Pencari anggrek. Parawang. Perlu buku panduan tentang anggrek ketika mencari anggrek di hutan. Yang dibawa makanan, wadai, dan air mineral. Buluh dipanggang. Lalu dituang dibungkusan mie. Rokok. Pandangan kita tidak boleh usil dengan apa saja. Menjatuhkan batu. Nanti kita kapuhunan.
Kantawan. Menggulung batu menimpa
yang lain. Bagamal. Yang dipegang lepas. Jurang menganga. Wajah tentu menjadi
pucat pasi. Pagi ke Kantawan pukul 07.00 WITA. Pulang Maghrib.
Rute Tanuhi-Balai Urui-Muara Hatip.
Ke Gunung Kantawan. Puncaknya. Saat turun nyaman naiknya sulit. Bahafal.
Rata-rata mendaki. Batu. Sandal gabin. Barikit ketika dilangkahkan. Puncak batu
pedang. Runcing. Lempengan batu bergema. Kuning kecil-kecil. Kayu Palawan.
Binatang yang ada warik, hirangan, dan bekantan.
Kamawakan. Gunung Uling-Uling.
Anggrek papelodeun. Kantawan jenis panda. Anggrek kantong semar. Di cekungan
batu. Anggrek ular tadung : anggrek tebu. Berbau magis. Penjelajahan dilakukan
pada siang hari tidak malam hari. Cari ikan.
Ke Loksado pukul 15.00 WITA. Dengan
Sandi Firly, Ananda Perdana anwar, dan Muhammad Bulkini. Kehujanan mulai
Mawangi.
Eks Kodeco 1980-an. Suara Mak Lampir
membuat suara terasa menyeramkan. 12.05 malam hanya lima menit lagi suara
raksasa pohon. Memancing akan ramai. Banyak hasil yang diperoleh ikannya.
Seperti jelawat, adungan, dan buradis.
Macan putih. Suara berdegum. Tali
tidak lepas. Ayahnya membawa hundang masak habang. Jalan berbau hundang. Muara
Lumpangi kemalaman.Terdiam di tengah kendaraan diam sendiri. Tidak maju. Allahu
Akbar. Tak lama kemudian terlepas.
Macan putih gaduhan mamarina sidin.
Tampili (macan putih gaib). Arwah kakek bersahabat dengan buaya. Batumbang
dengan buaya. Keluarga ayahnya berasal dari Barito, Muara Teweh. Permintaan
orang lain. Balampah ada yang tidak mau. Zam-Zami. Muara Ayib. Sungai Kusan,
Tanah Bumbu.
Kopi pahit kopi manis. Bekas airnya
habis. Alamo rang gaib. Akar basilang (lam jalalah). Menyalakan kemenyan.
Hilang rasa. Mental dan keyakinan hati. Datung Kurungan. Maanu hayam tidak kembali.
Berumah di bawah Kantawan. Hilang salajur.
Pagat Batu, Bulanang. Hari Rabu
malam hujan. Lumpangi. Datang pagi di Lumpangi. Ada lanting di bagian hulu.
Habib. Pumput alias tidak ada jalan. Berhenti. Ada pondok. Logika manusia. Atap
bilaran. Pelataran tidak punya tangga. Tidak berhenti.
Oh Ning. Tiba-tiba terdengar suara
geretak. Apa cu ? Dagu tersentuh ke lantai. Rambutnya putih. Bibir. Gigi hitam.
Ketika berpaling pondok sudah tidak
ada. Pengalaman masa kecil. Naik pohon. Pohon kelapa tanaman orang. Saat itu
umur 12-an masih SMP. Batayut. Akhirnya ketemu jalan. Sampai ke Loksado jam
11.00 WITA. Orang di pasar sudah pulang. Sakit setengah bulan. Kain kaci.
Orang Lumpangi : padatuan kami yang
hilang. Nenek tua : bahari tidak ada jalan disini. Anja kepada warisan warga
yang didatangi. Guru Ijai berhadap-hadapan. Selesai shalat tahajjud dimuka
sajadah. “ Ilangi ulun Pa ai.”
Pas dengan daerah yang dituju.
Tambalaras berbisa. Ular tatanngal baju : bisanya cukup ganas tidak sempat
melepas baju. Penawar sampai atau brotowali diikat agar tahan ular. Dipatuk
ular dikira mati. Dimandikan, dikafani, dikuburkan. Pas air brotowali menyerap
ke mulut orang itu hidup kembali.
Penyakit lever : penyakit kuning.
Obat sapuhun. Dalam diri sendiri yakni air kencing. Bangun pagi. Ketika kencing
yang pertama keluar dibuang. Yang tengah dipakai. Yang bagian akhir dibuang.
Samdani. Pondok kayu. Tengah malam
tujuh kuyang. Nang orang mati. Bahinak bukahan. Bungsu teliti. Menikah ke
tempat kita. Perapen. Berdesah dosa. Buku puisi mengenang Ibu Tien Soeharto.
Idolanya Hamka.
Mimpi baislam. Di tengah dikejar
raksasa. Bertemu pemuda tampan. Pian lama ditunggu guru. Ternyata itu jin.
Bertugas di Berangas, Kotabaru tahun
1986. Dengan gaji Rp.53.000,- Berdo’a itu posisikan kita teraniaya agar
terkabul. Kulat gintalau. Gatah, rapun mati. Kalangisan. Pancuran. Lasung emas.
H. Rasyidi. Lima tingkat pajang. Kenyataan hidup dari Loksado. Bangun pukul
05.30 WITA. Bulkini yang pertama bangun. Shalat subuh. Perjalanan menerabas
hujan sejak dari Mawangi. Ke Riam Barajang. Ke Loksado menuju rumah Samdani,
orangtua dari Miftahul Thayib, layouter Media Kalimantan.
Bercerita panjang lebar kebanyakan
tentang hal gaib. Beruntung berteman dengan jurnalis. Berangkat pagi warga
Loksado. Dengan butah dibahu. Dingin suasana pagi alam pegunungan. Bercerita
dengan sesuka hati kamu. Mufti Utara, tulisan ini terdapat di laptop milik
Bulkini.
Kendaraan orang Loksado harat-harat.
Singgah di Minimart Raya Kandangan.
Launching dan bedah buku Lampau
karya Sandi Firly di SMAN 1 Kandangan. Pukul 09.00 WITA. Dibuka oleh Arliyan,
Sekretaris Dinas Pendidikan HSS. Selasa 8 Oktober 2013. Dihadiri undangan,
guru, siswa se HSS. Kepala SMPN 1 Kandangan, M. Saidi. Sementara itu SMPN 1
Padang Batung mengirim 30 lebih siswanya untuk mengikuti ajang ini. M. Fuad
Rahman, HE Benyamine, Sandi Firly, Aliman Syahrani, BDL, dan Ibramsyah Barbary.
Jurnalis Muchei Rifai dari Radar
Banjarmasin. Ida Laeny dari Barito Post. Rahman Rijani alias Bagan. Ia protes
di buku Aliman halaman 44 ada pantun yang memuat namanya dengan kalimat kurang
bagus. Ternyata Cuma salah ketik. Bukan bagan tapi yang benar adalah badan.
Makan siang di
RM Kalijo Teluk Masjid Kandangan. Cintaku tertanam di Loksado. Riam Hanai pagi
ini. Dingin menggigil. Menikmati secercah harapan nan pasti. Hijau rumpun
bamboo. Bebatuan besar. Matahari bersinar malu-malu. Pesan Samdani : Mau mandi
menghadap ke hulu dulu biar tidak kena pulasit atau penyakit yang lain.
Teman-teman dari jauh. Lahir di
Kuala Pembuang, Astambul, dan Pelaihari.***
Kandangan-Loksado,
8-9 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar