Oleh : Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
(Disampaikan pada forum Diskusi Panel Aruh Sastra
Kalimantan Selatan IX di Banjarmasin, 12 s.d 14 Oktober 2012)
Jagat sastra Indonesia di Kalimantan
Selatan (Kalsel) selama ini identik dengan puisi. Dari 222 sastrawan Kalsel
yang aktif menulis karya sastra pada kurun waktu 1930-1999, tercatat 215 orang
diantaranya adalah penulis puisi. Ini berarti hanya 7 orang yang sama sekali
tak pernah menulis puisi. Penulis cerpen tercatat 87 orang, penulis esai sastra
tercatat 58 orang, dan penulis novel tercatat 18 orang (Ganie, 2002:177).
Profil Sastrawan Kalimantan Selatan, skripsi belum diterbitkan).
Prihatin dengan situasi itu maka
tahun 2000-an, aku dan kawan-kawan pernah menulis surat bersama yang ditujukan
kepada Redaktur Desk Dahaga SKH Banjarmasin Post agar berkenan membuka rubrik
baru untuk memuat karya sastra bergenre cerpen, dan jika perlu novel (cerita
bersambung).
Lama tidak ada tanggapan, namun
belakangan ini SKH Banjarmasin Post telah memuat karya sastra bergenre cerpen
pada setiap edisi Minggu. (Aku kira tidak ada hubungannya dengan surat bersama
yang kami kirimkan sebelumnya, karena Redaktur Desk yang kami kirimi surat
bersama berbeda orangnya dengan Redaktur Desk yang sekarang ini). Para cerpenis
pemula tampaknya lebih diprioritaskan oleh Redaktur Desk Cerpen SKH Banjarmasin
Post. Kebijakan yang sangat baik karena para cerpenis pemula bagaimana pun juga
harus diberi tempat yang lapang untuk berekspresi di ruang publik.
Ketika memegang rubrik sastra
Cakrawala di SKH Radar Banjarmasin, Sandi Firly mengaku bersengaja memberikan
ruang yang lebih lapang kepada karya sastra bergenre cerpen. Hal ini
diungkapkannya pada kesempatan berbicara di depan peserta diskusi sastra modern
di Gedung PWI Kalsel, Kamis, 20 September 2012 yang lalu.
“ Tahun 2000-2008, ini adalah masa
dimana saya bekerja sebagai wartawan, dan kemudian menjadi redaktur sastra di
Radar Banjarmasin, yang kelak halaman sastra itu saya beri nama Cakrawala.
Mulai saat itu juga, mungkin karena ketertarikan saya terhadap cerpen, juga
karena didorong ingin menggairahkan penulisan prosa yang saya anggap berjalan
lamban (terlihat dari sebagian besar sastrawan Kalsel adalah penyair), saya banyak
memberikan ruang untuk penulisan cerpen.”
“Saban minggu saya berusaha
menerbitkan karya cerpen. Sambil pula saya berkenalan dengan para sastrawan,
termasuk generasi muda (mahasiswa). Kepada mereka inilah saya banyak berdiskusi
tentang cerpen. Namun ini bukan berarti saya tidak memperhatikan karya-karya
puisi. Saya tetap memberikan ruang bagi puisi. Keinginan saya untuk lebih
mendorong penulisan prosa (cerpen) ini mendapat tanggapan, cukup memotivasi
para penulis muda.”
Tahun 2010, Sandi Firly pindah
bekerja ke SKH Media Kalimntan setelah sebelumnya sempat bekerja di SKH Radar
Bandung. Sama seperti di SKH Radar Banjamasin tempo hari, Sandi juga membuka
rubrik sastra di SKH Media Kalimantan ini, nama rubriknya Tepi langit.
Berdasar data yang diolah pada tahun
2002 yang lalu, kegiatan menulis puisi, cerpen, dan esai sastra, tampaknya
sudah kondusif, yang belum kondusif adalah kegiatan menulis novel (cerita
bersambung).
Dulu di tahun 1980-an, SKH
Banjarmasin Post tercatat beberapa kali memuat novel karangan Darmansyah
Zauhidie (alm), Ahmad Basuni (alm) (Ambang Keruntuhan Kerajaan Banjar, 1989),
dan Ian Emti (alm). Namun, sudah dua puluhan tahun ini SKH Banjarmasin Post
tidak lagi memuat novel secara bersambung.
Pada tahun 1980-an itu juga, Kony
Fahran berhasil mempublikasikan beberapa judul novelnya di SKH Sinar Pagi
Jakarta (dimuat sebagai cerita bersambung). Sayang sekali, tidak satu judul pun
yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif. Jika naskah
novel-novel dimaksud masih disimpan oleh Kony Fahran, maka tidak ada salahnya
jika novel-novel dimaksud diterbitkan kembali dalam bentuk buku yang
refresentatif pada masa-masa sekarang ini.
Tahun 1987, novel karangan
Burhanuddin Soebely (alm) berjudul Reportase Rawa Dupa dimuat di Majalah Femina
Jakarta (1987). Selanjutnya tahun 1991, novelet karangan Ahmad Fahrawi (alm)
berjudul Dan Kapal Pun Bertolak diterbitkan sebagai bonus sisipan di Majalah Kartini
Jakarta. Tahun 1992, diplagiat orang menjadi naskah sinetron televisi.
Tradisi pemuatan novel kembali
dihidupkan oleh Sandi Filry di SKH Radar Banjarmasin dan SKH Media Kalimantan.
Termasuk diantaranya novel saya berjudul Tegaknya Masjid Kami (sudah
diterbitkan dalam bentuk buku oleh Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kalsel,
2012), Burhanuddin Soebely (alm) (Bulan Sunyi Kambang Tarati, ditulis dalam Bahasa
Banjar, 2005), dan novel Rumah Debu karangan Sandi Firly yang sangat fenomenal
itu karena kemudian berhasil meraih tempat terhormat dalam ajang Ubud Writer and
Readers Festival (UWRF) tahun 2011 yang lalu.
Meskipun di Kalsel tidak tersedia
tempat yang lapang untuk berekspresi secara terbuka, namun, para novelis di
Kalsel tidak berkecil hati sebaliknya malah dengan percaya dirinya berani
mengadu nasib berkompetisi mengukir prestasi bersaing dengan para novelis lain
diberbagai tempat di luar Kalsel.
Syukurlah, beberapa orang
diantaranya dengan hasil usahanya sendiri berhasil tampil sebagai pemenang
kompetisi dalam seleksi ketat yang dilakukan oleh redaktur desk novel di
sejumlah perusahaan penerbitan di luar Kalsel (Jakarta dan Yogyakarta).
Tahun 2004, novel Lan Fang berjudul
Reinkarnasi dan Pai Yin diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Disusul
kemudian oleh Kembang Gunung Purei (2005), Perempuan Kembang Jepun (2006),
Lelakon (2007), Ciuman di Bawah Hujan (2010), dan Tanda Tanya (2012). Semuanya
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Tahun 2005, Farah Hidayati dengan
novelnya berjudul Rumah Tumbuh berhasil meraih prestasi sebagai pemenang
pertama dalam sayembara menulis novel remaja yang diselenggarakan oleh PT
Grasindo Jakarta. Novel ini dudah diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan
judul yang sama pula pada tahun 2005 itu juga.
Novelis lain yang juga telah
berhasil menempatkan namanya sejajar dengan para novelis Indonesia lainnya
adalah Randu Alamsyah dengan novelnya Jazirah Cinta (Penerbit Pustaka Zahra
Jakarta, 2008). Novel ini berhasil meraih minat beli yang sangat signifikan
dipasaran buku novel di tanah air kita.
Tahun 2011, tercatat ada tiga orang
sastrawan Kalsel yang menerbitkan novelnya, yakni Rico Hasyim dengan novelnya
berjudul Minggu Raya Rico (Penerbit Minggu Raya Press, Banjarbaru). Sebelumnya
novel ini dimuat secara bersambung di SKH Media Kalimantan. Menyusul kemudian
Hamami Adaby menerbitkan novelnya berjudul Seteguk Rindu (Banjarbaru), dan AF
Ramadhani menerbitkan novelnya berjudul Kebijakan Cinta (Penerbit Sahabat Kandangan,
Cetakan II, 2011).
Tahun 2012, merupakan tahun dimana
gairah menulis novel sepertinya bangkit lagi dikalangan sastrawan Kalsel.
Mahmud Jauhari Ali sepanjang tahun
2012 telah berhasil merampungkan penulisan 4 judul novel sekaligus, yakni Lelaki
Lebah, Cinta Tepi Geumho, Kudekap Hatinya di Bawah Langit Seoul, dan
Galaupolitan. Tiga novel yuang terakhir diterbitkan oleh Penerbit Araska
Yogyakarta.
Eche Subski S, novelis dari
Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, menerbitkan novelnya berjudul Lelaki Duka
(Penerbit Tinta Hitam Mata Hati, Batulicin, 2012).
Hamami Adaby yang selama ini dikenal
sebagai seorang penulis puisi, tahun 2012 ini tampil dengan sangat meyakinkan sebagai
seorang novelis. Tidak kurang 2 judul novelnya telah diterbitkan sepanjang
tahun 2012, yakni Perempuan Hujan, dan Pertemuan Haram. Bahkan dalam waktu
dekat akan menyusul novel berjudul Kamar Itu Telah Kosong. Tahun 2011, Hamami
Adaby telah menerbitkan novelnya yang pertama berjudul Seteguk Rindu (sudah
cetak ulang kedua).
Setelah sukses dengan novelnya berjudul
Jazirah Cinta (2011), tahun 2012, Randu Alamsyah semakin mengokohkan
reputasinya sebagai penulis handal dengan menerbitkan novelnya yang kedua
Selalu Ada Kapal untuk Pulang.
Hafiez Aliyatul Anwar, 12 Maret 2012
meluncurkan novel perdananya yang langsung sukses dipasaran buku nasional,
yakni Bulan Sabit di Langit Burniau (Penerbit Mahameru Yogyakarta). Peluncuran
dilakukan diberbagai tempat di Kalsel, antara lain di Aula Rektorat Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Kabar paling baru adalah peluncuran
ulang novel Zulkipli L Muchdi berjudul Asmara di Atas Haram di Toko Buku Gramedia
Duta Mall (28 September 2012) dan Aula IAIN Antasari Banjarmasin (29 September
2012). Sebelumnya novel ini telah diluncurkan di Aula Student Centre
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (31 Mei 2012).
Tradisi penulisan roman / novel
dikalangan sastrawan Kalsel sudah dimulai sejak tahun 1940-an, ketika itu
Merayu Sukma (Banjarmasin, 1914) tampil sebagai penulis roman / novel yang
paling fenomenal di tanah air kita. Hanya saja, Karena ia memilih jalur
penerbitan diluar Balai Pustaka, maka roman / novel karangannya luput dari
perhatian publik sastra dari kalangan akademik dan penulis buku-buku sejarah
sastra.
Roman / novel Merayu Sukma yang
terbit pada tahun 1940, setidak-tidaknya telah terbit 6 judul yakni.
1.Kunang-Kunang
Kuning, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas
2.Berlindung Dibalik
Tabir, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas.
3.Menanti Kekasih
Dari Mekah, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
4.Teratai yang
Terkulai, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
5.Yurni Yusri, 1940.
Medan : Penerbit Cerdas.
6.Sinar Membuka
Rahasia, 1940. Medan : Penerbit Cerdas. (Ganie, 2010 : 274-277)
Roman / novel Merayu Sukma diatas
tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka tetapi diterbitkan oleh sejumlah penerbit
swasta di kota Medan. Ini berarti Merayu Sukma sesungguhnya lebih patriotik
atau bahkan lebih nasionalis dibandingkan dengan sastrawan Indonesia se zaman
yang bersedia tunduk kepada aturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda
dalam hal penulisan karya sastra. (Nota Rinkes, 1920).
Pada zaman kolonial Jepang 1942-1945,
Merayu Sukma semakin memantapkan posisinya sebagai romanis / novelis. Roman /
novel karangannya berjudul Putra Mahkota yang Terbuang (Penerbit Syaiful Medan,
1943) merupakan satu-satunya roman yang terbit di tanah air kita pada zaman kolonial
Jepang.
Masih di zaman kolonial Jepang,
Merayu Sukma berhasil menorehkan prestasi yang gemilang yakni sebagai pemenang
pertama dalam menulis naskah drama yang diselenggarakan oleh Keimin Bunka
Shidoso pada tahun 1943.
Selepas zaman kolonial Jepang, yakni
zaman orde lama 1945-1949, Merayu Sukma menerbitkan 8 judul roman, yakni :
1.Dalam Gelombang
Darah, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
2.Gema Dari Menara,
1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
3.Pahlawan Pedih,
1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
4.Menurutkan Jejak di
Padang Pasir, 1948. Medan : Penerbit Cerdas.
5.Mariati Wanita
Ajaib, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
6.Kawin Cita-Cita,
1949. Medan : Penerbit Sinar Harapan.
7.Di Lereng Hayat,
1949. Medan : Penerbit Cerdas.
8.Jurang Meminta
Kurban, 1949. Medan : Penerbit Cerdas. (Ganie, 2010 : 274-277)
Se zaman dengan masa kejayaan Merayu
Sukma, ada sastrawan Kalsel lainnya yang juga dikenal sebagai penulis roman /
novel, yakni :
1.Abdul Hamid Utir
dengan roman / novelnya berjudul Kucing Hitam (Banjarmasin, 1930)
2.Hasan Basry dengan
roman / novelnya berjudul Amanat Ibu (Kandangan, 1935)
3.Ramlan Marlim
dengan novelnya berjudul Air Mata Nurani (Yogyarakarta, 1937)
4.Hadharyah M
Sulaiman dengan novelnya berjudul Suasana Kalimantan (Penerbit Cenderawasih
Medan, 1941). Akibat penerbitan roman / novel ini Hadharyah M Sulaiman (pengarang)
dan Matumona (pemilik penerbitan) dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah
kolonial Belanda karena roman / novel ini dinilai subversif. Hadharyah M Sulaiman
sendiri dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. (Aziddin, 1975 : 43)
Selepas kejayaan Merayu Sukma,
kegiatan menulis roman / novel dilanjutkan oleh romanis / novelis Kalsel, yakni
:
1.Alinasyah Ludji
dengan 3 judul novelnya, yakni Bom Meletus di Balikpapan (Banjarmasin, 1947),
Memperebutkan Mawar di Candi Agung (Penerbit Getaran Masyarakat Banjarmasin,
1955), dan Intan Berlumur Darah (Penerbit Firma Widya Badung, 1956).
2.Artum Artha dengan
3 judul novelnya berjudul Kumala Gadis Zaman Kartini (Banjarmasin, 1949),
Tahanan yang Hilang (Penerbit Pustaka Dirgahayu Balikpapan, 1950), dan Kekasihku
Rokhkayanah (Penerbit Mayang Mekar, 1951).
3.Gomberan Saleh
dengan novelnya berjudul Affair di Tanjung Silat (Banjarmasin, 1956). (Aziddin,
1975 : 43)
Setelah itu kegiatan penulisan novel
oleh sastrawan Kalsel mengalami kevakuman,. Tidak ada lagi sastrawan Kalsel
yang tercatat menerbitkan novelnya selama kurun waktu 1957-1977.
Tahun 1978, Ian Emti (Ir H Daliansyah
MT) memecahkan kevakuman itu dengan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah.
Sebelum diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif, Ian Emti dengan novel
ini berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama dalam sayembara penulisan
novel yang diselenggarakan oleh penerbit Cypres Jakarta.
Berkat prestasinya itu, Penerbit
Cypres Jakarta tidak hanya menerbitkan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah,
tetapi juga menerbitkan 2 judul novelnya yang lain, yakni Perawan Tapi Hamil,
dan Insan-Insan Pop.
Tahun 2011, terbetik berita ada
wacana untuk menjadikan lomba menulis novel sebagai salah satu agenda lomba
dalam Aruh Sastra Kalimnatan Selatan pada tahun-tahun mendatang. Wacana ini
kukira sangat konstruktif sebagai upaya kita bersama untuk memberikan wadah
berekspresi yang kondusif bagi para penulis novel Kalsel yang diam-diam
ternyata cukup banyak juga jumlahnya, dan beberapa diantaranya sudah pula
menunjukkan prestasi yang sangat membanggakan.
Paling akhir, sebagai penutup
tulisan ini izinkan aku berharap, semoga dimasa-masa yang akan datang semakin
banyak lagi sastrawan Kalsel yang berhasil
menerbitkan novelnya. Tidak hanya novel, tetapi juga antologi puisi, antologi
cerpen, antologi esai sastra, antologi naskah drama, dan buku-buku teori
sastra, serta buku-buku ajar di bidang sastra. Insya Allah.
Bahan Rujukan
Aziddin, Yustan.1975.
Data Seni Sastra, dimuat dalam laporan Hasil Penelitian dan Kesenian Daerah
Kalsel. Banjarmasin : Penerbit Proyek Pengembangan Kesenian Daerah, Kantor
Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan.
Eneste, Pamusuk.
2001. Bibliografi Sastra Indonesia. Magelang : Indonesia Tera
Eneste, Pamusuk.2001.
Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Ganie, Tajuddin Noor.
2002. Profil Sastrawan Kalsel 1930-1999 : PBSID STKIP PGRI. Skripsi tidak
diterbitkan.
Ganie, Tajuddin Noor.
2002. Antologi Biografi 599 Sastrawan Kalsel. Banjarmasin : Rumah Pustaka Karya
Sastra Pusat Pengkajian Masalah Sastra Kalimantan Selatan.
Ganie, Tajuddin Noor.
2012. Sejarah Lokal Kesusastraan Indonesia di Kalsel 1930-2011. Banjamasin :
Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kalsel.
Hasanuddin WS, 2007.
Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung : Titian Ilmu. Cetakan II
Mahayana, Maman S.
2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia : Sebuah Orientasi Kritik. Jakarta : Bening
Publishing. Cetakan I
Rampan, Korrie Layun.
Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Zaidan, dkk, Abdul
Razak. 1994 . Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya. Cetakan I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar