oleh Tommy Apriando (Kontributor Daerah Istimewa Yogyakarta) di 26 March 2013
Panas terik matahari sore tidak
menyurutkan semangat para peserta penanaman bibit Mangrove di kawasan pesisir
selatan Yogyakarta. Sekitar seratus peserta dari komunitas Earth Hour Jogja,
Staf Hotel Sheraton Jogja, Dimas Diajeng, kelompok KKN Univesitas Gajah Mada,
Yayasan Kanopi Indonesia dan kelompok pelestari mangrove “Wanatirta” di Dusun
Jangkaran, Desa Pasir Mendit, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo.
“Penanaman ini adalah bagian dari
semarak peringatan Earth Hour 2013. Selain itu, sebagai bentuk aksi dan edukasi
terhadap peserta tentang fungsi dari manggrove itu sendiri,” kata Felix
Krisnugraha, Koordinator Earth Hour Jogja.
Seribu bibit Mangrove yang terdiri dari
jenis Rhizophora sp, Avicennia sp dan Bruguiera gymnorrhiza
ditanam di sepanjang muara Sungai Bogowonto. Namun sebelumnya, peserta
diberikan pengarahan oleh Warso Suwito, selaku ketua kelompok pelestari
manggrove Wanatirta. Warso menjelaskan tentang kondisi lokasi penanaman dan apa
saja yang perlu dipersiapkan peserta saat dilokasi penanaman.
“Lokasi berlumpur, gunakan kaos kaki.
Banyak pecahan kerang, itu berbahaya dan bisa melukai,” kata Warso.
Wanatirta sebagai organisasi yang
dibentuk atas kepedulian warga terhadap kelestarian tanaman mangrove berdiri
sejak tahun 2009. Kala itu, warga masih berupaya sendiri untuk mengelola hutan
mangrove di kisaran sungai Bogowonto ini.
Belum ada kepedulian dari pemerintah
sama sekali. Warga harus bergilir untuk mengontrol dan mengelola mangrove.
Namun, dua tahun terakhir bantuan dari berbagai pihak mulai berdatangan.
Luasan mangrove yang sudah tertanam
berkisar enam hektar, yang membentang dari Pasir Pendit hingga Pasir Kadilangu.
Saat ini, kawasan menggrove tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
Kab. Kulonprogo sebagai Daerah Perlindungan Mangrove.
Mangrove di sekitar muara Sungai
Bogowonto memiliki karakteristik unik, tumbuh di areal berpasir dengan arus
ombak dan angin yang besar. Akan tetapi, banyak juga kendala yang dihadapi,
seperti banyaknya hama, Sumpil/ melania (kerang) yang menempel di batang
mangrove dan merusak dan mematikan tanaman mangrove.
“Selain itu, abrasi dan buka tutup mulut
sungai Bogowonto dan keadaan air pasang yang berkepanjangan,” kata Warso.
Rani Sawitri, Program Officer, Yayasan
Kanopi Indonesia kepada Mongabay Indonesia menjelaskan manfaat dari tanaman mangrove.
Secara fisik, tanaman mangrove bermanfaat untuk menahan abrasi pantai, penahan
intrusi (peresapan air laut ke daratan), penahan badai dan angin kedaratan,
menghambat pencemaran pantai dan menurunkan kadar karbondioksida.
Secara ekonomi, lokasi di Pasir Mendit
ini, bisa dijadikan desa wisata dan dari beberapa penelitian,pucuk tanaman
Rhizopora daun mangrove bisa dijadikan bahan makanan yang mengandung
karbohidrat tinggi.
“Karena di pesisir ini banyak lahan
pertanian, mangrove berperan sebagai penahan dan pelindung dari abrasi sehingga
tidak merusak lahan pertanian warga dan lokasi tambak udang,” kata Rani.
Selain itu, tanaman mangrove juga
sebagai tempat hidup bagi berbagai spesies ikan-ikan kecil dan burung.
Berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup Yogyakarta terdapat tiga
lokasi vegetasi mangrove di Desa Jangkaran yakni Nglawang, Pasir Kadilangu dan
Pasir Mendit. Nglawang yang berada pada Muara Sungai Bogowonto dengan jenis vegetasi
alami sudah jarang ditemukan.
Penanaman tercatat pernah dilaksanakan
pada tahun 1995 hasil kerjasama Dinas Pertanian Kulon Progo dengan Universitas
Gajah Mada. Penanaman menggunakan jenis Rhizophora mucronata yang
ditanam sepanjang sisi timur dari muara sungai sejumlah 3.000 batang.
Hasil pengamatan Badan Lingkungan hidup
pada bulan Februari 2012 lalu, hanya sekitar 300-an atau 10% saja vegetasi yang
masih tumbuh, dan itupun tidak selebat kebanyakan pertumbuhan dari Rhizophora
sp.
Saat ini, ketinggian rata-rata vegetasi
mangrove hanya tiga meter dari tanah. Sebagian kecil pertumbuhan cukup tinggi
pada kisaran lima meter. Akan tetapi, penelitian dari Yayasan Kanopi Indonesia,
yang dilakukan sejak tahun 2009 berdasar olahan data penanaman mangrove.
Hanya berkisar 48 persen saja tamanan manggrove yang berhasil hidup,” jelas
Rani.
Rani berharap, mangrove di Pasir Mendit
ini mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Walaupun, saat ini
pemerintah sudah membentuk pokja-pokja untuk mengurus mangrove, akan tetapi
yang juga perlu diperhatikan, bagaimana program yangdibentuk pemerintah juga
berdaya bagi masyarakat sekitar dan berdaya bagi kelestalian mangrove.
“Pemerintah diharap terus giat melakukan
edukasi, workshop, penyadaran akan pentingnya manggrove bagi masyarakat
pesisir,” harap Rani.***
Sumber : Mongabay Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar