Hamami Adaby
Seorang lagi sastrawan Kalimantan Selatan dipanggil
Sang Khalik. Yakni Hamami Adaby, seorang sastrawan gaek Banjarbaru. Senin
(30/09/2013) sekitar pukul 20.40 WITA. Hamami Adaby berusia sekitar 71 tahun.
Meninggalkan 4 anak dan enam cucu.
Almarhum
sakit-sakitan sejak 1994. Hamami Adaby adalah sosok sastrawan yang sangat terbuka.
Mudah bergaul dengan siapa saja. Banyak karyanya tersebar di media massa dan
buku.
Nama
Hamami Adaby sudah tidak asing lagi di telinga saya. Sering ketemu dalam
kegiatan sastra seperti Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) yang dihelat
setiap tahun. Namun saya kurang begitu akrab. Hanya sekedar menyapa.
Salah
satu puisi dia yang saya sukai adalah puisi berjudul TUHAN BERKATA LAIN. Puisi
ini termuat dalam Bunga Rampai Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan VIII
Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2011. Terdapat dihalaman 61.
TUHAN BERKATA LAIN
Dihamparan laut yang ganas Tuhan mengatakan lantang
layari birunya ombak dan angin yang mengendus di
perut bumi
di sampan itu
adalah perjanjian disetujui, masih ingat ?
Maka menangislah sekeliling selaput matamu
belum bernyala seperti matahari
kaca-kaca cahaya belum disuguhi penglihatan
belum dilap, masih berdebu, senyum wahai putih
sorban
Bila sampai batas waktu 40 hari purnama memancar
Tuhanmu member seutas tali kasih
kejarlah duniamu seolah hidup selamanya maka :
terangi pelitamu dalam zikir besok akan mati
La ilaha illallah Muhammad kekasinNya
Banjarbaru, 23 Juni 2011
Hamami
Adaby lahir di Banjarmasin, 5 Mei 1942. Mantan Kepala Kantor Departemen
Penerangan di Kabupaten Tabalong (1986-1994) dan Kabupaten Barito Kuala
(1994-1998). Setelah pension (1 Juni 1998), bermukim di kota Banjarbaru. Aktif
di Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha dan Dewan Kesenian Kota Banjarbaru.
Antologi
puisi tunggalnya Desah (1984), Senja (1994), Iqra (1997), Kesumba (2001), Dunia
Telur (2001), Nyanyian Seribu Sungai (2001), Bunga Angin (2002) dan Badai 2011
(2011).
Antologi
puisi bersamanya : Banjarbaru Kotaku (1974), Dawat (bersama Eza Thabry, 1982),
Bunga Api (1994), Bahalap (1995), Pelabuhan (1996), Jembatan Asap (1998),
Bentang Bianglala (1998), Cakrawala (2000), Tiga Kutub Senja (2001), Bahana
(2001), Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003), Anak Zaman (2004),
Uma Bungas Banjarbaru (2004), Baturai Sanja (2004), Bulan Ditelan Kutu (2004),
Dimensi (2005), Bumi Menggerutu (2005), Garunum (2005), Seribu Sungai Paris
Barantai, Antologi Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan III, Kabupaten Kotabaru
(2006), 142 Penyair Menuju Bulan, Antologi Puisi Penyair Nusantara (Arsyad
Indradi, editor, 2006) dan Menyampir Bumi Leluhur, Bunga Rampai Puisi Aruh
Sastra Kalimantan Selatan VII, Kabupaten Tabalong (2010). Menerima Penghargaan
Sastra Bupati Batola (1996). Penghargaan Sastra Walikota Banjarbaru (2004) dan
Hadiah Seni (Sastra) Gubernur Kalimantan Selatan (2009).
Selamat
jalan Hamami Adaby !
Kandangan,
02-10-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar