Sabtu, 03 Agustus 2013

SI PICAK DAN SI BUNGKUK

MINGGU, 4 AGUSTUS 2013


    Dulu ada dua orang laki-laki muda yang berteman cukup akrab. Seperti bersaudara saja lantaran cukup akrab sekali.
    Yang pertama dipanggil dengan Si Picak, lantaran matanya buta atau tidak melihat. Tapi, walaupun buta pendengarannya masih normal. Peribahasanya, cecak berjalan didinding pun masih mendengar. Selain itu ia baik hati dan tidak pemarah.
    Yang kedua dipanggil si Bungkuk, lantaran belakang tubuhnya bungkuk. Si Bungkuk ini hatinya tidak baik, dia sering menculasi teman.
    Walaupun kedua orang itu berbeda sifat, namun mereka tetap berteman. Kalau yang seorang pergi yang seorang mengikuti. Jadi keduanya tidak saling berpisah.
    Waktu itu setelah Isya, Haji Abul mengundang selamatan di rumahnya. Si Picak dan si Bungkuk diundang juga, datang ke rumah Haji Abul, duduk berdampingan. Setelah membaca do’a selamat undangan disuguhi nasi dengan gangan waluh, ikannya haruan babanam.
    Semua undangan mulai makan, muncul kelakuan curang si Bungkuk. Diambilnya ikan si Picak, lalu digantinya dengan labu, si Picak tidak tahu dikiranya tidak ada ikannya.
    Si Picak mengambil ke piring sayuran ada labunya. Lalu dia mengambil ke piring ikan, ada lagi labunya. Si Picak ngomel :
    “ Sungguh terlalu sekali Haji Abul ini. Aku cuma dapat labu terus !”
    “ Sssst diam saja kamu. Jangan mengomel. Kalau kedengaran Haji Abul kamu tidak diundangnya lagi nanti,” ujar si Bungkuk memberitahu.
    Padahal dia yang curang menukar ikan si Picak dengan labunya. Tapi ada juga waktunya si Bungkuk kekalahan dengan si Picak. Yang berdua itu menyeberang sungai, terpaksa si Bungkuk menggendong si Picak.
    “ Sudah nasibku Cak ai, dimana badanku bungkuk lalu menggendong kamu lagi. Maka tubuh kamu sangat berat,” ujar si Bungkuk.
    “ Berdiamlah kamu ! Nanti balasannya kamu akan kuberi buah anggur.” Si Picak tertawa keenakan digendong. Si Bungkuk ikut juga tertawa bergelak.
    Waktu itu hari Ahad, Si Bungkuk mengajak si Picak pergi berburu kancil di hutan. Jaraknya dekat saja, tapi disana banyak kancilnya.
    Kenapa memilih waktu hari Ahad pergi berburu ? Karena Tuhan yang membuat dunia dan segala isinya hari Ahad, jadi baik pergi berburu hari itu.
    Si Picak, biara dia tidak melihat tapi cukup tajam pandangannya. Dia sudah kenal bunyi gemerisik kaki kancil dihutan atau bunyi kaki menjangan.
    Si Bungkuk membawa tombak dan parang panjang. Si Picak membawa perangkap dan lunta. Sampai di hutan lalu dipasangnya perangkap, lalu keduanya bersembunyi di bawah pohon kariwaya. Tidak lama benar juga disana seekor pelanduk melangkah mendekati perangkap.
    “ Ada suara gemerisik kaki pelanduk,” ujar si Picak membisiki si Bungkuk. Lalu si Bungkuk memunculkan kepalanya mengamati. Benar juga, pelanduk itu berjalan menuju perangkap.
    “ Kenaaaa...” ujar si Bungkuk berteriak.
    Si Picak cepat menyergap dengan lunta, lalu terkurunglah pelanduk itu tidak bergerak lagi dipeluk si Picak.
    Keduanya pulang ke rumah membawa pelanduk hasil buruan langsung disembelih, dibagi dua samarata. Si Picak memasaknya sendiri. Walaupun buta, tapi ia pintar memasak.
    “ Kamu masak apa pelanduk itu ?” ujar si Bungkuk.
    “ Panggang, sambal kacang. Kamu ?”
    “ Bistik,” sahut si Bungkuk.
    Setelah masak yang berdua itu makan bersama duduk berdampingan di belakang rumah. Si Bungkuk merasai sayur bistiknya terasa ganyau, dia kebanyakan air. Pelanduk panggang milik si Picak baunya menebar kemana-mana.
    “ Ikut dong aku merasai masakanmu,” ujar si Bungkuk.
    Si Picak yang baik  hati itu lalu member si Bungkuk sepotong pelanduk panggang.
    “ Enak sekali masakan kamu,” ujar si Bungkuk.
    Muncul lagi sifat jeleknya si Bungkuk. Lalu ditukarnya kembali ikan si Picak dengan tulangnya.
    “ Kenapa daging pelanduk panggangku tulang semua?” Tanya si Picak.
    “Kamu terlalu kering memanggang, jadi dagingnya habis dimakan api,” ujar si Bungkuk.
    Si Picak merasa lama sekali tidak makan daging pelanduk, dengan kuat menggigit tulang apa yang ada. Sampai matanya terbelalak. Hingga bias melihat.
    “ Aku bias melihat !” ujar si Picak berteriak dengan nyaringnya.
    Waktu itu dilihatnya didepannya terkumpul tulang, tapi dihadapan si Bungkuk terkumpul dagingnya saja. Lalu timbul rasa marahnya dengan si Bungkuk yang mencurangi dirinya.
    Cepat si Picak mengambil tulang paha pelanduk yang besar itu, lalu dipukulkannya dengan sekuat tenaga ke belakang tubuh si Bungkuk. Si Bungkuk berteriak kesakitan dipukuli si Picak, pas bungkuknya itu menjadi hilang.
    Si Bungkuk yang merasa bungkuknya hilang, lalu berteriak dengan nyaring.
    “ Bungkuk ku hilang ! Belakang tubuhku baik kembali.”
    Si Picak sadar, dia tidak buta lagi. Begitu juga dengan si Bungkuk, sadar juga belakangnya rata tidak bungkuk lagi. Dua sahabat itu berpelukan karena senang, mereka bermaafan karena sama-sama merasa bersalah, namun mereka mendapat rahmat Tuhan. Keduanya pun berjanji makin lebih baik lagi berteman, saling bantu-membantu sampai kapanpun dan dimanapun.***

2 komentar:

Saat Hujan Turun di Sekitaran MTsN 3 HSS

 Sabtu, 23 November 2024 Saat hujan turun di sekitaran Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa ...