang mana juga
bertani merupakan mata pencaharian utama warga di desa tersebut.
Sore itu tepatnya pada pertengahan Maret
1998 silam Nenek Irau pergi ke sawah untuk membersihkan tanaman padinya yang
mulai ditumbuhi gulma.
Sementara itu angin bertiup menyentuh
daun-daun padi. Tengah merumput padi itulah Nenek Irau mendengar ada yang
sangat gaduh. Datang dari sekitar pematang sawahnya. Pendengarannya jadi tak
karuan dibuatnya. Dan memang benar ada segerombolan monyet di pematang
sawahnya.
Ternyata binatang itu sedang asyik
memakan buah rambutan miliknya yang saat itu sedang berbuah cukup lebat dan sudah
matang. Lantas Nenek Irau ingin mengusirnya. Pertama-tama dia mengusir dengan
gerakan tangan yang diikuti dengan suara.
Akan tetapi monyet-monyet yang
diperkirakan berjumlah puluhan ekor itu tetap berada di pohon rambutan. Mereka
terlihat tengah asyik menikmati buah rambutan itu, kemudian Nenek Irau
mengambil potongan kayu dan gumpalan tanah yang ada didekatnya.
Monyet-monyet itupun dilempari beberapa
kali dengan benda tadi. Tentu saja hal itu memmbuat binatang tersebut berlarian
ke tempat yang lebih aman. Sementara di bawah pohon berserakan kulit rambutan
beserta bijinya, sisa monyet.
Akan tetapi hal itu tidak berlangsung
lama. Nenek Irau tengah melanjutkan pekerjaannya, kembali monyet itu menyerang
pohon rambutan miliknya. Kembali dia dibuat pusing. Walau begitu Nenek Irau
sedikit merasa bingung karena monyet itu tiba-tiba saja datang kembali ke pohon
rambutan miliknya.
Padahal sebelumya jarang sekali hal itu
terjadi. Apalagi ditemui monyet sebanyak itu yang berada di pematang sawahnya.
Karena bingung sekaligus bosan selalu saja mengusirnya, Nenek Irau membiarkan
ulah para monyet itu untuk beraksi menggerayangi tanaman miliknya. Walau begitu
sesekali dia tetap mengusir binatang itu tapi hanya dengan menggunakan isyarat
saja.
Singkat cerita, karena hari sudah
menjelang senja nenek Irau pun beranjak pulang meninggalkan sawahnya yang berjarak
kurang lebih 200 meter dari tempat tinggalnya. Sementara juga para petani yang
lain juga melakukan hal yang sama.
Namun ada sebuah keanehan tatkala
memandang ke arah pohon rambutan. Dimana kulit rambutan dan bijinya yang
tadinya berserakan di bawah pohon rambutan miliknya tadi tidak ada lagi.
Padahal sebelumnya nenek Irau yakin berserakan cukup banyak. Tapi Nenek Irau
tak peduli akan hal itu, ia pun beranjak pulang ke rumah.
Pada malam hari terjadi suatu keanehan
yang menimpa nenek Irau. Dia diserang hawa panas secara mendadak. Sekujur
tubuhnya merasa dijalari oleh panas bara api. Hal ini mengakibatkan nenek Irau
berteriak histeris meminta tolong, kadong tidak tahannya dengan rasa panas itu.
Selain itu juga yang agak aneh raut
wajahnya terasa berubah. Matanya selalu terbelalak. Mulut bengkak dan susah
untuk berbicara. Seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal. Hal ini terlihat
sendiri di kaca lemari miliknya.
Sebuah pemandangan yang cukup
menyedihkan. Sungguh sangat mengerikan sekali melihat wajahnya sendiri seperti
itu. Sekilas berwajah seperti monyet. Dia menjadi malu untuk keluar rumah.
” Apakah ini ada hubungannya akibat
mengusir monyet tadi sore ? ” tanya Nenek Irau kepada dirinya sendiri. Karena
diakuinya baru kali itu dia melihat ada monyet sebanyak itu di pematang
sawahnya.
Nenek Irau berhari-hari menderita
penyakit aneh yang satu ini. Dan untunglah dia bisa sembuh sendirinya walaupun
keluarganya kalang kabut menghubungi orang pintar agar penyakit Nenek Irau
segera hilang.
Keluarga Nenek Irau meyakini hal ini
akibat ulahnya sendiri yang telah mengusir keberadaan monyet di pohon rambutan
miliknya. Diduga monyet itu bukan monyet seperti biasanya tapi merupakan
jelmaan orang halus yang kerapkali mengganggu manusia.
Apalagi pematang sawah Nenek Irau
letaknya cukup sunyi, jarang dilewati petani yang pergi atau pulang ke sawah.
Para petani lebih memilih jalan lain ketimbang jalan pematang sawah Nenek Irau
untuk menuju areal persawahan mereka, padahal lebih cepat. (ahu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar