Senin, 03 Oktober 2016

Pelita di Pesisir Kota Delta

Senin, 3 Oktober 2016


Oleh : Runik Sri Astuti

Dusun Pucukan, Kelurahan Gebang, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, adalah kawasan pesisir yang terisolasi. Anak-anak di daerah itu sulit mengakses pendidikan.

Dengan modal terbatas, Suhartatik (31) menjalankan pendidikan untuk anak usia dini, mendirikan Taman Pendidikan Qur'an, serta membantu mengajar di sekolah dasar. Semua dilakukan secara ikhlas.

Pertengahan Agustus lalu, Suhartatik tengah asyik mendidik anak-anak di kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Creative School di Dusun Pucukan. Bocah-bocah itu bertingkah lucu dan menggemaskan, kadang merajuk tiba-tiba. Dengan sabar, dia membimbing mereka sembari menyampaikan pelajaran lewat lagu dan permainan seru.

Seusai mengajar, Suhartatik bergegas membersihkan ruang kelas yang masih menumpang di SDN Gebang II. Sebagai guru tunggal sekaligus pengelola PAUD, dia mengurus semuanya: melipat meja belajar, menggulung tikar, dan menyapu ruangan hingga bersih dari remah-remah sisa jajanan.

Seraya mengasuh putri bungsunya, Siva (2), Suhartatik melanjutkan pekerjaan dengan memeriksa urusan administrasi SDN Gebang II. Hari itu dia tak perlu membantu mengajar di sekolah dasar itu. Selain jajaran guru banyak yang masuk, di sekolah juga tengah kedatangan mahasiswa yang membantu mengajar.

"Biasanya saya membantu mengajar murid sekolah dasar. Bahkan, kalau hari Jumat atau saat para guru mengikuti pelatihan di kota (ibu kota kabupaten), saya mengajar sendirian," ujar perempuan yang berstatus sukarelawan di bagian tata usaha SDN Gebang II.

Suhartatik menjadi orang terakhir yang meninggalkan sekolah. Itu dia lakoni sejak menjadi tukang kebun sekolah pada 2007 hingga bertugas di bagian tata usaha merangkap guru bantu sekarang ini.

Dia harus membereskan kelas, membersihkan ruang, serta mengurus administrasi murid dan guru. Rata-rata pukul 13.00, dia baru beranjak pulang ke rumahnya yang berjarak sekitar 500 meter dari sekolah.

Saat matahari mulai condong ke barat, Suhartatik kembali bersiap. Kali ini dia harus membimbing sekitar 27 murid yang tengah belajar membaca Al Quran dan ilmu agama. Bekalnya tak lain pelajaran yang diterima semasa duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto.

"Saya tak pernah bermimpi menjadi guru. Waktu kecil dulu, cita-cita saya ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Sampai sekarang saya masih tak percaya bisa menjadi guru," ujar Suhartatik yang mengawali mengajar dengan modal pendidikan setara sekolah menengah pertama.

Titik balik
Petualangan Suhartatik di dunia pendidikan sejatinya tak pernah direncanakan. Lulus madrasah di kampung halamannya di Kabupaten Mojokerto, dia langsung dinikahkan dengan Mulyono, nelayan tradisional dari warga Dusun Pucukan. Seperti lazimnya pengantin baru, dia menurut saat diboyong ke kampung halaman suami.

Dusun Pucukan berada di Teluk Permisan, di pesisir utara Kabupaten Sidoarjo. Kawasan ini termasuk delta atau daratan di antara Sungai Porong dan Sungai Kalimas yang bermuara di Selat Madura. Sebagian besar penduduk di sini adalah nelayan atau pekerja tambak.

Awal tinggal di kampung yang terisolasi di ujung tambak, Suhartatik hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hingga suatu hari, Kepala SDN II Gebang Suwarno (almarhum) datang mencari anak muda lulusan SMA untuk membantu menjaga sekolah. Saat itu, ia tahu dirinya menjadi satu-satunya warga Dusun Pucukan yang berpendidikan paling tinggi.

Singkat cerita, Suhartik mengambil kesempatan itu dengan niat membantu. Ia menjadi tukang kebun dengan honor Rp 100.000 per bulan. Dia tak pernah mengeluh selama mengurus sekolah dan membantu mengajar anak-anak. Suwarno lantas mengajaknya mendirikan PAUD setelah prihatin melihat banyak anak kecil tidak sekolah.

Suhartatik
Lahir:
Mojokerto, 1 Agustus 1985
Suami:
Mulyono (33)
Anak:
Anis Fitria (12), Siva (2)
Pendidikan:
SDN Wonoploso, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto
Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum, Kecamatan Gondang
Pendidikan Kesetaraan Kejar Paket C di SMEA Angkasa Kabupaten Sidoarjo
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Terbuka Surabaya di Sidoarjo (S-1)

Gayung bersambut. Tanpa meninggalkan pekerjaan sebagai tukang kebun, Suhartatik menerima tawaran mengurus dan mengajar PAUD meski tanpa imbalan. Pada 2011, dia tergerak mengambil Kejar Paket C (setara SMA) di ibu kota Kabupaten Sidoarjo. Langkah itu ditempuh demi meningkatkan taraf pendidikan serta menambah pengetahuan.

Pendidikan kesetaraan itu menjadi bagian dari pusat kegiatan belajar masyarakat. Kegiatan belajar diadakan tiga kali atau tiga hari setiap pekan, selama setahun, berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00.

Di sinilah kegigihan Suhartatik diuji. Sebab, dia harus menempuh perjalanan melalui jalan setapak pematang tambak tanpa penerangan sejauh sekitar 20 kilometer. Jika ditempuh dengan sepeda motor, perlu waktu 1 jam-1,5 jam. Saat hujan, jalanan becek, berlumpur, dan tak bisa dilewati.

"Saya bersyukur suami mendukung penuh dan bersedia mengantar ke sekolah meski capek sepulang melaut. Saat hujan, saya harus naik perahu menyusuri sungai," ujar Suhartatik yang membiayai pendidikannya dengan honor tukang kebun.

Rampung mengikuti Kejar Paket C, dia termotivasi untuk melanjutkan kuliah jurusan pendidikan guru PAUD. Namun, karena kesibukan mengajar di PAUD, mengurus SD, dan Taman Pendidikan Quran, ia mengambil kuliah jarak jauh yang diselenggarakan universitas swasta di Sidoarjo.

Selama kuliah, dia kerap berutang kepada guru-guru di SDN II Gebang. Suaminya pun turut bekerja keras demi mendapatkan tambahan biaya kuliah. Berkat kegigihan dan keuletannya, ia dapat menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) selama 4,5 tahun.

Seiring dengan semakin menumpuknya pekerjaan Suhartatik, Mulyono akhirnya turun tangan membantu mengurus sekolah. Dia menggantikan posisi istrinya sebagai tukang kebun. Mereka pun bekerja bahu-membahu dan berjuang bersama menghidupkan lembaga pendidikan yang menjadi pelita bagi masyarakat pesisir di Dusun Pucukan.

Sempat risau
Demi menjaga nyala pelita itu, Suhartatik dan Mulyono tak pernah menghitung tenaga atau harta dan benda yang dicurahkan. Sebaliknya, mereka mengaku bahagia di tengah kehidupan bersahaja tanpa mengeluh. Hanya uluran bantuan yang tak mengikat yang diterimanya.

Mereka sempat risau ketika putri pertama mereka, Anis Fitria (12), harus melanjutkan pendidikan setara SMP. Sebab, sekolah itu bertempat di kawasan perkotaan yang berjarak puluhan kilometer dari Dusun Pucukan.

"Bersyukur, ada yang menyekolahkan anak saya. Bahkan, selain sekolahnya gratis, biaya hidup selama di sana juga ditanggung. Sekarang saya merasa tenang dan bisa fokus mengembangkan pendidikan di sini," ucap Suhartatik menahan haru.

Selama mengabdi sebagai guru, ia mengatakan mendapat banyak pertolongan tak terduga. Hal itu membuatnya tak pernah merasa lelah kendati sebagian besar waktunya tersita untuk mencerdaskan generasi bangsa. Sebaliknya, mengajar telah menjadi "candu" yang membuatnya selalu merasa rindu untuk bertemu anak-anak didiknya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pintu Barat 1 Stadion 2 Desember Ganda Kandangan HSS

 Sabtu, 27 September 2025 Pintu Barat 1 Stadion 2 Desember Ganda Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), pada hari Rabu (03/09/2025)...