Jumat, 19 Juli 2013

SI JINGLUR DAN SI HIRANG

SABTU, 20 JULI 2013




            Ada satu cerita. Cerita tentang warik dengan kura-kura. Kura-kura itu namanya Jinglur. Sedang warik temannya bernama si Hirang. Warik dan kura-kura ini sangat bersahabat. Kesana-kemari tak pernah berpisah.

            Suatu hari, “Mari Jinglur kita beradu menanam pisang ?” ujar Hirang.

            “ Mari !” sahut Jinglur.

            Jadilah mereka menanam pisang. Jinglur menanam di belakang rumah. Disini cukup bagus untuk ditanami, subur tanahnya, cocok untuk tanaman pisang. Bagaimana dengan Hirang ? Si Hirang sembarangan saja dia menanam. Dimana ia ingin. Hiduplah pisang kedua-duanya. Pisang milik warik ini, bila berpucuk dimakannya, berpucuk kembali dimakannya kembali. Mulai berpucuk dibukanya kembali. Tak pernah berbuah sempurna.

            Sementara pisang milik Jinglur tidak diapa-apakan. Lama kelamaan berbuah sampai matang. Buahnya cukup rimbun. Siapa yang melihat, melelehlah air liurnya. Tapi Jinglur merasa serba salah. Ingin menaiki tapi tidak bias, tak berdaya. Pernah ia juga yang naik. Setelah naik meluncur, naik meluncur kembali, dia tidak bias memegang batang pisang seperti warik. Warik ingin juga menaikkan tapi malu mengatakan, “ Tolong naikkan pisangku ingin sahabatku warik !” ujar Jinglur.

            “ Pas sekali tebakanku mesti dia menyuruhku,” ujar warik dalam hati. Senang sekali ia disuruh Jinglur menaikkan pohon pisangnya.

            Namanya juga warik, sifatnya jelek dan culas. Disuruh naik, sebentar saja ia sudah sampai ke atas. “ Ayo jatuhkan pisangnya dulu,” ujar Jinglur.

            “ Tunggu dulu, aku mencoba apakah matang atau belum,” sahut warik. Tapi dilihat dari bawah ternyata pisang itu sudah matang, rimbun sekali kelihatannya.

            Ternyata warik asyik sekali menikmati pisang milik Jinglur. Lupa akan segalanya.

            “ Ayo ! Jatuhkan pisangnya. Sungguh terlalu kamu, kulitnya saja kalau tidak pisangnya,” ujar Jinglur.

            “ Kulitnya juga enak,” jawab Warik.

            “ Payah warik ini,” ucap Jinglur dalam hati.

            Setelah itu Jinglur terdiam dibawah. Seperti jatuh air liur melihat warik menikmati pisang miliknya. Setelah habis turunlah warik itu. Jinglur menangis dalam hati. Punya kawan yang curang. Jinglur berpikir bagaimana cara membalasnya. Lalu pulanglah mereka ke rumah bersama-sama.

            Waktu malam warik tidur dengan lelapnya karena kekenyangan makan pisang. Sementara Jinglur tidak bias tidur. Perutnya keroncongan tidak makan sejak tadi siang. Sebentar-sebentar perutnya berbunyi. Mendengar bunyi itu warik terbangun. “ Jinglur kenapa perut kamu berbunyi ?” ujar warik.

            “ Aku bermimpi melihat buah rambutan yang cukup lebat,” ujar Jinglur. Warik menanyakan dimana letaknya. Lalu dikatakan oleh Jinglur.

            Pagi-pagi berangkatlah mereka mencari pohon rambutan tadi. Jinglur tidak bias berjalan. Betapa lemah sekali. Dia kelaparan tidak makan-makan. Terpaksa warik memanggulnya. Sampai ke pohon rambutan. Ternyata benar pohon rambutan itu lebat sekali buahnya. Pohonnya tinggi menjulang.

            Sebentar saja warik berloncatan sampai ke atas. Warik makan rambutan kembali. Tabiat buruknya muncul lagi. Lupa dengan Jinglur yang menanti dibawah. Jinglur memohon kepada si Hirang untuk diberi. “ Ayolah jatuhkan kepadaku rambutannya. Aku lapar. Biarlah kulitnya saja,” ujar Jinglur.

            “ Kulitnya pun enak,” seperti itu terus jawaban si Hirang bila Jinglur memelas.

            Sungguh jahat sekali perangai Hirang kepada Jinglur.

            “ Awas Hirang !” lalu Jinglur mengumpulkan kayu-kayu dengan daun-daun kering. Lalu mencari api. Lantas dibakarnya kayu-kayu kering itu. Asap api menebar ke atas. Hirang bertanya kepada Jinglur, kenapa asap api cukup tebal. “ Hari dekat kemarau,” jawab Jinglur.

            Tak lama kemudian api semakin membesar. Bagaimana dengan Hirang ? Mau turun tidak bias lagi. Api sudah mengelilingi. Tamatlah riwayat hidup si Hirang. Ia jatuh ke tanah. Tubuhnya gosong terbakar api. ***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana di Rumah Malam Sabtu

 Jumat, 26 April 2024 Suasana di dalam rumah saya, pada hari Jumat (26/04/2024) malam Sabtu sekitar pukul 22.15 WITA. (ahu)