Rumah
di kawasan Cipayung, Depok, Jawa Barat itu terlihat sepi dari depan.
Namun begitu kita masuk ke salah satu ruangan di rumah itu, tampak
sejumlah anak sedang asyik membaca buku di tangan masing-masing.
Begitulah pemandangan setiap hari di Rumah Buku AlyaNayya.
“Awalnya
karena banyak sekali koleksi buku kami di rumah. Rasanya, sayang jika
hanya kami saja yang baca, sementara teman-temanku banyak yang suka baca
tapi orangtua mereka tidak membelikan mereka buku cerita,” tutur Alya
Namira Nasution yang biasa disapa Dinda.
Pada tahun 2010 Dinda pun mendirikan taman bacaan. Saat itu umur Dinda baru 9 tahun dan sudah tertarik menjadi pustawan cilik. “Dari
usulan ayah, bunda dan adik, aku memberi nama perpustakaanku itu Rumah
Buku AlyaNayya, yang merupakan paduan namaku dan adikku, Jingga Nayya.
Awalnya sempat mau diberi nama Buka Buku, tapi kok kurang keren ya,”
jelas putri sulung dua bersaudara pasangan Ade Nur Sa’adah dan Haris
Nasution ini.
Dinda
mengaku untuk mengundang pengunjung ke perpustakaannya banyak dibantu
bundanya. “Bundaku yang selalu manggil anak-anak buat main ke rumahku
untuk pinjam buku. Selain mengajak anak-anak tetangga, bunda juga minta
ke guru sekolahku untuk menyuruh teman-temanku meminjam buku di
rumahku,” jelas Dinda yang bertuga mencatat buku-buku yang dipinjam dan
memeriksa buku di taman bacaannya.
Yang
menarik, untuk membaca buku-buku koleksi di Rumah Buku AlyaNayya ini
tak ada uang administrasi keanggotaan atau sewa buku. “Karena ini taman
bacaan gratis, syarat utamanya hanya kejujuran untuk mengembalikan buku
yang dipinjam. Sayangnya, tidak semua anak bisa ditantang buat berlaku
jujur. Banyak sekali bukuku yang tidak mereka kembalikan. Kalaupun
kembali, buku-buku itu sudah robek atau dicoret-coret,” tutur Dinda yang
juga seorang penulis cilik sejak usia 8 tahun.
Marahkah
Dinda mengetahui bukunya rusak? “Aku tetap senang. Yang penting aku
bisa menularkan virus gemar membaca buat teman-temanku,” jawab Dinda
buru-buru. Agar tak banyak buku yang dicoret pembaca, Dinda pun punya
akal. “Aku membuat pembatas buku yang berisi pesan agar mereka menjaga
buku yang mereka pinjam. Selain itu ya … harus banyak-banyak sabar dan
ikhlas … hehehe.”
Dinda
tak pernah ragu untuk terus menjalankan taman bacaannya karena dukungan
dari orangtuanya. Apakah bentuk dukungannya? “Tentunya dengan menambah
koleksi buku di taman bacaanku. Selain itu, bunda juga sering mengajak
orang-orang untuk meminjam buku, jadinya taman bacaanku itu sering ramai
di kunjungi orang sekitar. Kalau ibu-ibu lain pergi arisan bawa
dagangan, bundaku malah bawa buku buat dipinjami ke anak-anak yang ikut
arisan supaya nggak rewel. Sedangkan Ayah rutin membelikan ensiklopedia
untuk perpustakaanku,” jelas Dinda.
Taman
bacaan AlyaNayya buka pukul sepuluh pagi, tutupnya pukul empat sore.
Biasanya akan ramai pada pukul duabelas hingga pukul dua siang. “Mungkin
karena banyak dari mereka yang sudah pulang sekolah, atau sedang jam
mainnya mereka,” imbuh penulis buku Kecil-Kecil Punya Karya berjudul Eyang Rendra ini.
Untuk jenis buku, berdasarkan data yang dicatat Dinda kebanyakan meminjam novel, buku dongeng, dan juga komik.
Peringkat pertama dalam penerimaan siswa baru di SMP Negeri 1 Depok, dengan NEM 29,15 ini
juga punya cara unik untuk meramaikan taman bacaannya. “Contohnya
seperti lomba menggambar, mewarnai, mengarang, dan lain sebagainya.
Lomba itu tentu saja juga disertai hadiah. Kalau kegiatan lomba membuat
pembatas buku, biasanya hadiah yang di sediakan adalah buku. Jadi,
anak-anak sekitar lebih suka mengikuti kegiatan lomba membuat pembatas
buku itu. Kegatan itu biasanya diadakan kalau uang royaltiku keluar,”
kata penulis cilik yang sudah menerbitkan 13 buku ini.
Sebagai pustakawan cilik, Dinda
menemukan kebahagiaannya sendiri dengan mengurus taman bacaan. “Senang
banget saat melihat banyak pengunjung yang meminjam buku. Soalnya, aku
jadi tahu ternyata mereka juga punya minat baca yang besar, walaupun
kadang-kadang sering asal-asalan merawat buku tersebut,” ucap Dinda.
Namun
di antara kebahagiaannya, pernah terselip kesedihan di hati Dinda saat
menjadi pustakawan cilik. “Aku sering kasihan melihat teman-teman yang
datang meminjam buku ke perpustakaanku. Umumnya mereka itu anak orang
yang ekonominya jauh di atas keluargaku tapi keluarganya tidak merasa
penting membelikan anaknya buku. Padahal anaknya suka sekali membaca
buku. Aku jadi merasa beruntung memiliki orangtua seperti ayah dan
bundaku, meski hidup kami sederhana, tapi orangtuaku memiliki perhatian
yang besar kepada minat anak-anaknya,” jelas Dinda yang memiliki segudang prestasi, diantaranya Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Nasional Kemendikbud, 2011.
Dinda berharap
agar peminjam buku di perpustakaannya mau menambah minat baca mereka,
dan lebih merawat buku-buku tersebut. “Impianku yang lain, semoga
perpustakaanku tambah berkembang, dan koleksinya menjadi lebih banyak,”
harap Dinda yang kini sudah memiliki koleksi 2000-an judul buku.
Semoga impianmu terwujud, Dinda. Teruslah menjadi agen perubahan untuk teman-teman di sekitarmu.(ben/ Foto: dokumen pribadi)
Sumber : Benny Ramdhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar