Sabtu, 07 Februari 2015

Bangkit Lagi Gairah Menulis Novel Dikalangan Sastrawan Kalimantan Selatan

Sabtu, 7 Februari 2015


Oleh : Tajuddin Noor Ganie, M.Pd

(Disampaikan pada forum Diskusi Panel Aruh Sastra Kalimantan Selatan IX di Banjarmasin, 12 s.d 14 Oktober 2012)

            Jagat sastra Indonesia di Kalimantan Selatan (Kalsel) selama ini identik dengan puisi. Dari 222 sastrawan Kalsel yang aktif menulis karya sastra pada kurun waktu 1930-1999, tercatat 215 orang diantaranya adalah penulis puisi. Ini berarti hanya 7 orang yang sama sekali tak pernah menulis puisi. Penulis cerpen tercatat 87 orang, penulis esai sastra tercatat 58 orang, dan penulis novel tercatat 18 orang (Ganie, 2002:177). Profil Sastrawan Kalimantan Selatan, skripsi belum diterbitkan).
            Prihatin dengan situasi itu maka tahun 2000-an, aku dan kawan-kawan pernah menulis surat bersama yang ditujukan kepada Redaktur Desk Dahaga SKH Banjarmasin Post agar berkenan membuka rubrik baru untuk memuat karya sastra bergenre cerpen, dan jika perlu novel (cerita bersambung).
            Lama tidak ada tanggapan, namun belakangan ini SKH Banjarmasin Post telah memuat karya sastra bergenre cerpen pada setiap edisi Minggu. (Aku kira tidak ada hubungannya dengan surat bersama yang kami kirimkan sebelumnya, karena Redaktur Desk yang kami kirimi surat bersama berbeda orangnya dengan Redaktur Desk yang sekarang ini). Para cerpenis pemula tampaknya lebih diprioritaskan oleh Redaktur Desk Cerpen SKH Banjarmasin Post. Kebijakan yang sangat baik karena para cerpenis pemula bagaimana pun juga harus diberi tempat yang lapang untuk berekspresi di ruang publik.
            Ketika memegang rubrik sastra Cakrawala di SKH Radar Banjarmasin, Sandi Firly mengaku bersengaja memberikan ruang yang lebih lapang kepada karya sastra bergenre cerpen. Hal ini diungkapkannya pada kesempatan berbicara di depan peserta diskusi sastra modern di Gedung PWI Kalsel, Kamis, 20 September 2012 yang lalu.
            “ Tahun 2000-2008, ini adalah masa dimana saya bekerja sebagai wartawan, dan kemudian menjadi redaktur sastra di Radar Banjarmasin, yang kelak halaman sastra itu saya beri nama Cakrawala. Mulai saat itu juga, mungkin karena ketertarikan saya terhadap cerpen, juga karena didorong ingin menggairahkan penulisan prosa yang saya anggap berjalan lamban (terlihat dari sebagian besar sastrawan Kalsel adalah penyair), saya banyak memberikan ruang untuk penulisan cerpen.”
            “Saban minggu saya berusaha menerbitkan karya cerpen. Sambil pula saya berkenalan dengan para sastrawan, termasuk generasi muda (mahasiswa). Kepada mereka inilah saya banyak berdiskusi tentang cerpen. Namun ini bukan berarti saya tidak memperhatikan karya-karya puisi. Saya tetap memberikan ruang bagi puisi. Keinginan saya untuk lebih mendorong penulisan prosa (cerpen) ini mendapat tanggapan, cukup memotivasi para penulis muda.”
            Tahun 2010, Sandi Firly pindah bekerja ke SKH Media Kalimntan setelah sebelumnya sempat bekerja di SKH Radar Bandung. Sama seperti di SKH Radar Banjamasin tempo hari, Sandi juga membuka rubrik sastra di SKH Media Kalimantan ini, nama rubriknya Tepi langit.
            Berdasar data yang diolah pada tahun 2002 yang lalu, kegiatan menulis puisi, cerpen, dan esai sastra, tampaknya sudah kondusif, yang belum kondusif adalah kegiatan menulis novel (cerita bersambung).
            Dulu di tahun 1980-an, SKH Banjarmasin Post tercatat beberapa kali memuat novel karangan Darmansyah Zauhidie (alm), Ahmad Basuni (alm) (Ambang Keruntuhan Kerajaan Banjar, 1989), dan Ian Emti (alm). Namun, sudah dua puluhan tahun ini SKH Banjarmasin Post tidak lagi memuat novel secara bersambung.
            Pada tahun 1980-an itu juga, Kony Fahran berhasil mempublikasikan beberapa judul novelnya di SKH Sinar Pagi Jakarta (dimuat sebagai cerita bersambung). Sayang sekali, tidak satu judul pun yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif. Jika naskah novel-novel dimaksud masih disimpan oleh Kony Fahran, maka tidak ada salahnya jika novel-novel dimaksud diterbitkan kembali dalam bentuk buku yang refresentatif pada masa-masa sekarang ini.
            Tahun 1987, novel karangan Burhanuddin Soebely (alm) berjudul Reportase Rawa Dupa dimuat di Majalah Femina Jakarta (1987). Selanjutnya tahun 1991, novelet karangan Ahmad Fahrawi (alm) berjudul Dan Kapal Pun Bertolak diterbitkan sebagai bonus sisipan di Majalah Kartini Jakarta. Tahun 1992, diplagiat orang menjadi naskah sinetron televisi.
            Tradisi pemuatan novel kembali dihidupkan oleh Sandi Filry di SKH Radar Banjarmasin dan SKH Media Kalimantan. Termasuk diantaranya novel saya berjudul Tegaknya Masjid Kami (sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kalsel, 2012), Burhanuddin Soebely (alm) (Bulan Sunyi Kambang Tarati, ditulis dalam Bahasa Banjar, 2005), dan novel Rumah Debu karangan Sandi Firly yang sangat fenomenal itu karena kemudian berhasil meraih tempat terhormat dalam ajang Ubud Writer and Readers Festival (UWRF) tahun 2011 yang lalu.
            Meskipun di Kalsel tidak tersedia tempat yang lapang untuk berekspresi secara terbuka, namun, para novelis di Kalsel tidak berkecil hati sebaliknya malah dengan percaya dirinya berani mengadu nasib berkompetisi mengukir prestasi bersaing dengan para novelis lain diberbagai tempat di luar Kalsel.
            Syukurlah, beberapa orang diantaranya dengan hasil usahanya sendiri berhasil tampil sebagai pemenang kompetisi dalam seleksi ketat yang dilakukan oleh redaktur desk novel di sejumlah perusahaan penerbitan di luar Kalsel (Jakarta dan Yogyakarta).
            Tahun 2004, novel Lan Fang berjudul Reinkarnasi dan Pai Yin diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Disusul kemudian oleh Kembang Gunung Purei (2005), Perempuan Kembang Jepun (2006), Lelakon (2007), Ciuman di Bawah Hujan (2010), dan Tanda Tanya (2012). Semuanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
            Tahun 2005, Farah Hidayati dengan novelnya berjudul Rumah Tumbuh berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama dalam sayembara menulis novel remaja yang diselenggarakan oleh PT Grasindo Jakarta. Novel ini dudah diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan judul yang sama pula pada tahun 2005 itu juga.
            Novelis lain yang juga telah berhasil menempatkan namanya sejajar dengan para novelis Indonesia lainnya adalah Randu Alamsyah dengan novelnya Jazirah Cinta (Penerbit Pustaka Zahra Jakarta, 2008). Novel ini berhasil meraih minat beli yang sangat signifikan dipasaran buku novel di tanah air kita.
            Tahun 2011, tercatat ada tiga orang sastrawan Kalsel yang menerbitkan novelnya, yakni Rico Hasyim dengan novelnya berjudul Minggu Raya Rico (Penerbit Minggu Raya Press, Banjarbaru). Sebelumnya novel ini dimuat secara bersambung di SKH Media Kalimantan. Menyusul kemudian Hamami Adaby menerbitkan novelnya berjudul Seteguk Rindu (Banjarbaru), dan AF Ramadhani menerbitkan novelnya berjudul Kebijakan Cinta (Penerbit Sahabat Kandangan, Cetakan II, 2011).
            Tahun 2012, merupakan tahun dimana gairah menulis novel sepertinya bangkit lagi dikalangan sastrawan Kalsel.
            Mahmud Jauhari Ali sepanjang tahun 2012 telah berhasil merampungkan penulisan 4 judul novel sekaligus, yakni Lelaki Lebah, Cinta Tepi Geumho, Kudekap Hatinya di Bawah Langit Seoul, dan Galaupolitan. Tiga novel yuang terakhir diterbitkan oleh Penerbit Araska Yogyakarta.
            Eche Subski S, novelis dari Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, menerbitkan novelnya berjudul Lelaki Duka (Penerbit Tinta Hitam Mata Hati, Batulicin, 2012).
            Hamami Adaby yang selama ini dikenal sebagai seorang penulis puisi, tahun 2012 ini tampil dengan sangat meyakinkan sebagai seorang novelis. Tidak kurang 2 judul novelnya telah diterbitkan sepanjang tahun 2012, yakni Perempuan Hujan, dan Pertemuan Haram. Bahkan dalam waktu dekat akan menyusul novel berjudul Kamar Itu Telah Kosong. Tahun 2011, Hamami Adaby telah menerbitkan novelnya yang pertama berjudul Seteguk Rindu (sudah cetak ulang kedua).
            Setelah sukses dengan novelnya berjudul Jazirah Cinta (2011), tahun 2012, Randu Alamsyah semakin mengokohkan reputasinya sebagai penulis handal dengan menerbitkan novelnya yang kedua Selalu Ada Kapal untuk Pulang.
            Hafiez Aliyatul Anwar, 12 Maret 2012 meluncurkan novel perdananya yang langsung sukses dipasaran buku nasional, yakni Bulan Sabit di Langit Burniau (Penerbit Mahameru Yogyakarta). Peluncuran dilakukan diberbagai tempat di Kalsel, antara lain di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
            Kabar paling baru adalah peluncuran ulang novel Zulkipli L Muchdi berjudul Asmara di Atas Haram di Toko Buku Gramedia Duta Mall (28 September 2012) dan Aula IAIN Antasari Banjarmasin (29 September 2012). Sebelumnya novel ini telah diluncurkan di Aula Student Centre Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (31 Mei 2012).
            Tradisi penulisan roman / novel dikalangan sastrawan Kalsel sudah dimulai sejak tahun 1940-an, ketika itu Merayu Sukma (Banjarmasin, 1914) tampil sebagai penulis roman / novel yang paling fenomenal di tanah air kita. Hanya saja, Karena ia memilih jalur penerbitan diluar Balai Pustaka, maka roman / novel karangannya luput dari perhatian publik sastra dari kalangan akademik dan penulis buku-buku sejarah sastra.
            Roman / novel Merayu Sukma yang terbit pada tahun 1940, setidak-tidaknya telah terbit 6 judul yakni.
1.Kunang-Kunang Kuning, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas
2.Berlindung Dibalik Tabir, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas.
3.Menanti Kekasih Dari Mekah, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
4.Teratai yang Terkulai, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
5.Yurni Yusri, 1940. Medan : Penerbit Cerdas.
6.Sinar Membuka Rahasia, 1940. Medan : Penerbit Cerdas. (Ganie, 2010 : 274-277)
            Roman / novel Merayu Sukma diatas tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka tetapi diterbitkan oleh sejumlah penerbit swasta di kota Medan. Ini berarti Merayu Sukma sesungguhnya lebih patriotik atau bahkan lebih nasionalis dibandingkan dengan sastrawan Indonesia se zaman yang bersedia tunduk kepada aturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda dalam hal penulisan karya sastra. (Nota Rinkes, 1920).
            Pada zaman kolonial Jepang 1942-1945, Merayu Sukma semakin memantapkan posisinya sebagai romanis / novelis. Roman / novel karangannya berjudul Putra Mahkota yang Terbuang (Penerbit Syaiful Medan, 1943) merupakan satu-satunya roman yang terbit di tanah air kita pada zaman kolonial Jepang.
            Masih di zaman kolonial Jepang, Merayu Sukma berhasil menorehkan prestasi yang gemilang yakni sebagai pemenang pertama dalam menulis naskah drama yang diselenggarakan oleh Keimin Bunka Shidoso pada tahun 1943.
            Selepas zaman kolonial Jepang, yakni zaman orde lama 1945-1949, Merayu Sukma menerbitkan 8 judul roman, yakni :
1.Dalam Gelombang Darah, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
2.Gema Dari Menara, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
3.Pahlawan Pedih, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
4.Menurutkan Jejak di Padang Pasir, 1948. Medan : Penerbit Cerdas.
5.Mariati Wanita Ajaib, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
6.Kawin Cita-Cita, 1949. Medan : Penerbit Sinar Harapan.
7.Di Lereng Hayat, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
8.Jurang Meminta Kurban, 1949. Medan : Penerbit Cerdas. (Ganie, 2010 : 274-277)
            Se zaman dengan masa kejayaan Merayu Sukma, ada sastrawan Kalsel lainnya yang juga dikenal sebagai penulis roman / novel, yakni :
1.Abdul Hamid Utir dengan roman / novelnya berjudul Kucing Hitam (Banjarmasin, 1930)
2.Hasan Basry dengan roman / novelnya berjudul Amanat Ibu (Kandangan, 1935)
3.Ramlan Marlim dengan novelnya berjudul Air Mata Nurani (Yogyarakarta, 1937)
4.Hadharyah M Sulaiman dengan novelnya berjudul Suasana Kalimantan (Penerbit Cenderawasih Medan, 1941). Akibat penerbitan roman / novel ini Hadharyah M Sulaiman (pengarang) dan Matumona (pemilik penerbitan) dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah kolonial Belanda karena roman / novel ini dinilai subversif. Hadharyah M Sulaiman sendiri dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. (Aziddin, 1975 : 43)
            Selepas kejayaan Merayu Sukma, kegiatan menulis roman / novel dilanjutkan oleh romanis / novelis Kalsel, yakni :
1.Alinasyah Ludji dengan 3 judul novelnya, yakni Bom Meletus di Balikpapan (Banjarmasin, 1947), Memperebutkan Mawar di Candi Agung (Penerbit Getaran Masyarakat Banjarmasin, 1955), dan Intan Berlumur Darah (Penerbit Firma Widya Badung, 1956).
2.Artum Artha dengan 3 judul novelnya berjudul Kumala Gadis Zaman Kartini (Banjarmasin, 1949), Tahanan yang Hilang (Penerbit Pustaka Dirgahayu Balikpapan, 1950), dan Kekasihku Rokhkayanah (Penerbit Mayang Mekar, 1951).
3.Gomberan Saleh dengan novelnya berjudul Affair di Tanjung Silat (Banjarmasin, 1956). (Aziddin, 1975 : 43)
            Setelah itu kegiatan penulisan novel oleh sastrawan Kalsel mengalami kevakuman,. Tidak ada lagi sastrawan Kalsel yang tercatat menerbitkan novelnya selama kurun waktu 1957-1977.
            Tahun 1978, Ian Emti (Ir H Daliansyah MT) memecahkan kevakuman itu dengan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah. Sebelum diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif, Ian Emti dengan novel ini berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama dalam sayembara penulisan novel yang diselenggarakan oleh penerbit Cypres Jakarta.
            Berkat prestasinya itu, Penerbit Cypres Jakarta tidak hanya menerbitkan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah, tetapi juga menerbitkan 2 judul novelnya yang lain, yakni Perawan Tapi Hamil, dan Insan-Insan Pop.
            Tahun 2011, terbetik berita ada wacana untuk menjadikan lomba menulis novel sebagai salah satu agenda lomba dalam Aruh Sastra Kalimnatan Selatan pada tahun-tahun mendatang. Wacana ini kukira sangat konstruktif sebagai upaya kita bersama untuk memberikan wadah berekspresi yang kondusif bagi para penulis novel Kalsel yang diam-diam ternyata cukup banyak juga jumlahnya, dan beberapa diantaranya sudah pula menunjukkan prestasi yang sangat membanggakan.
            Paling akhir, sebagai penutup tulisan ini izinkan aku berharap, semoga dimasa-masa yang akan datang semakin banyak lagi sastrawan Kalsel yang  berhasil menerbitkan novelnya. Tidak hanya novel, tetapi juga antologi puisi, antologi cerpen, antologi esai sastra, antologi naskah drama, dan buku-buku teori sastra, serta buku-buku ajar di bidang sastra. Insya Allah.

Bahan Rujukan

Aziddin, Yustan.1975. Data Seni Sastra, dimuat dalam laporan Hasil Penelitian dan Kesenian Daerah Kalsel. Banjarmasin : Penerbit Proyek Pengembangan Kesenian Daerah, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan.

Eneste, Pamusuk. 2001. Bibliografi Sastra Indonesia. Magelang : Indonesia Tera

Eneste, Pamusuk.2001. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Ganie, Tajuddin Noor. 2002. Profil Sastrawan Kalsel 1930-1999 : PBSID STKIP PGRI. Skripsi tidak diterbitkan.

Ganie, Tajuddin Noor. 2002. Antologi Biografi 599 Sastrawan Kalsel. Banjarmasin : Rumah Pustaka Karya Sastra Pusat Pengkajian Masalah Sastra Kalimantan Selatan.

Ganie, Tajuddin Noor. 2012. Sejarah Lokal Kesusastraan Indonesia di Kalsel 1930-2011. Banjamasin : Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kalsel.

Hasanuddin WS, 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung : Titian Ilmu. Cetakan II

Mahayana, Maman S. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia : Sebuah Orientasi Kritik. Jakarta : Bening Publishing. Cetakan I

Rampan, Korrie Layun. Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Zaidan, dkk, Abdul Razak. 1994 . Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya. Cetakan I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...