Sabtu, 15 Oktober 2016

Petani Bakau dari Kampung Tsunami

Sabtu, 15 Oktober 2016




Oleh : Zulkarnaini

Saat tsunami melanda pesisir Aceh pada 26 Desember 2004, Desa Lam Ujong, Baitussalam, Aceh Besar, luluh lantak. Selain merenggut korban jiwa, puluhan hektar tambak dan lahan bakau atau mangrove juga musnah.

Menyaksikan lahan bakau rusak, Azhar Idris (51), seorang petani tambak, bergerak untuk menanamnya kembali. Kini, tidak kurang dari 50 hektar telah dia tanami bakau.

Azhar lahir dan tumbuh di Lam Ujong. Desa ini berjarak 2 kilometer dari pantai atau sekitar 10 kilometer dari Banda Aceh. Saat tsunami menggulung kampung, Azhar bersama anak dan istrinya selamat. Namun, 10 anggota keluarga besarnya, termasuk ibunya, meninggal.

Rumah yang dibangun dengan jerih payah hancur. Tambak yang jadi satu-satunya tempat dia bergantung hidup juga rusak. Azhar memboyong anak dan istri ke barak pengungsi.

"Kampung benar-benar hancur. Tambak dan tanaman bakau tidak ada lagi. Saya berpikir, bakau harus ditanam kembali agar tidak terjadi abrasi dan banjir saat pasang," kata Azhar saat ditemui di lahan bakau, akhir September lalu.

Setelah 12 tahun musibah itu berlalu, gerakan yang dirintis Azhar kini memberi dampak. Manfaat tanaman bakau mulai dirasakan warga. Selain menahan tambak dari abrasi saat air pasang, bakau juga memberikan rezeki bagi perempuan pencari tiram.

"Pada akar bakau, terdapat banyak tiram. Ibu-ibu di sini banyak yang bekerja mencari tiram. Secara tidak langsung, bakau telah meningkatkan pendapatan mereka," ujarnya.

Selain itu, populasi ikan di sungai dekat tambak juga kian bertambah. "Hasil panen tambak juga membaik."

Sore itu, angin bertiup pelan. Suara burung kuntul terdengar di antara bunyi gemeresik daun bakau dan kecipak air di kanal tambak. Azhar mengajak mengitari tambak. Deretan pohon bakau tumbuh subur di tengah dan di pematang tambak. Sinar matahari mengintip malu di balik lebatnya daun-daun bakau.

Bergerak sendiri
Saat tinggal di barak pengungsi, Azhar kerap gelisah. Meski mendapat banyak bantuan, seperti makanan, pakaian, dan biaya hidup, dia tetap merasa ada yang kurang. Ada kerinduan pada suasana seperti dulu. Dia ingin menata kembali kehidupan dengan jerih payah sendiri.

Dari barak pengungsian, tiga hari sekali Azhar pulang ke kampung. Dengan menenteng karung bekas, dia berjalan meniti pematang tambak yang hancur. Di bawah terik matahari, ia memungut buah bakau sisa amukan tsunami.

Azhar Idris
Lahir:
Lam Ujong, 1 Juli 1965
Pendidikan:
Sekolah dasar
Pekerjaan:
Petani tambak
Organisasi:
Ketua Kelompok Bangka Lam Ujong
Penghargaan:
Duta Lingkungan WWF 2008
Pembawa api Olimpiade Beijing 2008
Istri:
Nurbayani
Anak:
Zulkiram
Intan Nasrah
Nadiatun Nisa

"Saat itu, tambak yang rusak direhab Bank Dunia. Namun, belum ada lembaga yang peduli pada kerusakan bakau. Kalau saya tidak menanam, takutnya nanti bakau di sini tidak ada lagi sama sekali," ujarnya.

Buah bakau itu ditanam di lahan bekas tambak untuk dijadikan bibit. Dalam tiga bulan, 30.000 buah bakau berhasil disemai. Bibit tersebut kemudian dia tanam di tambak-tambak warga. Azhar menjumpai pemilik tambak untuk meminta izin menanam bakau di tambak mereka.

"Tidak ada yang menolak, bahkan mereka senang tambaknya ditanami bakau. Dengan ada bakau, kebersihan air terjaga. Ikan dan udang punya tempat berlindung," ucap Azhar.

Pekerjaan Azhar mencari buah bakau sempat ditentang istrinya, Nurbayani. "Saya dibilang sudah gila. Orang lain mencari uang, saya malah cari buah bakau," katanya tertawa.

Ia tidak peduli cemooh itu. Malah tumbuh keyakinan dalam dirinya, jalan yang dia tempuh membawa kebaikan untuk dirinya dan banyak orang.

Azhar sudah akrab dengan bakau sejak kecil. Orangtuanya adalah petani tambak garapan. Karena keterbatasan biaya, dia hanya disekolahkan sampai sekolah dasar. Sejak remaja, ia terbiasa membantu ayahnya mengelola tambak dan menanam bakau.

"Dari ayah saya belajar tentang manfaat bakau untuk tambak. Sejak remaja, saya memang sudah terbiasa menanam bakau," ujarnya.

Dukungan
Ketekunan Azhar akhirnya memperoleh dukungan lebih besar. Pertengahan 2005, ia didatangi aktivis lingkungan dari Wetlands, lembaga swadaya masyarakat. Gayung bersambut. Wetlands memiliki program rehabilitasi bakau di wilayah bekas tsunami. Wetlands bermitra dengan World Wildlife Fund (WWF).

Bibit bakau milik Azhar dibeli oleh Wetlands dengan harga Rp 3.500 per batang. Lembaga ini juga memberi biaya penanaman dan perawatan.

"Alhamdulillah, saya dapat uang dari penjualan bibit bakau sebesar Rp 45 juta. Dengan uang itu, langsung saya beli sepeda motor," katanya. Mulai saat itu, sang istri tidak lagi meledek pekerjaannya. Bahkan, kini istrinya juga ikut menanam bakau.

Saat tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, ribuan hektar hutan bakau rusak. Salah satunya terdapat di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Namun, kerusakan hutan bakau di Lam Ujong telah membangkitkan kepedulian Azhar Idris petani tambak untuk menanam kembali.

Mendapatkan dukungan dari Wetlands, Azhar kian bersemangat. Dulu dia bekerja seorang diri dan tidak berani mengajak warga karena tidak punya biaya. Namun, dengan diberikan biaya perawatan oleh Wetlands, ia melibatkan warga untuk menanam dan merawat bakau.

Sebanyak 20 warga bergabung, membentuk Kelompok Bangka Lam Ujong. Azhar diangkat sebagai ketua kelompok. Tambak-tambak dan rawa di Lam Ujong ditanami bakau. Kini tidak kurang dari 50 hektar lahan telah ditanami bakau.

Berdiri di ujung kampung, deretan pohon bakau meneduhkan pandangan. Bersama matahari tenggelam, ratusan burung kuntul hinggap di dahan-dahan. "Sepuluh tahun lagi, pohon bakau ini akan tumbuh besar, pemandangannya pasti lebih indah," ucap Azhar.

Menebar semangat
Dalam beberapa tahun terakhir, Lam Ujong sering dikunjungi mahasiswa dan peneliti. Mereka datang untuk belajar cara merawat bakau. Nama-nama pengunjung dicatat dengan rapi di buku tamu. Beberapa tamu tercatat dari India, Thailand, dan Amerika Serikat.

Meski hanya menamatkan sekolah dasar, ia tidak minder menjelaskan cara merawat dan manfaat bakau kepada mahasiswa. "Saya jelaskan apa yang saya tahu. Kita tidak boleh pelit dengan ilmu."
Azhar juga sering diundang menjadi pembicara pada diskusi-diskusi budidaya bakau dan menjadi instruktur kegiatan penanaman bakau. Beberapa kelompok petani bakau turut dia dampingi.

Kegiatan tersebut untuk menebar semangat kepada banyak orang agar peduli pada bakau. "Saya bahagia jika ada orang yang datang ke sini untuk melihat-lihat hutan bakau. Mungkin hanya ini yang bisa saya berikan untuk orang lain," kata Azhar.

Kegiatan merawat bakau murni dia lakukan untuk menjaga lingkungan. Kebutuhan hidup masih bisa dipenuhi dari hasil tambak, ladang garam, dan menanam palawija.

Azhar bertekad tak akan berhenti menanam bakau, bahkan ingin menanam ke daerah-daerah lain, seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Tingkat kerusakan lahan bakau di tiga kabupaten itu cukup tinggi. Selain akibat tsunami, sebagian pohon bakau ditebang untuk dijadikan bahan baku arang.

"Saya sudah menyiapkan bibit sekitar 500.000 batang. Jika ada lembaga yang mau membantu, bibit itu bisa ditanam," ujar Azhar semangat.

Atas kerja menjaga lingkungan, Azhar mendapat penghargaan sebagai duta lingkungan dari WWF pada 2008. Ia juga terpilih sebagai salah satu pembawa api Olimpiade Beijing 2008 bersama tokoh lingkungan nasional Emil Salim.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aktivitas Selama di Aceh

 Sabtu, 23 November 2024 Dari Diary Akhmad Husaini, Ahad (21/08/2022)  Semua akan abadi setelah diposting Dugal ke blog pribadi, tentu denga...