Selasa, 24 Februari 2015

Warna dan Jejak

Rabu, 25 Februari 2015


Oleh : Rezqie Muhammad Al Fajar dan Ali Syamsudin Arsi

Pengantar Diskusi Aruh Sastra Kalimantan Selatan XI, Tapin, 6 Desember 2014

-Ditujukan kepada Ahmadun Yosi Herfanda dan Abidah El Khalieqy
-Tentu kepada yang hadir dalam diskusi sastra hari ini di tempat ini

            Warna, tidak hanya Artum Artha sebagai cikal bakal bermula perkembangan sastra di Kalimantan Selatan pada tahun 1930-an, tentu saja beliau-beliau bersama kawan-kawan. D Zauhidie, Hijaz Yamani, Yustan Aziddin beserta Ajamuddin Tifani, Burhanuddin Soebely, Hamami Adaby, Maman S Tawie, Ahmad Fahrawi, M Rifani Djamhari, Eza Thabry Husano, mereka memang telah pergi tapi perjalanan terus berlanjut hingga Micky Hidayat, Tajuddin Noor Ganie, YS Agus Suseno, Eko Suryadi WS, Jamal T Suryanata, sampai yang berjuluk Penyair Gila Arsyad Indradi ?
            Semua warna meninggalkan jejak begitu pula dengan Aruh Sastra Kalimantan Selatan dari tahun 2004 sampai 2014 ini menjadi sebelas tahun pelaksanaan, tentu memberi warna dan meningkatkan jejak bagi kesastraan Kalimantan Selatan. Kalsel adalah juga bagian kecil dari Kalimantan. Pertanyaannya warna apa sebagai jejak, dibentuk apa sastra Kalimantan dimata terbuka sastra Indonesia ?
            Perkembangan terkini, tiba-tiba kita terhenyak atas kehadiran kembali penulis-penulis gurindam sebagai letup bunga-bunga Raja Ali Haji dari Sumatera. Atau kita juga mempertanyakan dimana warna dan jejaknya, entah hanya sebagai Gumam Asa belaka ?
            Seperti juga kehadiran seorang penyair gila dari Kalimantan Selatan diberbagai acara kegiatan sastra di lokal maupun Indonesia tentu juga memberi warna dan jejak bahwa penyair Kalimantan Selatan penting adanya.
            Korrie Layun Rampan tak hanya menyuguhkan Upacara di hamparan Tanah Huma Hijaz Yamani, D Zauhidie dan Yustan Azidin yang menjadi kebangkitan karya penyair Kalimantan Selatan. Dan tentu karya-karya penyair Kalimantan Selatan lainnya yang tersebar banyak di antologi-antologi sastra Indonesia itu sebagian bukti bahwa penyair Kalimantan Selatan memberi warna disetiap jejaknya bagi sastra Indonesia. Selain itu juga kegiatan-kegiatan sastra yang terus bermunculan diakhir-akhir tahun ini seperti pembacaan puisi disetiap bulannya di Panggung Bundar Minggu Raya, upaya pengunjung Minggu Raya sebagai orang awam dipersilakan membaca puisi dari warung-warung sampai pengunjung kafe itu tidak lain sebagai tujuan mentradisikan pemasyarakatan puisi dan pembacaan puisi atau sastra lebih jauhnya yang membuka pintu cikal bakal warna dan jejak sebuah wadah bernama kota sastra.
            Aruh Sastra Kalimantan Selatan diselenggarakan berurutan digelar di Kandangan (2004), Pagatan (2005), Kotabaru (2006), Amuntai (2007), Paringin (2008), Marabahan (2009), Tanjung (2010), Barabai (2011), Banjarmasin (2012), Banjarbaru (2013), dan selanjutnya di tahun ini adalah Rantau (2014).
            Dari 13 kabupaten / kota semua memiliki penyairnya yang tersebar di kota sampai pelosok Kalimantan Selatan. Dari Batas Laut itu Eko Suryadi WS berteriak, “Laut kami terhampar, pulau-pulau kami tersebar,” ternyata begitu banyak yang dapat kita tuliskan untuk mengubah Kalimantan menjadi lebih baik, Andi Jamaluddin AR AK  begitu dengan angin dan tarian burung-burung lautnya, adalah laut Pagatan sebagai kota Mappanretasi sampai pada bagaimana cara membaca puisinya Fahmi Wahid dan Imam Bukhori yang terus memperjuangkan tanah Kalimantan melalui aksi dan sastra. Sedang Taberi Lipani tidak hanya diam duduk bertadarus rindu pada Helwatin Najwa di Haru Biru-nya Kotabaru, disahut oleh Abdurrahman El-Husaini dengan Do’a Banyu Mata-nya sampai pada Fahrurraji Asmuni dengan Darah Impian-nya dan lihatlah ditangan Lilis MS suluh sastra terus berkobar di Kalimantan Selatan. Pada akhirnya Segalanya Tetap Memberi Makna ditangan Tarman Effendi Tarsyad ada juga Rock Syamsuri, Sandi Firly, Randu Alamsyah, Zulfaisal Putera, Harie Insani Putra, Aliman Syahrani, Tajuddin A Bacco, Tajuddin Noor Ganie, Hasbi Salim sampai pada generasi penerus penyair Kalimantan Selatan Hudan Nur, Kalsum Belgis, Rahmatiah, Rezqie dan yang lainnya. Banyak, sangat banyak bahkan. Hingga dalam catatan Tajuddin Noor Ganie sampai mencapai 500 lebih nama, dan tentu saja akan terus bertambah. Sekarang sebagai Petualang Tanah Kering apa yang bisa kau teriakkan tentang warna, tentang jejak, bahkan tinggal menghitung hari kita akan bertemu di ujung pengembaraan di kota Rantau Kabupaten Tapin ini. Di Penghujung tahun 2014 sebagai pelaksanaan ke XI bernama Aruh Sastra Kalimantan Selatan.
            Perkembangan sastra di Kalsel tidak lepas pula dengan perhatian yang dilakukan oleh pihak-pihak lain diluar kemampaun sastrawannya sendiri. Banyak lembaga, banyak badan, banyak organisasi dan banyak nama yang sangat memperhatikan untuk terus memberikan motivasi, daya rangsang ke arah yang lebih baik. Dan bila dirasa masih kurang maka akan lebih baik semoga ditahun-tahun mendatang, semua tetap memiliki harapan dan semua orang boleh saja berharap karena semua orang tetap akan memperhatikan. Tahun ini mengusung tema : Membuka Cakrawala, Menyentuh Fitrah Manusia, Kalimantan di Mata Sastra Indonesia.
            Tujuan Aruh Sastra Kalimatan Selatan :
1.Membentuk silaturrahmi seluruh sastrawan sampai penggiat seni yang berada atau berdomisili di Provinsi Kalimantan Selatan.
2.Dari 13 kabupaten / kota secara bergiliran menyelenggarakan Aruh Sastra Kalimantan Selatan setiap tahunnya dan dari 13 kabupaten / kota sudah 11 kali penyelenggaraan, hingga akhirnya memberikan penguatan agar tahun-tahun selanjutnya tetap dilaksakanan pada putaran kedua.
3.Selalu mengupayakan, menghimpun, dan menerbitkan karya sastra para penulis Kalsel.
4.Selalu berupaya memperkenalkan diri dan karyanya ke sekolah-sekolah.
5.Memotivasi agar sastra tumbuh dan berkembang di Kalsel.
6.Sebagai sumbangsih budaya dan peradaban bahwa sastra penting adanya, karena sastra sebenarnya mampu membuka wawasan, daya pikir, sikap dan karakter bagi masyarakat melalui apresiasi dan penghargaan terhadap penulis dan karya sastra itu sendiri.



Bigg Caffe Banjarbaru, 11 November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...