Jumat, 04 Oktober 2013

HAMAMI ADABY TELAH PERGI

SABTU, 5 OKTOBER 2013

Hamami Adaby

Seorang lagi sastrawan Kalimantan Selatan dipanggil Sang Khalik. Yakni Hamami Adaby, seorang sastrawan gaek Banjarbaru. Senin (30/09/2013) sekitar pukul 20.40 WITA. Hamami Adaby berusia sekitar 71 tahun. Meninggalkan 4 anak dan enam cucu.
            Almarhum sakit-sakitan sejak 1994. Hamami Adaby adalah sosok sastrawan yang sangat terbuka. Mudah bergaul dengan siapa saja. Banyak karyanya tersebar di media massa dan buku.
            Nama Hamami Adaby sudah tidak asing lagi di telinga saya. Sering ketemu dalam kegiatan sastra seperti Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) yang dihelat setiap tahun. Namun saya kurang begitu akrab. Hanya sekedar menyapa.
            Salah satu puisi dia yang saya sukai adalah puisi berjudul TUHAN BERKATA LAIN. Puisi ini termuat dalam Bunga Rampai Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan VIII Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2011. Terdapat dihalaman 61.

TUHAN BERKATA LAIN
Dihamparan laut yang ganas Tuhan mengatakan lantang
layari birunya ombak dan angin yang mengendus di perut bumi
di sampan itu
adalah perjanjian disetujui, masih ingat ?
Maka menangislah sekeliling selaput matamu
belum bernyala seperti matahari
kaca-kaca cahaya belum disuguhi penglihatan
belum dilap, masih berdebu, senyum wahai putih sorban
Bila sampai batas waktu 40 hari purnama memancar
Tuhanmu member seutas tali kasih
kejarlah duniamu seolah hidup selamanya maka :
terangi pelitamu dalam zikir besok akan mati
La ilaha illallah Muhammad kekasinNya
Banjarbaru, 23 Juni 2011

            Hamami Adaby lahir di Banjarmasin, 5 Mei 1942. Mantan Kepala Kantor Departemen Penerangan di Kabupaten Tabalong (1986-1994) dan Kabupaten Barito Kuala (1994-1998). Setelah pension (1 Juni 1998), bermukim di kota Banjarbaru. Aktif di Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha dan Dewan Kesenian Kota Banjarbaru.
            Antologi puisi tunggalnya Desah (1984), Senja (1994), Iqra (1997), Kesumba (2001), Dunia Telur (2001), Nyanyian Seribu Sungai (2001), Bunga Angin (2002) dan Badai 2011 (2011).
            Antologi puisi bersamanya : Banjarbaru Kotaku (1974), Dawat (bersama Eza Thabry, 1982), Bunga Api (1994), Bahalap (1995), Pelabuhan (1996), Jembatan Asap (1998), Bentang Bianglala (1998), Cakrawala (2000), Tiga Kutub Senja (2001), Bahana (2001), Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003), Anak Zaman (2004), Uma Bungas Banjarbaru (2004), Baturai Sanja (2004), Bulan Ditelan Kutu (2004), Dimensi (2005), Bumi Menggerutu (2005), Garunum (2005), Seribu Sungai Paris Barantai, Antologi Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan III, Kabupaten Kotabaru (2006), 142 Penyair Menuju Bulan, Antologi Puisi Penyair Nusantara (Arsyad Indradi, editor, 2006) dan Menyampir Bumi Leluhur, Bunga Rampai Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan VII, Kabupaten Tabalong (2010). Menerima Penghargaan Sastra Bupati Batola (1996). Penghargaan Sastra Walikota Banjarbaru (2004) dan Hadiah Seni (Sastra) Gubernur Kalimantan Selatan (2009).
            Selamat jalan Hamami Adaby !
Kandangan, 02-10-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...