Selasa, 18 Maret 2014

Novel Sindang Langit Tanah Airmata

Selasa, 18 Maret 2014



Kutipan novel anak Sindang Langit Tanah Airmata (Djarani EM).
Kata pengantar
            SLTAM ini merupakan buku keempat dari tetralogi yang berkisah tentang petualangan anak-anak balai di hunjuran pegunungan Meratus. Tiga buku sebelumnya adalah Ketapel, Sangga Langit, dan Lelehe. Kisah-kisah yang diceritakan dalam buku keempat ini juga berkaitan dengan tiga buku sebelumnya. Masing-masing judul buku tersebut dapat dibaca secara terpisah. Namun demikian, bila menghendaki kepuasan dalam melengkapi keingintahuan, sebaiknya tiga buku sebelumnya juga ikut dibaca.
            Dalam SLTAM ini dikisahkan perjuangan Kinul yang mengalami banyak tantangan dan hambatan saat dia berusaha memasyarakatkan ide perubahan lahan pertanian menetap di daerah Loksado.
………………
            Percik-percik api terdengar dikegelapan. Hal yang sama terjadi setiap kali pahat besi beradu keras dengan batu gunung.
……………
            Loksado adalah desa kelahiran dan lingkungan yang membuat Kinul seperti lahir kembali. (hal 25-26)
……………
            Tokoh dalam novel anak SLTAM : Kinul, Masuasa (Uca), Adam, Abidin, Margareta, Limar, Ancang, Lisna, Dung Manang, Langgai, dll.
……………………….
            Ketika berada dibawah, kamu boleh gamang memandangi ketinggian gunung. Kamu boleh tersenyum saat kamu pandangi keluasan alam yang banglas. Namun, bila kamu sudah berdiri di puncak yang selama ini kamu rindukan, kamu akan sadar bahwa ketinggian bukanlah jarak yang tidak tertaklukkan, asal tapak demi tapak kakimu diayun dengan pasti saat mendakinya. Suatu saat kamu akan sampai diketinggian yang menjadi puncak cita-citamu. (hal 26)
……………………..
Kak Adam, Kadang airmata dapat berkisah jauh kebih banyak daripada yang mampu diungkapkan orang. Bila airmata tersebut sempat membumi, menyentuh tanah harapan, akan lebih banyak lagi yang disampaikan.
            Tanah, seperti juga harapan perlu disuburkan, perlu disiram. Tidak mengapa bila sesekali ada guyuran air dari langit. Segar suburnya tanah dan harapan dapat ditelusuri dari kebermaknaan yang dikandungnya.
            Biarkan air memuara dari mata. Mata yang sehat adalah mata yang berair. Biarkan mat air membersit dari sela batu, di gunung atau di lembah. Gunung dan lembah yang mengandung air adalah lingkungan yang sehat dan menjanjikan harapan.
            Begitu juga halnya dengan Lisna, Kinul, Ancang atau siapa saja yang sedang meraih harapan. Air mata yang kadang akrab sikapilah senagai airmata harapan. Sangat manusiawi bila airmata membersit dari ruangnya. Sangat alami pula bila di Sindang Langit ada airmata dan mata air yang mengalir karena gravitasi bumi. Airmata dan mata air merupakan pelengkap kehidupan.
            Jangan resah bila di Sindang Langit ada airmata yang berkisah. Bukankah di lahan garapan juga ada mata air yang tercurah ?
            Tidak mengapa, Sindang Langit memang tanah garapan yang diawali keringat kerja dan tetes airmata. Namun pastikanlah bahwa dibaliknya ada mata air yang melengkapi dan menjanjikan harapan bagi mereka yang gigih berusaha. Wassalam Uca. (Halaman 92-93)
            Lahir dengan penuh prihatin karena menemukan Loksado seperti tidak terjamah oleh berbagai perubahan zaman yang berkembang peesat. Huma lading berpindah masih diacu sebagai sistem pertanian yang tidak tergantikan. Ketertinggalan budaya masih lekat mengikat. Pintu adat masih terlalu kuat untuk dikuak agar keluasan kemajuan mampu mengubah ketertinggalan. (halaman 25-26)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kartu Undangan Bakawinan Keluarga Ibu Hj Hatimah Rasyidah

 Sabtu, 23 November 2024 Kartu undangan perkawinan yang ada di ruang Tata Usaha Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS...