Rabu, 27 Januari 2021
PUISI SAMSUNI SARMAN :
USAI PERAYAAN
Subuh yang bertabur bintang di batas kota, sebutir embun
terjatuh ke tanah, basah menyiram mata kaki, lelaki dalam
pelukan pelangi meminta angin hembuskan wangi semusim agar
kata-kata terpahat dalam rinai hujan.
Siapa dan kemana tertatih sepagi ini pdahal rupa-rupa cerita
tak bermula tak bertepi hingga sunyi.
Mengapa dalam teriak yang menggema ada nafasmu
mendedahkan huruf demi huruf agar bersahutan lapar di
panggung malam. Selalu ada kisah yang berbisik di pelatar janji
hingga dermaga tak lagi benderang. Arus pun menepi luruhkan
pinta sesiapa dan tawa terbahak-bahak di ujung lelangit rumah
berjendela besar setinggi awan. Sungai tertidur mengeja aksara
terbata-bata menanya rindu pada pijar lampu kota dan riuh
perahu penjaja cahaya sementara rembulan diam jadi saksi.
Sekotak permata, sebuncu kain bersulam, selendang biru
bermanik kaca, adalah rupa dan jejak pertanda nama simpanan
kata biar sajak tak silap melepas tanya. Dan, sembunyi pada siapa
pemilik kebesaran nama yang di mana.
Di pucuk pohon rambai menebar kunang-kunang lukisan senja,
pelataran sajak kembali di pangkuan sunyi, hening, dan runcing
meniduri malam. Mesti ada pena menoreh rembulan agar kisah
tak berhenti sebatas dahaga walau sebutir kata sekuntum rasa
setajam mata dan jejak-jejak terhimpun usai bersenda tawa.
banjarmasin 10/10/19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar