Rabu, 19 Maret 2014

Terlambat

Kamis, 20 Maret 2014

Ketika pulang sekolah, Inur kembali melihat si kakek penjual es di depan sekolah. Sudah beberapa hari ini kakek itu menjual es dimuka sekolah. Rambutnya sudah puitih. Pipinya kempot dan penuh kerutan. Matanya disipitkan karena panas mentari. Di depan sekolah Inur memang tidak ada pohon yang rindang.
    Inur memandang kakek itu dengan rasa iba. Ia kemudian teringat kembali akan rencana  baiknya, yang timbul pada hari pertama ia melihat si kakek. Yaitu membelikan si kakek sebuah topi purun. Tentu saja Inur akan membeli dengan uang sendiri. Dengan topi purun itu si kakek tentu dapat berjualan dengan nyaman. Tidak kepanasan lagi. Begitulah rencana baik Inur !
    Namun, rencana baiknya itu hanya diingatnya ketika ia melihat si kakek. Setelah sampai di rumah, ia segera lupa. Waktunya habis dengan membuat PR, belajar, bermain dengan boneka-bonekanya atau dengan si Habuk, kucingnya.
    Pada suatu hari, mama mengajak Inur ke pasar. “Ya, ampun !” jerit Inur, ketika melihat topi purun di sebuah kios. Mama Inur sampai kaget mendengar jeritan anaknya. Inur lalu bercerita tentang kakek penjual es. Juga tentang rencananya. Mama Inur akhirnya bersedia membelikan topi purun untuk si kakek.
    Keesokan harinya, ketika sekolah usai. Inur berlari keluar sekolah dengan riang. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kakek penjual es. Tetapi….
    “Lho ! Kakek itu, kok tidak ada ?!” Inur sangat kecewa ketika melihat tempat yang biasanya diduduki kakek itu, kosong. Inur akhirnya pulang denga lesu.
    Keesokan harinya, kakek itu juga tidak ada. Inur akhirnya bertanya pada penjual pentol.
    “Wah, ding! Kakek itu….kakek itu sudah…..meninggal kemarin….”
    “Men….meninggal….?!” desah Inur tidak percaya.
    Ia terdiam sejenak, lalu menunduk memandangi topi purun yang dipegangnya. Lama kelamaan pandangannya menjadi kabur, karena air matanya mulai menggenang.
    Inur sangat menyesal. Mengapa ia tidak segera membeli topi purun itu pada hari pertama ia melihat kakek penjual e situ. Mengapa rencana baiknya itu selalu ditunda-tunda. Mengapa ia tidak mengorbankan waktu bermainnya untuk pergi ke pasar membeli topi purun.
    Inur melangkah pulang dengan kepala tertunduk. Wajah si kakek penjual es yang kepanasan, tidak bisa hilang dari ingatannya. Ia tidak mendengar ketika penjual pentol berteriak, “Ding ! Topi purunnya jatuh, tuh !”***

Kandangan, 25 September 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...