MINGGU, 4 AGUSTUS 2013
Dulu ada dua orang laki-laki muda yang berteman cukup akrab. Seperti bersaudara saja lantaran cukup akrab sekali.
Yang pertama dipanggil dengan Si Picak, lantaran matanya buta atau
tidak melihat. Tapi, walaupun buta pendengarannya masih normal.
Peribahasanya, cecak berjalan didinding pun masih mendengar. Selain itu
ia baik hati dan tidak pemarah.
Yang kedua dipanggil si Bungkuk,
lantaran belakang tubuhnya bungkuk. Si Bungkuk ini hatinya tidak baik,
dia sering menculasi teman.
Walaupun kedua orang itu berbeda
sifat, namun mereka tetap berteman. Kalau yang seorang pergi yang
seorang mengikuti. Jadi keduanya tidak saling berpisah.
Waktu itu
setelah Isya, Haji Abul mengundang selamatan di rumahnya. Si Picak dan
si Bungkuk diundang juga, datang ke rumah Haji Abul, duduk berdampingan.
Setelah membaca do’a selamat undangan disuguhi nasi dengan gangan
waluh, ikannya haruan babanam.
Semua undangan mulai makan, muncul
kelakuan curang si Bungkuk. Diambilnya ikan si Picak, lalu digantinya
dengan labu, si Picak tidak tahu dikiranya tidak ada ikannya.
Si Picak mengambil ke piring sayuran ada labunya. Lalu dia mengambil ke piring ikan, ada lagi labunya. Si Picak ngomel :
“ Sungguh terlalu sekali Haji Abul ini. Aku cuma dapat labu terus !”
“ Sssst diam saja kamu. Jangan mengomel. Kalau kedengaran Haji Abul
kamu tidak diundangnya lagi nanti,” ujar si Bungkuk memberitahu.
Padahal dia yang curang menukar ikan si Picak dengan labunya. Tapi ada
juga waktunya si Bungkuk kekalahan dengan si Picak. Yang berdua itu
menyeberang sungai, terpaksa si Bungkuk menggendong si Picak.
“ Sudah nasibku Cak ai, dimana badanku bungkuk lalu menggendong kamu lagi. Maka tubuh kamu sangat berat,” ujar si Bungkuk.
“ Berdiamlah kamu ! Nanti balasannya kamu akan kuberi buah anggur.” Si
Picak tertawa keenakan digendong. Si Bungkuk ikut juga tertawa bergelak.
Waktu itu hari Ahad, Si Bungkuk mengajak si Picak pergi berburu kancil
di hutan. Jaraknya dekat saja, tapi disana banyak kancilnya.
Kenapa memilih waktu hari Ahad pergi berburu ? Karena Tuhan yang membuat
dunia dan segala isinya hari Ahad, jadi baik pergi berburu hari itu.
Si Picak, biara dia tidak melihat tapi cukup tajam pandangannya. Dia
sudah kenal bunyi gemerisik kaki kancil dihutan atau bunyi kaki
menjangan.
Si Bungkuk membawa tombak dan parang panjang. Si Picak
membawa perangkap dan lunta. Sampai di hutan lalu dipasangnya
perangkap, lalu keduanya bersembunyi di bawah pohon kariwaya. Tidak lama
benar juga disana seekor pelanduk melangkah mendekati perangkap.
“ Ada suara gemerisik kaki pelanduk,” ujar si Picak membisiki si
Bungkuk. Lalu si Bungkuk memunculkan kepalanya mengamati. Benar juga,
pelanduk itu berjalan menuju perangkap.
“ Kenaaaa...” ujar si Bungkuk berteriak.
Si Picak cepat menyergap dengan lunta, lalu terkurunglah pelanduk itu tidak bergerak lagi dipeluk si Picak.
Keduanya pulang ke rumah membawa pelanduk hasil buruan langsung
disembelih, dibagi dua samarata. Si Picak memasaknya sendiri. Walaupun
buta, tapi ia pintar memasak.
“ Kamu masak apa pelanduk itu ?” ujar si Bungkuk.
“ Panggang, sambal kacang. Kamu ?”
“ Bistik,” sahut si Bungkuk.
Setelah masak yang berdua itu makan bersama duduk berdampingan di
belakang rumah. Si Bungkuk merasai sayur bistiknya terasa ganyau, dia
kebanyakan air. Pelanduk panggang milik si Picak baunya menebar
kemana-mana.
“ Ikut dong aku merasai masakanmu,” ujar si Bungkuk.
Si Picak yang baik hati itu lalu member si Bungkuk sepotong pelanduk panggang.
“ Enak sekali masakan kamu,” ujar si Bungkuk.
Muncul lagi sifat jeleknya si Bungkuk. Lalu ditukarnya kembali ikan si Picak dengan tulangnya.
“ Kenapa daging pelanduk panggangku tulang semua?” Tanya si Picak.
“Kamu terlalu kering memanggang, jadi dagingnya habis dimakan api,” ujar si Bungkuk.
Si Picak merasa lama sekali tidak makan daging pelanduk, dengan kuat
menggigit tulang apa yang ada. Sampai matanya terbelalak. Hingga bias
melihat.
“ Aku bias melihat !” ujar si Picak berteriak dengan nyaringnya.
Waktu itu dilihatnya didepannya terkumpul tulang, tapi dihadapan si
Bungkuk terkumpul dagingnya saja. Lalu timbul rasa marahnya dengan si
Bungkuk yang mencurangi dirinya.
Cepat si Picak mengambil tulang
paha pelanduk yang besar itu, lalu dipukulkannya dengan sekuat tenaga ke
belakang tubuh si Bungkuk. Si Bungkuk berteriak kesakitan dipukuli si
Picak, pas bungkuknya itu menjadi hilang.
Si Bungkuk yang merasa bungkuknya hilang, lalu berteriak dengan nyaring.
“ Bungkuk ku hilang ! Belakang tubuhku baik kembali.”
Si Picak sadar, dia tidak buta lagi. Begitu juga dengan si Bungkuk,
sadar juga belakangnya rata tidak bungkuk lagi. Dua sahabat itu
berpelukan karena senang, mereka bermaafan karena sama-sama merasa
bersalah, namun mereka mendapat rahmat Tuhan. Keduanya pun berjanji
makin lebih baik lagi berteman, saling bantu-membantu sampai kapanpun
dan dimanapun.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saat Hujan Turun di Sekitaran MTsN 3 HSS
Sabtu, 23 November 2024 Saat hujan turun di sekitaran Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa ...
-
Rabu, 26 Maret 2014 Plang penunjuk Makam Datu Taniran Desa Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. HSS Lokasi Makam D...
-
Sabtu, 30 Maret 2013 Selain ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya Kandangan, sejurus tentu terbayang kes...
Makasih banar atas penelitiannya 😁
BalasHapusHiih sama sama 😉
Hapus