Oleh
: Zulkarnaini
Saat tsunami melanda pesisir Aceh pada
26 Desember 2004, Desa Lam Ujong, Baitussalam, Aceh Besar, luluh lantak. Selain
merenggut korban jiwa, puluhan hektar tambak dan lahan bakau atau mangrove juga
musnah.
Menyaksikan lahan bakau rusak, Azhar
Idris (51), seorang petani tambak, bergerak untuk menanamnya kembali. Kini,
tidak kurang dari 50 hektar telah dia tanami bakau.
Azhar lahir dan tumbuh di Lam Ujong.
Desa ini berjarak 2 kilometer dari pantai atau sekitar 10 kilometer dari Banda
Aceh. Saat tsunami menggulung kampung, Azhar bersama anak dan istrinya selamat.
Namun, 10 anggota keluarga besarnya, termasuk ibunya, meninggal.
Rumah yang dibangun dengan jerih payah
hancur. Tambak yang jadi satu-satunya tempat dia bergantung hidup juga rusak.
Azhar memboyong anak dan istri ke barak pengungsi.
"Kampung benar-benar hancur. Tambak
dan tanaman bakau tidak ada lagi. Saya berpikir, bakau harus ditanam kembali
agar tidak terjadi abrasi dan banjir saat pasang," kata Azhar saat ditemui
di lahan bakau, akhir September lalu.
Setelah 12 tahun musibah itu berlalu,
gerakan yang dirintis Azhar kini memberi dampak. Manfaat tanaman bakau mulai
dirasakan warga. Selain menahan tambak dari abrasi saat air pasang, bakau juga
memberikan rezeki bagi perempuan pencari tiram.
"Pada akar bakau, terdapat banyak
tiram. Ibu-ibu di sini banyak yang bekerja mencari tiram. Secara tidak
langsung, bakau telah meningkatkan pendapatan mereka," ujarnya.
Selain itu, populasi ikan di sungai
dekat tambak juga kian bertambah. "Hasil panen tambak juga membaik."
Sore itu, angin bertiup pelan. Suara
burung kuntul terdengar di antara bunyi gemeresik daun bakau dan kecipak air di
kanal tambak. Azhar mengajak mengitari tambak. Deretan pohon bakau tumbuh subur
di tengah dan di pematang tambak. Sinar matahari mengintip malu di balik
lebatnya daun-daun bakau.
Bergerak
sendiri
Saat tinggal di barak pengungsi, Azhar
kerap gelisah. Meski mendapat banyak bantuan, seperti makanan, pakaian, dan
biaya hidup, dia tetap merasa ada yang kurang. Ada kerinduan pada suasana
seperti dulu. Dia ingin menata kembali kehidupan dengan jerih payah sendiri.
Dari barak pengungsian, tiga hari sekali
Azhar pulang ke kampung. Dengan menenteng karung bekas, dia berjalan meniti
pematang tambak yang hancur. Di bawah terik matahari, ia memungut buah bakau
sisa amukan tsunami.
Azhar
Idris
Lahir:
Lam Ujong, 1 Juli 1965
Pendidikan:
Sekolah dasar
Pekerjaan:
Petani tambak
Organisasi:
Ketua Kelompok Bangka Lam Ujong
Penghargaan:
Duta Lingkungan WWF 2008
Pembawa api Olimpiade Beijing 2008
Istri:
Nurbayani
Anak:
Zulkiram
Intan Nasrah
Nadiatun Nisa
"Saat itu, tambak yang rusak
direhab Bank Dunia. Namun, belum ada lembaga yang peduli pada kerusakan bakau.
Kalau saya tidak menanam, takutnya nanti bakau di sini tidak ada lagi sama
sekali," ujarnya.
Buah bakau itu ditanam di lahan bekas
tambak untuk dijadikan bibit. Dalam tiga bulan, 30.000 buah bakau berhasil
disemai. Bibit tersebut kemudian dia tanam di tambak-tambak warga. Azhar
menjumpai pemilik tambak untuk meminta izin menanam bakau di tambak mereka.
"Tidak ada yang menolak, bahkan
mereka senang tambaknya ditanami bakau. Dengan ada bakau, kebersihan air
terjaga. Ikan dan udang punya tempat berlindung," ucap Azhar.
Pekerjaan Azhar mencari buah bakau
sempat ditentang istrinya, Nurbayani. "Saya dibilang sudah gila. Orang
lain mencari uang, saya malah cari buah bakau," katanya tertawa.
Ia tidak peduli cemooh itu. Malah tumbuh
keyakinan dalam dirinya, jalan yang dia tempuh membawa kebaikan untuk dirinya
dan banyak orang.
Azhar sudah akrab dengan bakau sejak
kecil. Orangtuanya adalah petani tambak garapan. Karena keterbatasan biaya, dia
hanya disekolahkan sampai sekolah dasar. Sejak remaja, ia terbiasa membantu
ayahnya mengelola tambak dan menanam bakau.
"Dari ayah saya belajar tentang
manfaat bakau untuk tambak. Sejak remaja, saya memang sudah terbiasa menanam
bakau," ujarnya.
Dukungan
Ketekunan Azhar akhirnya memperoleh
dukungan lebih besar. Pertengahan 2005, ia didatangi aktivis lingkungan dari
Wetlands, lembaga swadaya masyarakat. Gayung bersambut. Wetlands memiliki
program rehabilitasi bakau di wilayah bekas tsunami. Wetlands bermitra dengan
World Wildlife Fund (WWF).
Bibit bakau milik Azhar dibeli oleh
Wetlands dengan harga Rp 3.500 per batang. Lembaga ini juga memberi biaya
penanaman dan perawatan.
"Alhamdulillah, saya dapat uang
dari penjualan bibit bakau sebesar Rp 45 juta. Dengan uang itu, langsung saya
beli sepeda motor," katanya. Mulai saat itu, sang istri tidak lagi meledek
pekerjaannya. Bahkan, kini istrinya juga ikut menanam bakau.
Saat tsunami melanda Aceh pada 26
Desember 2004, ribuan hektar hutan bakau rusak. Salah satunya terdapat di Desa
Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Namun, kerusakan hutan bakau di
Lam Ujong telah membangkitkan kepedulian Azhar Idris petani tambak untuk menanam
kembali.
Mendapatkan dukungan dari Wetlands,
Azhar kian bersemangat. Dulu dia bekerja seorang diri dan tidak berani mengajak
warga karena tidak punya biaya. Namun, dengan diberikan biaya perawatan oleh
Wetlands, ia melibatkan warga untuk menanam dan merawat bakau.
Sebanyak 20 warga bergabung, membentuk
Kelompok Bangka Lam Ujong. Azhar diangkat sebagai ketua kelompok. Tambak-tambak
dan rawa di Lam Ujong ditanami bakau. Kini tidak kurang dari 50 hektar lahan
telah ditanami bakau.
Berdiri di ujung kampung, deretan pohon
bakau meneduhkan pandangan. Bersama matahari tenggelam, ratusan burung kuntul
hinggap di dahan-dahan. "Sepuluh tahun lagi, pohon bakau ini akan tumbuh
besar, pemandangannya pasti lebih indah," ucap Azhar.
Menebar
semangat
Dalam beberapa tahun terakhir, Lam Ujong
sering dikunjungi mahasiswa dan peneliti. Mereka datang untuk belajar cara
merawat bakau. Nama-nama pengunjung dicatat dengan rapi di buku tamu. Beberapa
tamu tercatat dari India, Thailand, dan Amerika Serikat.
Meski hanya menamatkan sekolah dasar, ia
tidak minder menjelaskan cara merawat dan manfaat bakau kepada mahasiswa.
"Saya jelaskan apa yang saya tahu. Kita tidak boleh pelit dengan
ilmu."
Azhar juga sering diundang menjadi
pembicara pada diskusi-diskusi budidaya bakau dan menjadi instruktur kegiatan
penanaman bakau. Beberapa kelompok petani bakau turut dia dampingi.
Kegiatan tersebut untuk menebar semangat
kepada banyak orang agar peduli pada bakau. "Saya bahagia jika ada orang
yang datang ke sini untuk melihat-lihat hutan bakau. Mungkin hanya ini yang
bisa saya berikan untuk orang lain," kata Azhar.
Kegiatan merawat bakau murni dia lakukan
untuk menjaga lingkungan. Kebutuhan hidup masih bisa dipenuhi dari hasil
tambak, ladang garam, dan menanam palawija.
Azhar bertekad tak akan berhenti menanam
bakau, bahkan ingin menanam ke daerah-daerah lain, seperti Aceh Jaya, Aceh
Barat, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Tingkat kerusakan lahan bakau di tiga
kabupaten itu cukup tinggi. Selain akibat tsunami, sebagian pohon bakau
ditebang untuk dijadikan bahan baku arang.
"Saya sudah menyiapkan bibit
sekitar 500.000 batang. Jika ada lembaga yang mau membantu, bibit itu bisa
ditanam," ujar Azhar semangat.
Atas kerja menjaga lingkungan, Azhar
mendapat penghargaan sebagai duta lingkungan dari WWF pada 2008. Ia juga
terpilih sebagai salah satu pembawa api Olimpiade Beijing 2008 bersama tokoh
lingkungan nasional Emil Salim.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar