Selasa, 20 Agustus 2013
LENSA BUPATI YANG MERAKYAT
SELASA, 20 AGUSTUS 2013
Pesta perkawinan Denny Rasulinnor (Deden) di Angkinang Selatan
Pada hari Minggu, 11 Agustus 2013
Tampak Bupati HSS, H Achmad Fikry menghadiri acara tersebut
Akrab
Cengkerama
PEMBERITAHUAN PENTING UNTUK LULUSAN MTsN ANGKINANG TAHUN 2013
SELASA, 20 AGUSTUS 2013
PEMBERITAHUAN PENTING !
Kepada Alumni MTsN Angkinang lulusan tahun 2013 (Tahun Pelajaran 2012/2013) dimana saja berada. Dalam rangka pengisian ijazah dan SKHU asli. Dengan ini kepada kalian semua untuk mengumpul fotocopy SKHU sementara yang sudah dibagikan sebelumnya sebanyak 1 (satu) lembar. Paling lambat sampai tanggal 26 Agustus 2013. Tempat mengumpul di bagian Tata Usaha MTsN Angkinang pada waktu dan jam kerja. Kepada para alumni mohon informasi ini disampaikan kepada teman-teman yang lain yang belum mengetahuinya. Atas segala perhatiannya diucapkan terima kasih. (akhmad husaini)
Rabu, 14 Agustus 2013
KEBERHASILAN PEMBANGUNAN KALSEL DI USIA KE 63
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Kemudian, umur harapan hidup masyarakat mengalami peningkatan dari tahun 2010 sekitar 63,7 tahun menjadi 68,4 tahun, tetapi usia harapan hidup warga Kalsel itu masih rendah dari warga Kalimantan Tengah(Kalteng).
"Kira patut bersyukur alas keberhasilan pembangunan yang selama ini telah dilaksanakan, hal ini tidak terlepas dari peran serta seluruh lapisan masyarakat di daerah ini," kata Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin, dalam setiap kesempatan.
Selain itu, proyek yang juga mampu mempercepat pembangunan ekonomi di Kalsel adalah de-ngan beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Asam-Asam unit 3 dan 4 dengan kapasitas 2 X 65 Megawatt (MW), di Kabupaten Tanahlaut.
Untuk pembangunan PLTU Asam-Asam unit 3 dan 4 di Desa Asam-Asam, Kabupaten Tanah laut dengan nilai investasi mencapai Rp1,7 triliun.
pembangunan industri baja dan energi yang dibangun PT Meratus Jaya Iron Steel, di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) dan peletakan batu pertamanya oleh Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla itu dengan investasi Rp 1,381 triliun.
PLTU yang dibangun PT Makmur Sejahtera Wisesa (PT Adaro Power Group), di Kabupaten Tabalong tersebut dengan kapasitas 2 x 30 MW dengan nilai investasi sekitar Rp1,6 triliun.
pembangunan peti kemas pelabuhan trisakti Banjarmasin oleh PT Pelindo III sepanjang 265 meter X 34,5 meter yang telah mulai dibangun April 2012 de-ngan nilai investasi Rp375 miliar.
Penyiapan SDM Berkualitas Dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin, menggagas pembangunan SMA Banua Kalsel (Bilingual Boarding School) yang dibangun sejak tahun 2010 yang didanai APBD Kalsel dengan total sekitar Rp45 miliar.
Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, pihaknya berharap SMA Banua Kalsel mampu melahirkan generasi berkualitas dimasa mendatang. "Kira berkeinginan ke depan dari SMA Banua akan lahir generasi muda yang maju dan berkarakter sehingga menjadi generasi yang menjadi kebanggaan masyarakat di daerah ini, " ujarnya.
Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Prof DR Ir Mohammad Nuh, DEA, ketika melakukan kunjungan ke SMA Banua Kalsel itu, menyatakan, upayapeningkatan kualitas SDM yang dilakukan Pemprov Kalsel layak dibanggakan.
"Saya kira luar biasa apa yang telah dilakukan Pemprov Kalsel untuk meningkatkan kualitas SDM agar para generasi muda di daerah ini nantinya mampu bersaing di era global," ujarnya beberapa waktu lalu.
"Kalau melihat support yang diberikan Pemprov Kalsel untuk memajukan dunia pendidikan itu, maka tidak tega rasanya membatalkan Sekolah berstandar internasional (SBI)," ujarnya.***
- Memasuki usia Provinsi Kalimantan Selatan ke-63 tahun 2013 diakui telah banyak keberhasilan pembangunan yang telah dilakukan dibawah kepemimpinan pasangan Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin dan Wakil Gubernur, H Rudy Resnawan.
Keberhasilan
pembangunan yang bisa dirasakan masyarakat, antaralain mulusnya jalan
nasional dan jalan provinsi yang menjadi akses masyarakat dalam bidang
transportasi dan angkutan sejumlah penduduk unggulan daerah untuk
dipasarkan.
Selain itu menurunnya angka kemiskinan di Kalsel dari September 2012
tercatat sekitar 5,01 persen, kini tinggal 4,77 persen per Maret 2013
atau sekitar 181.739 jiwa. "Saya menyakini penurunan angka kemiskinan di
Kalsel dan kini posisi berada di tiga besar terkecil di Indonesia itu
berdampak luas terhadap sektor lainnya, termasuk sektor pendidikan dan
kesehatan," kata Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin.
Menurut Gubernur, menurunnya angka kemiskinan di Kalsel itu
merupakan wujud nyata dari kerja keras semua komponen masyarakat di
daerah ini dan berarti juga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat
Kalsel.
Penurunan angka kemiskinan di Kalsel merupakan wujud nyata dari
pembangunan yang dilaksanakan selama ini dengan bersinergi dengan
pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota se-Kalsel. Khususnya
bidang kesehatan, kata Gubernur Kalsel, Dampak nyata yang dialami
masyarakat Kalsel dari penurunan angka kemiskinan itu terjadinya
penurunan angka kematian ibu melahirkan dari 2010 sekitar 110/100 ribu
menjadi 92/100 ribu tahun 2011.
Selain itu Kata Gubernur, angka kematian bayi (AKB) juga mengalami
penurunan dari tahun 2010 tercatat 50/1.000 turun menjadi 34/1.000 tahun
2011.
Kemudian, umur harapan hidup masyarakat mengalami peningkatan dari tahun 2010 sekitar 63,7 tahun menjadi 68,4 tahun, tetapi usia harapan hidup warga Kalsel itu masih rendah dari warga Kalimantan Tengah(Kalteng).
Selain itu, seiring dengan menurunnya jumlah angka kemiskinan di
Kalsel per Maret 2013 itu, kini desa tertinggal di Kalsel terus menurun.
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.
Provinsi Kalsel menyebutkan, hasil monitoring di lapangan jumlah desa
tertinggal yang ada pads 13 kabupaten/kola se-Kalsel saat ini sekitar
450 desa, turun dari tahun 2010 yang masih sekitar 600 desa.
Penurunan desa tertinggal itu berkat adanya sejumlah program
pemerintah yang diberikan kepada daerah, antara lain program nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri perdesaan.
Selain itu, ada program yang diluncurkan pemerintah provinsi
(Pemprov) Kalsel sejak tahun 2008 yakni gerakan pengembangan masyarakat
dalam rangka pengentasan kemiskinan (Gerbangmas Taskin).
Untuk program Gerbangmas Taskin, katanya, Pemprov Kalsel
mengalokasikan dana setiap desa sebesar Rp50 juta dan setiap tahun
jumlah desa yang mendapat kucuran dana pemberdayaan masyarakat itu
sebanyak 52 desa dan setiap kabupaten dua kecamatan.
"Kira patut bersyukur alas keberhasilan pembangunan yang selama ini telah dilaksanakan, hal ini tidak terlepas dari peran serta seluruh lapisan masyarakat di daerah ini," kata Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin, dalam setiap kesempatan.
Peran Berta masyarakat dalam mendukung pembangunan di daerah ini,
kata Gubernur, melalui upaya mereka menjadi situasi daerah ini sehingga
tetap kondusif sehingga pemerintah bisa melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan dengan baik.
- MP3EI Di Kalsel Mulai Geliat
Masterplan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor
Kalimantan, khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan mulai menggehat,
salah satu geliat yang terlihat dengan berdirinya sejumlah proyek
pembangunan yang mendukung MP3EI.
Selama ini orang beranggapan bahwa MP3EI hanya wacana belaka, tetapi
kenyataan geliat program yang mendukung percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia di Kalsel mulai tampak dan untuk koridor Kalimantan terkait
bidang energi dan pangan.
Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, sejumlah proyek yang
mendukung percepatan pembangunan ekonomi Indonesia di Kalsel meliputi
pembangunan fly over (jembatan layang) di Jalan A Yani Simpang Gatot
Subroto.
Proyek multiyears yang didanai APBN dalam dua tahun anggaran dan
menghabiskan dana sekitar Rp210 miliar im sepanjang 400 meter dengan
empat jalur dan dua jalur dan merupakan jembatan layang pertama di
Kalsel.
Selain jembatan layang sepanjang 400 meter dengan kontraktor PT
Pembangunan Perumahan (PP), jugs dilakukah pelebaran jalan pads sisi
kiri dan kanan sepanjang 375 meter dengan dana sekitar Rp36 miliar.
Pembangunan jembatan layang di Simpang Gatot Subroto Banjarmasin itu
diyakini menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan yang
terjadi di kawasan ini, terutama ketika pagi hari dan jam pulang
kantor/sekolah.
Kini progress pembangunan jembatan layang tersebut diperkirakan lebih
dari 40 persen dan diharapkan tedadi percepatan pembangunan, karena
selama ini menjadi keluhan masyarakat, karena terjadi kemacetan.
Selain itu, proyek yang juga mampu mempercepat pembangunan ekonomi di Kalsel adalah de-ngan beroperasinya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Asam-Asam unit 3 dan 4 dengan kapasitas 2 X 65 Megawatt (MW), di Kabupaten Tanahlaut.
PLTU Asam-Asam unit 3 dan 4 telah dinyatakan layak operasional
setelah melalui tes dan kini sudah masuk sistem kelistrikan PT PLN
Kalselteng sejak April 2013 lalu.
Untuk pembangunan PLTU Asam-Asam unit 3 dan 4 di Desa Asam-Asam, Kabupaten Tanah laut dengan nilai investasi mencapai Rp1,7 triliun.
Selanjutnya, pabrik besi spons rotary kiln kapasitas 315.000 ton/
tahun dan power plant dengan kapasitas 2 X 14 MW yang dibangun patongan
antara PT Krakatau Steel, PT Aneka Tambang (Antam) dan Pemprov Kalsel.
pembangunan industri baja dan energi yang dibangun PT Meratus Jaya Iron Steel, di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) dan peletakan batu pertamanya oleh Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla itu dengan investasi Rp 1,381 triliun.
Disamping itu, juga telah dibangun pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) yang dibangun pihak swasta yakni salah satu perusahaan
pertambangan yang beroperasi di Kalsel yakni PT Adaro Indonesia.
PLTU yang dibangun PT Makmur Sejahtera Wisesa (PT Adaro Power Group), di Kabupaten Tabalong tersebut dengan kapasitas 2 x 30 MW dengan nilai investasi sekitar Rp1,6 triliun.
Kemudian, proyek pengembangan infrastuktur pertambangan di Kabupaten
Tanah Laut dan Kabupaten Kotabaru yang dibangun PT Arutmin Indonesia
dengan total investasi sekitar Rpl,5 triliun.
pembangunan peti kemas pelabuhan trisakti Banjarmasin oleh PT Pelindo III sepanjang 265 meter X 34,5 meter yang telah mulai dibangun April 2012 de-ngan nilai investasi Rp375 miliar.
Secara keseluruhan, kata Gubernur, nilai investasi dalam rangka
implementasi MP3EI di Kalsel lebih dari Rp 11 triliun dan investasi
tersebut berasal dari APBN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) daerah dan
swasta.
Penyiapan SDM Berkualitas Dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin, menggagas pembangunan SMA Banua Kalsel (Bilingual Boarding School) yang dibangun sejak tahun 2010 yang didanai APBD Kalsel dengan total sekitar Rp45 miliar.
SMA Banua Kalsel yang kini memasuki tahun kedua dimaksudkan untuk
mencetak kader anak bangsa di daerah ini yang sehat fisik dan psikis
serta memiliki nilai akademis yang bagus dan diharapkan menguasai Bahasa
Inggeris.
Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, pihaknya berharap SMA Banua Kalsel mampu melahirkan generasi berkualitas dimasa mendatang. "Kira berkeinginan ke depan dari SMA Banua akan lahir generasi muda yang maju dan berkarakter sehingga menjadi generasi yang menjadi kebanggaan masyarakat di daerah ini, " ujarnya.
Menurut Gubernur Kalsel, putra-putri terbaik yang kini tersaring dari
generasi muda yang ada di daerah ini diharapkan nantinya para lulusan
SMA Banua Kalsel tersebut nantinya mampu menghadapi kompetisi global.
Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Prof DR Ir Mohammad Nuh, DEA, ketika melakukan kunjungan ke SMA Banua Kalsel itu, menyatakan, upayapeningkatan kualitas SDM yang dilakukan Pemprov Kalsel layak dibanggakan.
"Saya kira luar biasa apa yang telah dilakukan Pemprov Kalsel untuk meningkatkan kualitas SDM agar para generasi muda di daerah ini nantinya mampu bersaing di era global," ujarnya beberapa waktu lalu.
SMA Banua dibangun dengan dana yang bersumber dari APBD Provinsi
Kalsel beberapa tahun anggaran, hal itu salah satu ide dari Gubernur
Kalsel, H Rudy Ariffin, untuk menyiapkan generasi muda yang berkualitas
dimasa mendatang.
Menurut Mohammad Nuh, support Pemprov Kalsel untuk memajukan
pendidikan dengan membangun lembaga pendidikan yang berstanda
internasional im sangat luar biasa dan patut ditiru oleh daerah lainnya
di negeri ini.
"Kalau melihat support yang diberikan Pemprov Kalsel untuk memajukan dunia pendidikan itu, maka tidak tega rasanya membatalkan Sekolah berstandar internasional (SBI)," ujarnya.***
Sumber : Mata Banua
NAMA SAYA KAREL, INDONESIA TANAH AIR BETA
RABU, 14 AGUSTUS 2013
“Saya kakak!”, pekik seorang anak laki-laki
berkulit hitam berkaos putih dengan pakaian khas Papua berupa
rumbai-rumbai di bagian bawah tubuhnya dan hiasan di kepalanya sambil
mengacungkan tangannya tinggi-tinggi berharap agar dilihat dan dipanggil
untuk naik ke atas panggung.
“Nama saya
Karel dari Papua dan saya di sini mau bernyanyi”, lanjutnya tanpa rasa
gugup sedikit pun ketika ditanya oleh MC apa yang hendak
dipertontonkannya di atas panggung.
“Saya mau
ajak teman saya kakak untuk bermain gitar, bolehkah?”, katanya kemudian.
Di bawah panggung seorang anak laki-laki lantas membuka jaket merah
yang dikenakannya, lalu berlari ke sana ke mari mencari sebuah gitar
untuk dipinjam.
Alunan gitar bersenandung dan Karel pun bernyanyi.
“Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya”,
baru satu baris lagu dinyanyikan, sontak membuat bulu kudukku bangun,
membuat jiwa ini menangis sendu. Selain suara Karel yang memang cukup
indah tetapi ada makna mendalam di balik lagu yang dibawakannya.
Kunikmati lagu tersebut sampai akhir dan ketika
petik senar gitar berakhir, Karel dan kawannya mendapat sambutan luar
biasa yang ditandai dengan
riuhnya tepuk tangan dari ratusan anak-anak dan orang dewasa yang hadir
di acara itu. Ya, ku hadir di acara Galeri SUARA Indonesia yang
diadakan oleh Wahana Visi Indonesia mitra dari World Vision
International, sebuah acara yang mengumpulkan puluhan anak-anak dari
berbagai daerah di Indonesia binaan WVI untuk berbagi bersama, belajar
dan unjuk diri menyuarakan tentang siapa sebenarnya anak-anak Indonesia
itu.
Lalu terlintas pikiran ini di kepalaku.
Di
tengah ramainya perbincangan banyak orang, lalu tulisan-tulisan di media
cetak nasional dan luar negeri yang sebagian besar berita menyebut
tentang kemerdekaan Papua dan kekerasan yang kerap terjadi di sana,
bahkan yang terbaru soal pergunjingan kala dibukanya perwakilan OPM
(Organisasi Papua Merdeka) di Inggris, kemudian muncul sosok seorang
Karel, anak laki-laki lugu yang dengan gagah berani menyanyikan lagu
« Indonesia Tanah Air Beta », yang mencoba dengan semangatnya meyakinkan
mereka yang hadir bahwa Papua tetaplah bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Masih
di pikiranku terngiang, andai saja kalian orang-orang tua yang keras
kepala menuntut kemerdekaan, andai saja kalian manusia-manusia yang sok
pintar mau merongrong indahnya Pancasila, andai saja kalian yang selalu
membuat pertikaian ada di sana saat itu, akankah hati kalian tergerus
melihat Karen dan kawan-kawannya bernyanyi ? Akankah ada sedikit
perubahan jiwa dalam diri kalian ?
Mungkin.
Atau tidak sama sekali.
Tapi setidaknya Karel dan kawan-kawannya sudah merubah pandanganku tentang bagaimana orang Papua itu sebenarnya. Papua dengan segala kelebihan dan kekurangannya adalah bagian dari negara Indonesia, itu pesan dari Karel.
JALIYAH, MUTIARA INSPIRASI DARI PULAU BAWEAN
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Jaliyah, itu namanya. Pendek dan ringkas, tak banyak embel-embel. Nama yang paling mudah aku hapalkan di kelas saat hari pertama mengajar. Ya, dengan begitu, predikatku sebagai seorang guru, wali kelas 6 tidak perlu lagi dipertanyakan. Aku terbukti hapal dengan murid-murid yang aku ajar, setidaknya untuk hari pertama mengajar.
Jaliyah, itu namanya. Pendek dan ringkas, tak banyak embel-embel. Nama yang paling mudah aku hapalkan di kelas saat hari pertama mengajar. Ya, dengan begitu, predikatku sebagai seorang guru, wali kelas 6 tidak perlu lagi dipertanyakan. Aku terbukti hapal dengan murid-murid yang aku ajar, setidaknya untuk hari pertama mengajar.
Aku
adalah seorang guru yang dulu bertugas di Pulau Bawean. Di manakah
pulau Bawean itu berada? Ini adalah pertanyaan favoritku. Hampir semua
yang bertanya latar belakangku sebagai guru, pasti menanyakan tempat aku
mengajar dulu. Tak banyak yang tahu di mana pulau Bawean berada.
Bahkan, ada juga beberapa penduduk yang secara administratif tergabung
dalam satu kabupaten dengan Pulau Bawean saja tidak tahu.
Pulau
Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, di antara Pulau
Kalimantan dan Pulau Jawa. Secara administratif, Pulau Bawean termasuk
dalam Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur. Cek saja di peta! Di peta,
pulau Bawean sangat kecil. Wajar kok karena secara nyata saja untuk
mengelilingi pulaunya hanya diperlukan waktu 3 jam dengan mengendari
sepeda motor.
Kembali
lagi ke Jaliyah. Jaliyah yang aku sebutkan di awal tulisan tadi adalah
nama salah satu muridku di Pulau Bawean. Teman-temannya sering
memanggilnya ‘Jali’, begitu pula aku, ibu gurunya. Muridku di kelas 6
hanya berjumlah 17, 6 murid perempuan dan sisanya 11 murid laki-laki.
Jadi, bisa dibayangkan betapa akrabnya kami di sekolah yang terletak di
atas pegunungan tua ini.
Dibandingkan
dengan teman-temannya, Jaliyah adalah murid yang cukup dewasa. Ada sisi
kematangan tersendiri, baik secara fisik dan psikologis, dari dirinya.
Setelah kutelusuri, ternyata Jali pernah tidak naik di kelas-kelas
sebelumnya. Hal itu juga yang membuat Jali sedikit berkecil hati ketika
bergaul dengan teman-temannya di kelas 6. Beberapa kali aku melihat Jali
lebih mudah akrab dengan teman-temannya yang sudah duduk di bangku SMP.
Dengan kenyataan itu, caraku berkomunikasi dengan Jali pun berbeda
dengan caraku berkomunikasi dengan teman-temannya di kelas 6.
Jali
tinggal di rumah neneknya. Ibunya sudah meninggal beberapa tahun yang
lalu. Sedangkan ayahnya, hidup di rumah yang terpisah walaupun masih
dalam satu dusun. Sehari-hari, selain sekolah, Jali mengasuh adik dan
saudara-saudaranya, serta membantu sang nenek yang sudah tua mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan Jali
tergolong pekerjaan fisik yang menguras energinya tetapi karena sudah
sering dilakukan, dia sama sekali tidak merasa kelelahan. Mencari rumput
untuk makanan sapi di perbukitan, mengambil air dari sumber mata air,
serta mencari kayu untuk memasak di tungku dilakukan Jali setiap sore
dengan suka cita. Sering aku bertemu murid perempuanku itu menyunggi di
kepala apa saja yang dia dapat di bukit. Wajah yang terbakar sinar
matahari serta keringat yang mengucur di wajahnya sama sekali tak
dihiraukannya. Hanya senyum lebar yang diberikannya untukku. “Selamat sore, Bu!”
begitu katanya malu-malu. Malam harinya, secara tiba-tiba, selepas
mengaji, sering juga aku bertemu dengannya. Jali tersenyum kepadaku
sambil menggendong balita. Aku pun penasaran kapan muridku itu
beristirahat.
Di
kelas 6, Jali memang bukan termasuk anak unggulan yang mampu menjawab
semua pertanyaan dengan benar. Nilainya pas-pasan saja untuk beberapa
mata pelajaran. Walaupun demikian, menariknya, Jali adalah murid yang
mau berusaha. Pengerjaan soal yang salah dan kuminta untuk dibetulkan,
dilakukan Jali dengan tekun. Anjuran agar dia datang ke rumahku malam
atau sore hari untuk les tambahan pun dipenuhinya. Dia juga salah satu
muridku yang rajin meminjam buku di perpustakaan di rumahku. Buku
favoritnya adalah cerita putri-putrian dan buku cerita bahasa Inggris
bergambar.
Pernah
aku datang ke rumahnya. Sengaja. Sebagai gurunya, aku ingin melaporkan
perkembangan Jali di kelas 6 kepada walinya. Tetapi rumah Jali sepi.
Hanya ada Jali yang kemudian mempersilakanku duduk dan tinggal sebentar
di rumahnya. Aku memandang ke sekeliling ruangan. Rumah Jali yang minim
perabotan rumah tangga itu seakan menjadi saksi kegigihan Jali selama
ini. Di beberapa sudut ruangan tampak kerajinan tangan yang aku ajarkan
di sekolah. Jali tersenyum malu-malu ketika aku mengetahuinya. Ternyata
Jali senang dengan kerajinan tangan. Bahkan, dia bisa membuat
bunga-bungan dari gelas plastik bekas minuman. Bunga-bungan itu dipajang
di dinding ruang tamu. “Mudah, Bu, membuatnya. Ibu mau saya ajari?” begitu katanya kepadaku saat itu.
Mengajar
di sebuah pulau yang terdiri dari pegunungan tua dan perbukitan yang
tak terjangkau sinyal selama satu tahun ternyata cepat berlalu. Setelah
kelas 6 mengadakan acara kelulusan, berarti masa tugasku sebagai guru
bantu di Pulau Bawean pun berakhir. Murid-muridku menangis melepas
kepergianku, termasuk Jali. Aku hanya berpesan kepada murid-muridku
untuk terus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Maklum,
angka putus sekolah di dusunku cukup tinggi. Biasanya, setelah lulus SD
mereka akan langsung bekerja membantu orang tuanya di rumah mengurus
sawah dan sapi. Setelah menginjak dewasa, beberapa dari mereka bahkan
menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Tawaran dan
iming-iming dari para penyalur banyak beredar dan sulit ditepis. Belum
lagi ditambah dengan cerita sukses sanak saudara yang menjadi TKI di
Malaysia. Semuanya menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda Pulau
Bawean. Pergi selama beberapa tahun dengan modal seadanya atau tetap
tinggal di Pulau Bawean bersama keluarga. Mirisnya, sebagai guru di
dusun itu, aku pernah mendapat pertanyaan dari seorang muridku, “Bu, buat apa sih, kita sekolah? Paman saya saja yang tidak lulus SD bisa menjadi TKI di Malaysia dan setiap bulan mengirim uang.” Ya, anak-anak sekecil itu sudah bisa mempunyai standar tersendiri tentang uang.
Walaupun
sekarang aku bekerja di Jakarta, hubunganku dengan murid-muridku di
Pulau Bawean tidak terputus. Kami masih saling berkirim kabar melalui
pesan singkat walau tidak sering. Maklum, di dusunku tidak ada sinyal.
Hanya tempat-tempat tertentu yang secara ‘ajaib’ terjangkau sinyal walau
hanya satu bar (garis) saja. Jali adalah salah satu dari
mereka. Dia rajin menghubungiku walau hanya bertanya kabar, apa yang
sedang kulakukan, sampai bertanya tempat di mana aku bekerja sekarang.
Kadang aku merasa bersalah juga dengan Jali. Ada pesan singkat yang
terlewat dan tidak sempat kujawab. Dia pun tergolong kritis dan sensitif
untuk urusan seperti ini. Di pesan selanjutnya, dia pasti bertanya
mengapa pesan darinya tidak dibalas dan telpon tidak diangkat. Jali, oh
Jali, setelah aku jelaskan bahwa selama bekerja, aku tidak selalu dapat
membawa handphone, dia pun mengerti.
Mendengar
cerita Jali yang berapi-api, bayanganku saat itu Jali sedang
berjalan-jalan bersama saudaranya atau untuk kepentingan lainnya.
Ternyata aku salah. Setelah telepon ditutup, pesan singkat dari Jali
masuk ke handphone-ku. Dia mengatakan bahwa kepergiaannya ke
Surabaya dan Gresik adalah untuk mempersiapkan kepergiaannya ke Malaysia
sebagai TKI. Dia tidak berani mengatakannya langsung kepadaku. Dia pun
minta maaf karena tidak bisa melanjutkan sekolah, tidak bisa menjalankan
nasihat yang aku sampaikan saat perpisahan dahulu.
Suatu
hari, Jali meneleponku. Dia senang sekali karena sedang berada di Jawa.
Ya, rata-rata orang Bawean menyebut ‘Jawa’ saat mereka berlayar ke
Pulau Jawa. Walaupun secara administratif, Pulau Bawean termasuk dalam
gugusan Pulau Jawa juga. Jali bercerita betapa ramainya alun-alun
Gresik, betapa ramainya Surabaya. Mobil, sepeda motor, pertokoan,
perkantoran, semuanya lengkap. Apalagi sinyal, melimpah! Aku maklum saja
karena ini memang kali pertama Jali keluar dari Pulau Bawean. Di akhir
ceritanya, Jali mengatakan keinginannya untuk bertemu denganku lagi.
Melihat betapa megahnya Gresik dan Surabaya, ia pun penasaran dengan
Jakarta, kota tempat aku bekerja sekarang.
Shock.
Aku tidak bisa berkata-kata setelah membaca pesan singkat dari Jali.
Bahkan, butuh beberapa detik untuk sadar. Air mata ini tertahan di sudut
mata. “Muridku menjadi TKI, muridku menjadi TKI, muridku menjadi TKI. Guru macam apa aku ini?”
Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku. Aku mencoba untuk tenang dan
tidak gegabah dalam mengambil sikap. Aku tidak pernah mengajarkan kepada
murid-muridku untuk membeda-bedakan jenis pekerjaan. Asalkan itu halal
dan tidak mencelakaan diri dan orang lain. Mayoritas keluarga dan sanak
saudara murid-muridku di Pulau Bawean memang mencari nafkah dengan
menjadi TKI di Malaysia. Sehingga, pergi ke Malaysia dan menjadi TKI
bukan hal yang aneh lagi di sana.
Setelah
berhasil menenangkan diriku sendiri, aku pun menelepon Jali. Aku
berbicara dengannya dan berusaha memahami keputusannya untuk menjadi TKI
di Malaysia. Jali pun bercerita, sebagai anak, dia ingin membahagiakan
keluarganya. Dia ingin membantu perekonomian keluarganya. Dia sudah
tidak tahu lagi harus melakukan apa. Belitan kemiskinan sudah tak
tertahankan bagi keluarganya. Jika dia hanya sekolah, dia tidak bisa
membantu keluarganya. Jadi, dia memutuskan untuk turun gunung dan pergi
ke kecamatan untuk mencari pekerjaan. Saat bertemu dengan orang yang
menawarinya bekerja di Malaysia, Jali pun lmengiyakannya tanpa
memikirkan hal lain. Toh, ada beberapa pamannya yang bekerja di Malaysia
juga. Jadi, Jali berharap di Malaysia, dia bisa berjumpa dengan
paman-pamannya.
Aku
tersentuh mendengar cerita Jali, sekaligus malu. Anak sekecil itu sudah
berpikir untuk turut serta meringankan beban perekonomian keluarga. Dia
rela pergi jauh asalkan ada yang bisa dia berikan untuk keluarganya.
Walau jujur, sebagai gurunya, aku tidak rela. Saat aku mencoba
menghubungi keluarganya, keluarganya pun sudah tidak sanggup melarang.
Jali benar-benar penuh tekad. Aku pun menghubungi temankku yang berada
di Gresik. Selain mengantarkan buku-buku yang sengaja aku kirimkan untuk
Jali, aku ingin temanku langsung berbicara dengan Jali tentang
keputusannya menjadi TKI. Hasilnya pun nihil. Temanku hanya berkata, “Tekadnya
sudah kuat, Het. Sudah tidak bisa diajak ngomong lagi. Anaknya
sungguh-sungguh. Kamu tidak perlu khawatir, dia akan diantar oleh
saudaranya sampai di Malaysia dan akan bertemu dengan pamannya.”
Beberapa bulan kemudian, ada nomor Malaysia yang masuk ke handphone-ku.
Saat aku angkat, aku bahagia sekali. Ternyata, Jali. Dia senang sekali
bisa menghubungiku. Dia bercerita kalau pekerjaannya di Malaysia adalah
mengasuh anak-anak saat si majikan bekerja di kantor. Rumah tempatnya
bekerja sangat besar, sama seperti yang dia lihat selama ini di TV. Jali
terpesona dibuatnya. Satu hal yang masih menjadi kendala bagi Jali
adalah kebiasaan sarapan dengan roti. Jali belum bisa menyesuaikan diri
karena dia lebih suka makan nasi. Bahkan, saking senangnya bercerita,
dia lupa mengabarkan kondisinya di Malaysia.
Aku
terharu sekaligus miris mendengarnya. Muridku benar-benar sudah sampai
di Malaysia dan bekerja sebagai TKI. Tapi aku tidak mau merusak
kebahagiaannya. Dari suaranya saja tampak jelas dia sangat ingin berbagi
cerita denganku, guru yang dirindukannya. Aku hanya sanggup
mendengarnya bercerita sambil sesekali menimpali ceritanya dengan, “Oh ya?”, “Lalu bagaimana?”, “Terus?”.
Di
akhir ceritanya, Jali membuatku kaget. Jali bercerita kalau si majikan
ternyata menyuruh Jali pulang kembali ke Pulau Bawean untuk melanjutkan
sekolah setelah tahu umur Jali yang masih sangat muda. Bahkan, si
majikan meyakinkan Jali dengan uang gaji yang diperolehnya, cukup untuk
biaya sekolah. Jali pun mengiyakan. Dia lalu teringat kepada keluarganya
di Pulau Bawean. Dia teringat alasan kepergiannya. Dia dengan polos
berkata, “Bu, saya teringat Ibu. Ibu dulu bertugas mengajar di Pulau
Bawean hanya satu tahun. Saya pun ingin segera kembali ke Pulau Bawean
untuk berkumpul bersama keluarga saya. Tapi, saya ingin mengumpulkan
uang dan membahagiakan keluarga saya. Saya akan setahun dahulu bekerja
di sini lalu pulang sama seperti Ibu dulu.”
Nyess!
Hatiku seperti tersentuh ribuan bongkahan es. Ternyata selama ini Jali
terinspirasi denganku, tentang keberadaanku di Pulau Bawean selama satu
tahun, tentang nasihatku untuk terus sekolah, serta semua ucapan yang
aku sampaikan di kelas 6 dulu. Semuanya tersimpan rapi dalam memori
Jali.
Bertemu
Jali, berkenalan dengannya, berinteraksi dengannya membuat definisiku
akan kerja keras bertambah. Muridku yang bernama Jali, ternyata mampu
mengajarkan aku tentang sesuatu hal yang selama ini aku lupakan.
Mungkin, aku pun sebagai gurunya belum sempat mengajarkan. Kerja keras,
pengorbanan, dan cinta keluarga adalah tiga simpul yang saling
menguatkan. Tekad Jali bulat, tekad Jali kuat. Aku yakin, Jali
sebenarnya tidak sendiri. Di luar sana, tidak sedikit anak-anak
Indonesia yang harus berhadapan dengan kerasnya hidup karena tuntutan
ekonomi. Mereka yang seharusnya menghabiskan waktu untuk bermain dan
merasakan kehangatan kasih sayang keluarga, harus tegak berdiri untuk
mencari penghidupan. Anak tetaplah anak. Anak bukanlah orang dewasa
mini. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk turun tangan
menciptakan lingkungan yang ramah anak dan menjaganya agar dapat
menginspirasi.
Untuk Jali dan semua pekerja anak di Indonesia, Tuhan akan menjaga kalian dengan cara-Nya.
Sumber : Mynameishety
DINDA, PUSTAKAWAN CILIK INSPIRATIF
RABU, 14 AGUSTUS 2013
(ben/ Foto: dokumen pribadi)
Sumber : Benny Ramdhani
Rumah
di kawasan Cipayung, Depok, Jawa Barat itu terlihat sepi dari depan.
Namun begitu kita masuk ke salah satu ruangan di rumah itu, tampak
sejumlah anak sedang asyik membaca buku di tangan masing-masing.
Begitulah pemandangan setiap hari di Rumah Buku AlyaNayya.
“Awalnya
karena banyak sekali koleksi buku kami di rumah. Rasanya, sayang jika
hanya kami saja yang baca, sementara teman-temanku banyak yang suka baca
tapi orangtua mereka tidak membelikan mereka buku cerita,” tutur Alya
Namira Nasution yang biasa disapa Dinda.
Pada tahun 2010 Dinda pun mendirikan taman bacaan. Saat itu umur Dinda baru 9 tahun dan sudah tertarik menjadi pustawan cilik. “Dari
usulan ayah, bunda dan adik, aku memberi nama perpustakaanku itu Rumah
Buku AlyaNayya, yang merupakan paduan namaku dan adikku, Jingga Nayya.
Awalnya sempat mau diberi nama Buka Buku, tapi kok kurang keren ya,”
jelas putri sulung dua bersaudara pasangan Ade Nur Sa’adah dan Haris
Nasution ini.
Dinda
mengaku untuk mengundang pengunjung ke perpustakaannya banyak dibantu
bundanya. “Bundaku yang selalu manggil anak-anak buat main ke rumahku
untuk pinjam buku. Selain mengajak anak-anak tetangga, bunda juga minta
ke guru sekolahku untuk menyuruh teman-temanku meminjam buku di
rumahku,” jelas Dinda yang bertuga mencatat buku-buku yang dipinjam dan
memeriksa buku di taman bacaannya.
Yang
menarik, untuk membaca buku-buku koleksi di Rumah Buku AlyaNayya ini
tak ada uang administrasi keanggotaan atau sewa buku. “Karena ini taman
bacaan gratis, syarat utamanya hanya kejujuran untuk mengembalikan buku
yang dipinjam. Sayangnya, tidak semua anak bisa ditantang buat berlaku
jujur. Banyak sekali bukuku yang tidak mereka kembalikan. Kalaupun
kembali, buku-buku itu sudah robek atau dicoret-coret,” tutur Dinda yang
juga seorang penulis cilik sejak usia 8 tahun.
Marahkah
Dinda mengetahui bukunya rusak? “Aku tetap senang. Yang penting aku
bisa menularkan virus gemar membaca buat teman-temanku,” jawab Dinda
buru-buru. Agar tak banyak buku yang dicoret pembaca, Dinda pun punya
akal. “Aku membuat pembatas buku yang berisi pesan agar mereka menjaga
buku yang mereka pinjam. Selain itu ya … harus banyak-banyak sabar dan
ikhlas … hehehe.”
Dinda
tak pernah ragu untuk terus menjalankan taman bacaannya karena dukungan
dari orangtuanya. Apakah bentuk dukungannya? “Tentunya dengan menambah
koleksi buku di taman bacaanku. Selain itu, bunda juga sering mengajak
orang-orang untuk meminjam buku, jadinya taman bacaanku itu sering ramai
di kunjungi orang sekitar. Kalau ibu-ibu lain pergi arisan bawa
dagangan, bundaku malah bawa buku buat dipinjami ke anak-anak yang ikut
arisan supaya nggak rewel. Sedangkan Ayah rutin membelikan ensiklopedia
untuk perpustakaanku,” jelas Dinda.
Taman
bacaan AlyaNayya buka pukul sepuluh pagi, tutupnya pukul empat sore.
Biasanya akan ramai pada pukul duabelas hingga pukul dua siang. “Mungkin
karena banyak dari mereka yang sudah pulang sekolah, atau sedang jam
mainnya mereka,” imbuh penulis buku Kecil-Kecil Punya Karya berjudul Eyang Rendra ini.
Untuk jenis buku, berdasarkan data yang dicatat Dinda kebanyakan meminjam novel, buku dongeng, dan juga komik.
Peringkat pertama dalam penerimaan siswa baru di SMP Negeri 1 Depok, dengan NEM 29,15 ini
juga punya cara unik untuk meramaikan taman bacaannya. “Contohnya
seperti lomba menggambar, mewarnai, mengarang, dan lain sebagainya.
Lomba itu tentu saja juga disertai hadiah. Kalau kegiatan lomba membuat
pembatas buku, biasanya hadiah yang di sediakan adalah buku. Jadi,
anak-anak sekitar lebih suka mengikuti kegiatan lomba membuat pembatas
buku itu. Kegatan itu biasanya diadakan kalau uang royaltiku keluar,”
kata penulis cilik yang sudah menerbitkan 13 buku ini.
Sebagai pustakawan cilik, Dinda
menemukan kebahagiaannya sendiri dengan mengurus taman bacaan. “Senang
banget saat melihat banyak pengunjung yang meminjam buku. Soalnya, aku
jadi tahu ternyata mereka juga punya minat baca yang besar, walaupun
kadang-kadang sering asal-asalan merawat buku tersebut,” ucap Dinda.
Namun
di antara kebahagiaannya, pernah terselip kesedihan di hati Dinda saat
menjadi pustakawan cilik. “Aku sering kasihan melihat teman-teman yang
datang meminjam buku ke perpustakaanku. Umumnya mereka itu anak orang
yang ekonominya jauh di atas keluargaku tapi keluarganya tidak merasa
penting membelikan anaknya buku. Padahal anaknya suka sekali membaca
buku. Aku jadi merasa beruntung memiliki orangtua seperti ayah dan
bundaku, meski hidup kami sederhana, tapi orangtuaku memiliki perhatian
yang besar kepada minat anak-anaknya,” jelas Dinda yang memiliki segudang prestasi, diantaranya Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Nasional Kemendikbud, 2011.
Dinda berharap
agar peminjam buku di perpustakaannya mau menambah minat baca mereka,
dan lebih merawat buku-buku tersebut. “Impianku yang lain, semoga
perpustakaanku tambah berkembang, dan koleksinya menjadi lebih banyak,”
harap Dinda yang kini sudah memiliki koleksi 2000-an judul buku.
Semoga impianmu terwujud, Dinda. Teruslah menjadi agen perubahan untuk teman-teman di sekitarmu.(ben/ Foto: dokumen pribadi)
Sumber : Benny Ramdhani
LOMBA MENULIS KOMPASIANA 2013
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Melakukan perjalanan ke berbagai tempat tertentu atau berkeliling dunia
dan meraih keberhasilan dalam hidup yang tak terlupakan, tentu sangat
menyenangkan bagi sebagian orang. Tak sedikit dari mereka senang
mengabadikan momentum istimewa itu dengan foto, video maupun tulisan
ulasan perjalanan. Terpenting, semua perjalanan dan prestasi itu bisa
dibagikan dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Nah, bagi pecinta traveling atau jalan-jalan, kali ini Kompasiana mengajak Anda berbagi cerita dan pengalaman seputar catatan perjalanan yang mencengangkan atau istimewa, juga momentum kemenangan atau keberhasilan luar biasa yang sulit Anda lupakan melalui Shell V-Power Blog Competition yang diselenggarakan atas kerjasama Kompasiana dengan Shell V-Power.
Berikut syarat ketentuan dan tema yang harus Anda perhatikan saat mengikuti lomba.
Ceritakan Serunya Perjalanan Anda bersama Shell V-Power Blog Competition
Nah, bagi pecinta traveling atau jalan-jalan, kali ini Kompasiana mengajak Anda berbagi cerita dan pengalaman seputar catatan perjalanan yang mencengangkan atau istimewa, juga momentum kemenangan atau keberhasilan luar biasa yang sulit Anda lupakan melalui Shell V-Power Blog Competition yang diselenggarakan atas kerjasama Kompasiana dengan Shell V-Power.
Berikut syarat ketentuan dan tema yang harus Anda perhatikan saat mengikuti lomba.
Ketentuan Umum
- Ada tiga tema dalam kompetisi blog ini.
- Catatan dari Sebuah Perjalanan Tangguh
Tuliskan kisah perjalanan panjang Anda melintasi kota, daerah, pulau, atau bahkan negara. Kenapa Anda melakukan tujuan perjalanan tersebut, bagaimana cara Anda melakukan perjalanan, dan apa saja yang Anda temui dan alami saat melakukan perjalanan? Tulis di Kompasiana dan sertakan tag: shellvpower, catatanperjalanan - Perjalanan Tangguh di Kota Tangguh
Tentu Anda pernah berkendara menembus kemacetan kota, kan? Entah itu mengantarkan barang titipan atau mengantar-jemput seseorang. Belum lagi di tengah Anda menemui berbagai masalah dan hambatan, seperti mobil mogok atau ban kempes. Ceritakan perjuangan dan ketangguhan Anda melewati kemacetan kota dengan segala masalahnya demi mencapai tujuan Anda. Tulis di Kompasiana dan sertakan tag shellvpower, fitdantangguh - Moment of Victory
Pernahkah Anda mengalami momen kemenangan atau keberhasilan yang tak terlupakan? Ayo unggah foto ekspresi kemenangan dan tuliskan kisah kemenangan Anda di Kompasiana. Jangan lupa sertakan tag shellvpower, momentofvictory
- Catatan dari Sebuah Perjalanan Tangguh
- Masing-masing peserta hanya boleh memilih satu tema dari tiga tema yang disediakan. Namun, peserta boleh mengirimkan lebih dari satu tulisan asal temanya sama dengan tema tulisan sebelumnya.
- Peserta lomba terbuka untuk semua Kompasianer. Jika belum memiliki akun Kompasiana, klik di sini.
- Peserta lomba menuliskan ulasan atau pengalamannya sesuai dengan penjelasan dan tema yang telah disebutkan di poin pertama.
- Artikel lomba bersifat baru dan merupakan karya orisinil, bukan saduran, dan terjemahan.
- Artikel lomba bersifat reportase, opini, dan bukan karya fiksi.
- Artikel lomba memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Semua artikel yang diikutsertakan harus ditayangkan di Kompasiana dengan tag yang sesuai dengan tema yang dipilih. Jangan lupa, tag diketik tanpa tanda petik.
- Artikel yang dilombakan tayang pada 22 Juli hingga 4 September 2013.
- Hasil tulisan Anda di Kompasiana wajib di-share ke berbagai sosial media yang Anda miliki.
Pemenang
- Pemenang lomba dipilih berdasarkan kualitas tulisan.
- Jumlah sharing artikel di sosial media, komentar, jumlah pembaca, dan rating menjadi bahan pertimbangan dalam penjurian.
- Pemenang akan diumumkan pada 19 September 2013.
- Keputusan juri tidak dapat diganggu-gugat.
Hadiah
Pemenang yang terpilih berhak mendapatkan hadiah berupa:
- Pemenang I: Canon DSLR 650D Kit
- Pemenang II: Samsung Galaxy Tab 2 - 10.1
- Pemenang III: Samsung Galaxy Ace 2
- Hadiah hiburan: Voucher map untuk lima pemenang @ Rp 500rb
DARI MANA ASALNYA ?
RABU, 14 AGUSTUS 2013
DARI MANA ASALNYA ?
“
Dit belikan mie goreng,” ujar Evi di depan koperasi saat aku menuju warung
depan. Evi dkk sedang mencuci piring. Hari itu kena giliran mereka.
Terlihat Evi begitu lembut dan
manis. Kecantikannya seperti artis sinetron. Tak kuduga Kalsel kaya akan
manusia cantik. Salah satunya Evi tadi. Lamunanku lenyap seketika saat tukang
warung menanyakan apa yang dibeli. Lalu kusebut satu-persatu. Termasuk mie goreng
yang dipesan Evi. Kubelikan sebanyak tiga bungkus. Sementara tak lupa beli
permen kebangsaanku ‘Alpien Liebe’.
Aku beranjak ke wisma. Pesanan Evi
kuserahkan. Saat Evi mau membayar kukatakan tidak usah. “Dit sedang cair,” ucap
Nurul yang berada disamping Evi. “ Makasih Dit,” ujar Evi. Kami berpisah.
Hubunganku dengan Dhea Ananda makin
akrab saja. Kami cinta lokasi karena syuting sinetron Anak Haram yang tayang di
RCTI tiap malam Sabtu menggantikan sinetron Wong Cilik.
Penampilan Dhea yang funky abiz
membuatku cinta padanya. Duh Dhea walau usiamu lebih muda dariku. Aku
bertengkar dengan Syam’ani soal Evi. Bahkan berbuntut perkelahian adu fisik.
Teman-teman di wisma A membela aku. Sementara di wisma B juga membelaku. Ini
karena mereka temanku. Rasa cemburu yang tak tertahankan melihat Evi dikencani
Syam’ani . Pada saatnya bom kecemburuan itu meledak.
Akibatnya sanksi menghadang dari
Kepala BS. Aku disuruh menyelesaikan rumput panjang untuk dipotong di depan
kantor kepala. Sementara Syam’ani mendapat tugas yang sama di belakang wisma
Nusa Indah dan Anggrek.
Melihat kasus ini Evi berusaha untuk
netral. Denganku Evi biasa-biasa saja bersikap. Juga dengan Syam’ani. Tadi
malam Alik merekam music disco di radio FM yang ada di Banjarmasin. Paginya
saat senam diputar. Sehingga ada yang berjingkrak-jingkrak ria. Asyik memang
kedengarannya.
Yang berkesan hari ini dengan Evi.
Karena menstruasi Evi tidak lincah saat senam di depan aula. Ia kurang terlihat
kurang gerak. Evi mengaku saat BL payudaranya sakit. Ia minta dibelikan obat
peringan sakit.
Saat makan siang Evi kuberi makanan
ringan Joss tiga bungkus. Siang Evi minta dibelikan mie goreing. Mengambil baju
muslim anu Evi menjelang shalat Jum’at. Dia mencucikan dan sudah disetrika. Evi
tertawa saat melihat puisiku dimading yang baru dipajang di depan kelas
umum.***
Kandangan, 2003
DIAN AGUS LATIHAN BERSAMA TIMNAS
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Dian Agus Pemain otomatis tidak bisa bergabung bersama pemain Barito Putera yang mulai berlatih kembali di Lapangan Sepak Bola Rindam VI/Mulawarman Landasan Ulin Banjarbaru, pagi ini. “Aku mulai latihan di Solo, jadi enggak bisa lama-lama kumpul dengan keluarga,” sebutnya.
Pemain yang bertuliskan DAP di kostumnya itu menyebut pada sesi latihan perdana usai libur Lebaran tidaklah begitu berat. Melainkan fitness untuk mengembalikan kebugaran tubuh. Sedangkan untuk latihan berat baru akan dilakukan beberapa hari ke depan. “Sementara ini program latihan kami fitness dulu di hotel Paragon Solo. Tadi kami mulai latihan dari jam lima sore. Lumayan berkeringat juga, tapi tetap semangat,” kata pemain bernomor punggung 33 tersebut.
Ayah satu orang anak itu mengaku cukup sedih karena sudah harus berpisah dengan keluarga. Namun, sambungnya, hal tersebut tak mengurangi semangatnya untuk tampil terbaik. “Ya begitulah menjadi pesepak bola, tapi aku bersyukur punya anak dan isteri seperti sekarang ini. Mereka begitu mendukung aku, dan itu menjadi motivasi tersendiri untuk memberikan yang terbaik kepada mereka,” ujarnya.***
Foto:Akhmad Husaini
Dian Agus Prasetyo saat tampil memperkuat Barito Putera
Dalam laga persahabatan di Kandangan, Kab. HSS
Dian Agus Prasetyo hanya sebentar menikmati libur Lebaran tahun ini.
Kiper Barito Putera tersebut harus berkumpul di Solo guna menjalani
latihan Timnas Indonesia sejak Minggu (11/8) kemarin.
Dian Agus Pemain otomatis tidak bisa bergabung bersama pemain Barito Putera yang mulai berlatih kembali di Lapangan Sepak Bola Rindam VI/Mulawarman Landasan Ulin Banjarbaru, pagi ini. “Aku mulai latihan di Solo, jadi enggak bisa lama-lama kumpul dengan keluarga,” sebutnya.
Pemain yang bertuliskan DAP di kostumnya itu menyebut pada sesi latihan perdana usai libur Lebaran tidaklah begitu berat. Melainkan fitness untuk mengembalikan kebugaran tubuh. Sedangkan untuk latihan berat baru akan dilakukan beberapa hari ke depan. “Sementara ini program latihan kami fitness dulu di hotel Paragon Solo. Tadi kami mulai latihan dari jam lima sore. Lumayan berkeringat juga, tapi tetap semangat,” kata pemain bernomor punggung 33 tersebut.
Ayah satu orang anak itu mengaku cukup sedih karena sudah harus berpisah dengan keluarga. Namun, sambungnya, hal tersebut tak mengurangi semangatnya untuk tampil terbaik. “Ya begitulah menjadi pesepak bola, tapi aku bersyukur punya anak dan isteri seperti sekarang ini. Mereka begitu mendukung aku, dan itu menjadi motivasi tersendiri untuk memberikan yang terbaik kepada mereka,” ujarnya.***
Sumber : Radar Banjarmasin
KAJADIAN ENGKEN
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Takisah., ada saurang laki yg
engken banar. Pada suatu hari, si laki ni menyuruh bininya maulah
lempeng sagu. "Umanya...!, ulahakan lempeng sagu, lakasi nah unda lapar
banar dah !" ujar nang laki ini. "Nangkaya apa handak nukar, galapung
nya ja kadida" ujar nang bini. Lalu jar nang laki pulang "Nukar sana di
pasar lama, nukar sedikit haja, maulahnya kena sabuting haja !, jangan
bebarian lawan urang". "Inggih abahnya ae." "Anu.." ujar nang laki..
"Tulak bejalan ja, jangan minta antar unda, habis kena bensin unda !"
Singkat cerita...
+"Umanya... sudah jadikah lempengnya ?, sudah jadi kah !!!!???"
-"Hadangi ini nah handak meantar"
Pas handak memakan, datang tamu, supaya kada ketahuan tamu lekap'akan ke kepala..tukupi kupiah. Hayukam...lempeng sagu panas panas lekapakan ke kepala maka bakas begundul tadi pas haratan mehadangi lempeng (urang engken tu ketuju begundul supaya duit lambat kaluar), ada gunting tumpul tekena kepala, luka...hahaha...padih banar tu...maka rambut sisa tu berikitan kelempeng...
Bukai ai..
"Assalamu'alaikum" ujar tamu
"Wa'alaikumsalam" ujar nang laki tadi bapander sambil manahan padih
"Apa habar"
"Baeeeeek"
Nah gula nang di lempeng tadi tu belilihan..
"Kanapa kapala" ujar tamu
"Bisul pacah bungulai.." jar...
Haha...jaka kada usah disembunyikan tadi, jaka bebagi dua tadi, ada jua makan sebelah, ni kada sudah kada jadi makan, kapala padih.
Wkakakkaakk....
Singkat cerita...
+"Umanya... sudah jadikah lempengnya ?, sudah jadi kah !!!!???"
-"Hadangi ini nah handak meantar"
Pas handak memakan, datang tamu, supaya kada ketahuan tamu lekap'akan ke kepala..tukupi kupiah. Hayukam...lempeng sagu panas panas lekapakan ke kepala maka bakas begundul tadi pas haratan mehadangi lempeng (urang engken tu ketuju begundul supaya duit lambat kaluar), ada gunting tumpul tekena kepala, luka...hahaha...padih banar tu...maka rambut sisa tu berikitan kelempeng...
Bukai ai..
"Assalamu'alaikum" ujar tamu
"Wa'alaikumsalam" ujar nang laki tadi bapander sambil manahan padih
"Apa habar"
"Baeeeeek"
Nah gula nang di lempeng tadi tu belilihan..
"Kanapa kapala" ujar tamu
"Bisul pacah bungulai.." jar...
Haha...jaka kada usah disembunyikan tadi, jaka bebagi dua tadi, ada jua makan sebelah, ni kada sudah kada jadi makan, kapala padih.
Wkakakkaakk....
Sumber : lucut-tetawa.blogspot.com
PETANI HSS KE ISTANA
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Satu orang penyuluh kehutanan swadaya
masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) atas nama Drs Edy Sunarko
(52), warga Desa Gumbil Kecamatan Telaga Langsat RT 4 RW 2 dan satu
rekannya, Kompol (Pur) Saberi (67) warga Desa Ambarai Karang Jawa
Kecamatan Padang Batung menjadi salah satu tamu diundang Presiden
Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Jakarta.
Undangan yang disampaikan presiden, sudah mereka terima. Rencananya,
mereka berdua akan berangkat pada hari Kamis (15/8) sekira pukul 12.00
menuju Istana Negara.
Kedua orang tersebut
akan mendapatkan penghargaan dari presiden. Tapi, sebelum menerima
penghargaan, kedua orang tersebut terlebih dahulu mengikuti upacara 17
Agustus di Istana Merdeka. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, keduanya
direncanakan akan menerima piagam dan penghargaan langsung dari
Presiden.
Bambang Kukilo AMd, Kepala Bidang Penyelenggara Penyuluh, pada Badan
Penyuluhan Kabupaten HSS yang mendampingi Edy dan Saberi mengatakan,
prestasi yang diraih oleh Edy Sunarko dan Saberi pada bidang
masing-masing, memang patut mendapatkan acungan jempol dan penghargaan
dari pemerintah.
Sebab, pengabdian dan hasil kerja yang mereka lakukan saat ini, sangat
terlihat dengan jelas dan sudah dirasakan oleh masyarakat luas. Tanpa
kehadiran kedua orang tersebut pada bidangnya, kemungkinan besar tidak
ada yang bisa melakukannya. Karena kedua orang tersebut, adalah
innovator yang memiliki gaya dan cara yang berbeda dalam membangun
kebersamaan di tengah-tengah masyarakat.
Edy Sunarko yang menjadi penyuluh kehutanan swadaya di Desa Gumbil,
membuktikan keberhasilan kinerjanya selama 13 tahun ini, kendati tidak
mendapatkan honor. Edy sudah berhasil menggalang masyarakat untuk
memanfaatkan hutan belukar (ngangur) menjadi hutan produktif. Bahkan
saat ini, sebanyak 110 hektare lahan ngangur dapat difungsikan dengan
baik.
Seperti, penanaman kelapa sawit, karet, garu dan tanaman produktif
lainnya yang menghasilkan. Sehingga, masyarakat desa selain bisa
bercocok tanam. Saat ini, sudah memiliki usaha tersendiri dengan
penghasilan dari kebun yang sudah mulai menghasilkan. Dalam
perkembangannya saat ini, kehidupan dan roda perekonomian masyarakat
desa sudah berjalan sangat baik.
Sedangkan kinerja Saberi dengan koperasinya juga sangat baik dan
pantas mendapatan penghargaan. Karena Saberi, dapat menjaga stabilitas
harga padi unggul pada masyarakat petani yang ada di Kabupaten HSS.
Dalam penangkaran yang dilakukannya, padi-padi unggul yang ada di HSS,
dibagikan kepada para kelompok tani. Selanjutnya, para kelompok tani
melakukan penanaman hingga panen. Kemudian, hasil dari tanaman kelompok
tani tersebut dibeli oleh koperasi yang ditangani oleh Saberi.
Di tempat yang sama, Edy Sunarko yang diminta komentarnya mengatakan,
penyuluhan swadaya yang dilakukannya hanyalah untuk membangkitkan
semangat dan meningkatkan roda perekonomian masyarakat yang ada di
desanya.
Saberi yang juga diminta komentarnya mengatakan, bahwa apa yang sudah
dilakukannya saat ini, karena melihat mata pencarian warga yang ada di
HSS adalah bercocok tanam. Sedangkan hasil yang ditanam banyak tidak
sebanding dengan penghasilan. Agar para petani dapat tersenyum, maka
dicarilah Ide, agar tanaman yang ditanam bisa menghasilkan tanaman yang
menguntungkan.***
Sumber : Radar Banjarmasin
BATAMPUR MERIAM KARBIT DI BARABAI
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Tak salah kalau tradisi yang begitu menguras uang itu tetap digelar. Masyarakat takut kegiatan budaya mereka hilang terus usang dan dilupakan. Kendati persiapan tahun ini terkesan mendadak, dengan semangat yang sama, cita-cita meneruskan tradisi mendentumkan meriam yang bunyinya terdengar puluhan kilo itu harus meriah dan kampung yang sunyi mendadak hidup.
Puluhan batang meriam disipkan, sedikitnya 60 lebih batang meriam (2012) yang berhadap-hadapan dan terdata di tengah kegelapan malam.
Untuk mencoba, tak perlu ragu, seluruh meriam yang sudah jadi harus dites untuk diuji kekuatan batangnya. Pengujian ini untuk mengukur kadar kebutuhan karbit, air, dan melihat ikatan samawi agar tidak bergerak saat dibunyikan. Selain itu, membunyikan lebih awal bermaksud untuk “memanas-manasi” lawan agar secepatnya menyelesaikan pembuatan meriam. Meriam ini biasanya sepanjang 10 meter, bahkan ada yang lebih.
Kalau dilihat dari segi dana, maka hal ini tentunya sangat besar, apalagi kalau dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan sosial yang lebih bermamfaat. Namun demi pelestarian tradisi, makwa warga tetap komitmen utnuk terus swadaya melaksanakannya.***
Kebiasaan
Batampur (Perang) Meriam Karbit di Barabai, tepatnya di Daerah Mahang –
Palajau masih tidak memudar, setiap Hari Raya Idul Fitri, biasanya pada
malam hari raya ke 2, perhelatan perang ini dilaksanakan.berbiaya
puluhan juta ini murni hasil urunan dan swadaya masyarakat. Romantisme
bunyi yang memekakkan telinga ini ternyata sudah lama ditunggu dan jadi
pergunjingan hebat warga Barabai.
Tak salah kalau tradisi yang begitu menguras uang itu tetap digelar. Masyarakat takut kegiatan budaya mereka hilang terus usang dan dilupakan. Kendati persiapan tahun ini terkesan mendadak, dengan semangat yang sama, cita-cita meneruskan tradisi mendentumkan meriam yang bunyinya terdengar puluhan kilo itu harus meriah dan kampung yang sunyi mendadak hidup.
Puluhan batang meriam disipkan, sedikitnya 60 lebih batang meriam (2012) yang berhadap-hadapan dan terdata di tengah kegelapan malam.
Meriam ini terbuat dari batang pohon aren ini. Hal ini dimulai
dengan menebang batang aren dan membelah untuk dilubangi, menyatukan
batang aren, menambal dengan seng, menutupi dengan samawi (pengikat dari
bambu) agar lingkarannya makin kuat. Sampai dengan menggulung rantai,
memindahkan meriam ke lokasi dan mencobanya.
Untuk mencoba, tak perlu ragu, seluruh meriam yang sudah jadi harus dites untuk diuji kekuatan batangnya. Pengujian ini untuk mengukur kadar kebutuhan karbit, air, dan melihat ikatan samawi agar tidak bergerak saat dibunyikan. Selain itu, membunyikan lebih awal bermaksud untuk “memanas-manasi” lawan agar secepatnya menyelesaikan pembuatan meriam. Meriam ini biasanya sepanjang 10 meter, bahkan ada yang lebih.
Adat dan budaya batampur meriam ini jadi alat pemersatu warga Mahang
dan Buluan. Silaturahmi tetap lancar kendati namanya perang meriam. Di
balik semangat terbersit kesulitan pendanaan. Pasalnya, modal satu
batang sekurangnya Rp1 juta, padahal yang bersanding totalnya lebih 60
batang. Dan, kebutuhan karbit sebanyak 1 ton, nilainya sekitar Rp 14
jutaan.
Kalau dilihat dari segi dana, maka hal ini tentunya sangat besar, apalagi kalau dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan sosial yang lebih bermamfaat. Namun demi pelestarian tradisi, makwa warga tetap komitmen utnuk terus swadaya melaksanakannya.***
Sumber : Muhammad Afif Bizri (avivsyuhada.wordpress.com)
PENJUAL KORAN DI RUMAH SAKIT
RABU, 14 AGUSTUS 2013
Kali ini saya akan menceritakan tentang seorang bapak, atau malah
mungkin bisa kita sebut kakek, beliau adalah penjual Koran di Rumah
Sakit Damanhuri Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Sebenarnya saya sudah beberapa kali melihat beliau di Rumah Sakit
ini, dan bahkan beberapa kali pernah membeli Koran dari beliau.
Kebetulan saya beberapa kali ke Rumah sakit ini, Istri pernah op name,
istri juga melahirkan anak ke dua di Rumah Sakit ini, dan kami juga
beberapa kali memeriksakan kesehatan anak kami di sini, dan yang
terakhir adalah ketika kami memeriksakan anak kedua kami, dan saya
kembali lagi bertemu dan membeli Koran dari beliau.
Entah siapa nama beliau, berapa umurnya dan dimana beliau tinggal,
saya kurang tahu dan memang tidak mencari tahu. Saya hanya ingin
menyampaikan pesan bahwa perjuangan itu akan dilakukan oleh siapapun dan
dimanapun. Begitupula dengan apa yang saya saksikan dengan si kakek.
Perjuangan mencari nafkah dengan cara menjual Koran di Rumah Sakit.
Seribu Rupiah akan sangat berarti bagi orang yang mendapatkannya dengan mengumpulkan dari seratus perak, ke seratus yang lain.
Begitupula Sepuluh Ribu rupiah akan sangat berarti bagi orang yang
mendapatkannya dengan mengumpulkan dari seribu rupiah ke seribu rupiah
yang lain.
Dan begitu juga seratus ribu dan satu juta rupiah, . . . . nilainya
bukan sekedar dari nilai yang tertulis, namun nilainya sebanding dengan
nilai pengorbanan dan perjuangan dalam mendapatkannya.
Maka jangan pernah meremehkan harga seratus rupiah, karena ia akan
sangat berharga bagi orang yang mengumpulkannya sedikit demi sedikit.
Dan sangat mungkin inilah yang dilakukan si kakek penjual Koran ini,
dari keuntungan menjual satu Koran yang tidak seberapa inilah beliau
kumpulkan untuk bisa menjadi sepuluh ribu rupiah. Dengan terus berjalan
dengan lambat dan terseok-seok mengelilingi Rumah Sakit Damanhuri
Barabai seraya menawarkan kepada orang yang ada di Rumah Sakit
tersebut, dengan terus mengharapkan ada yang akan membeli Koran dan
beliau aka nada untung dari penjualan ini.
Harga uang akan sebanding dengan nilai perjuangan dan pengorbanan mendapatkannya.
Semoga keberkahan dan keluasan rezki selalu terlimpahkan bagi orang-orang yang ikhlas dalam mencari rezki yang halal.***
Sumber : Muhammad Afif Bizri (avivsyuhada.wordpress.com)
Langganan:
Postingan (Atom)
Suasana Pagi Hari di Sekitaran RT 1 Desa Angkinang Selatan
Sabtu, 23 November 2024 Suasana yang terlihat di sekitaran RT 1 Desa Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,...
-
Rabu, 26 Maret 2014 Plang penunjuk Makam Datu Taniran Desa Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. HSS Lokasi Makam D...
-
Sabtu, 30 Maret 2013 Selain ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya Kandangan, sejurus tentu terbayang kes...