Minggu, 18 Oktober 2020

Puisi Panjang Hudan Nur (Banjarbaru) untuk Para Almarhum / Almarhumah

Senin, 19 Oktober 2020

PUISI HUDAN NUR :

 

RUHUNA FATIHA : TIDAK ADA ITU LISAN DIBAWA ANGIN TULISAN ABADI BILA TSUNAMI HARI ESOK MENENGGELAMKAN KARENA SEMUA AKAN KEMBALI KE AIR MENUBA LAUT DALAM SAJAK-SAJAK RENJANA

 

I.almarhun ahmad fahrawi,

 

kau himpun penyastra banjarbaru

membumbung ke pundak

yang sangsai

 

kau tebar jala

menangkup musim

memeram bintang-bintang di pelatar

kos rifani

 

banjarbaru dibagi

nama-nama gang

semakin kelam

ditelan malam

 

aku ziarah

ke makammu yang entah

tanpa salam

 

zirah masa lalu

lanskap musim yang entah

membungkam

rasa malu ku

 

II.almarhum muhammad hasfiany sahasby,

 

kau belai padang karamunting

dalam semak-semak musim

yang kau curi di pintu kemarau

di jumat penghujung tahun

kita lukis kemuning di sungai besar

mewarnai selendang-selendang

putri anggani

putri malili

siti sahanjani

 

kita berbagi rahasia

lewat suara-suara radio

kita kukuh dalam dermaga sajak

yang tambat di sungai

menghanyutkan nama-nama gang

 

bagimu,

anjung adalah embrio di tahun ‘60

aku lindap

sajak-sajak di kobar kendurimu

kukunyah huruf-huruf zaman

bilur banjarbaru di tahun kelahirannya

 

III.almarhum muhammad syarkawi mar’ie,

 

bersama rendra kau kenali

sajak-sajak kenari

di selasar surakarta

 

kota ini setelah

kau tinggal pergi

seperti kehilangan noktah

 

di jalan biduri

aku kalungkan oleh-oleh musim

tak ada penanda

yang menakar

satu persatu penanak masa

semua lingsir

mengulum wajah lama yang usang

melipat hari-hari dengan sketsa buatan aziz

 

IV.almarhumah sri supeni,

 

bundaku malang

di dadamu tertancap

luka-luka

nubuat alif

yang dipersalahklan takdir

 

kubawakan segelas

melati tunggal

raga yang tenggelam

dipeluk dingin

musim penghujan

 

aku menari

di dalam riak-riak

gerimis

 

dalam jangkauan yang maha

pipit kecil

melambai di atas kepalamu

 

di pion waktu

kita berpisah

puisi-puisi mengelana di altar

pusaramu yang kelabu

 

V.almarhum yuniar m ary,

 

boma cerita

pada padang karamunting

 

engkau timang

cucu-cucu banjarbaru

warna nun

di pelatar ratu elok

 

kita ramu

judul-judul puisi

di atas tembikar

dalam perjalanan pulang baruh

 

istrimu yang tualang

telah melebihkan

sisa harinya

dalam tempayan

yang kau simpan

di sela-sela kemarau

 

VI.almarhum muhammad rifani djamhari,

 

putri tantri membacamu

di teras rumah

 

lembaga dokumentasi

kliping-kliping

kenangan

menjamur di wajahmu

 

ia tulis ayat-ayat jelaga

di antara kobar

jasadmu yang bersemayam

 

ia tulis

janji-janji tuhan yang urung

kuseka air matanya

luruh di telan

lamun sajak-sajak penghabisan

 

VII.almarhum eza thabry husano,

 

kerajaan kilang

telah usai ucapmu

 

batu-batu karaha

menghimpit kata

membolak balik

janjimu

di ruang itu,

kita bersaksi

akan selalu bersilang

mengurai jalan-jalan simpang

hingga semua akan luruh

melambai-lambai

 

aku taruh sajak

di atas mejamu

 

kutiup lilin-liin

pelarian bagimu :

opoi banjarbaru

di rekaman puisi

kau terbahak menertawakan aku

yang sempoyongan

menyeberang jalan

 

VIII.almarhum hamami adaby,

 

ayat-ayat tuhan

telah kau tulis

dalam geletar hidupmu

yang lumat

 

kupanggul rembulan

ke kamarmu yang kosong

kau enggak rindu

kusirami setiap pertemuan haram

 

puah,

jadilah nama-nama

punggawa dramamu

yang sorak

di atas kendara

kita usung suka cita mentari

kutelan semua jelaga hari

asap-asap buatan

yang merasuk di halaman belakang kuburmu

 

IX.almarhum fitri zam-zam,

 

kita pulang membawa

kenangan dalam-dalam

 

di atas sana

kenduri malam

beraltar seroja

akan terus berjaga

 

mingguraya yang bayang

kecamuk masa lalu

kehormatan komunitas

dibawa ke ujung jalan

 

kita lempari

batu-batu lampau

ke pusara yang ranum

wajah-wajah silih

mengganti dengan darah

cecar disuung limbubu

 

X.almarhum zain noktah,

 

ai kyu zie membaca puisiku

ke atas pohon kariwaya

 

kusambut

tangannya yang mungil

kucium kembang sepatu

yang hidungnya menempel

pikiranku jengah

membebat lalu lalang

sisa-sisa kemarau

yang menghamburi daun-daun ketapang

 

di kuburanmu aku titip

sepucuk pandan

remah-remah mawar

yang enggan

 

XI.almarhum arsyad indradi,

 

engkau nisbat

larung-larung

penyair gila

 

sanggar-sanggar buatan

rumah-rumah buku

menyarang di kelompok studi

banjarbaru

 

jengah sisa-sisa

kolam lohan

dan kecipak rinai

anak-anak

bayang

menikam helatmu

dalam

 

XII.almarhum sandi firly,

 

tak ada yang menjemputmu

kala putra sulung

pulang duluan

menghadap bapak

 

kurung-kurung

nadimu yang rompang

membaur di setiap

molukelmu yang enggan

 

aku hanya

tanda yang kupas terkelupas

katamu,

 

XIII.almarhum aan setyawan,

 

adik nay

kemumu lajang

telah tersungkur dibaiat waktu

 

malam-malam perawan

telah kau pasung

lewat duka-duka

anak ketapang

 

ambil tanganku

jemput payungmu

yang mengalang di jembatan

kembar itu

 

XIV.almarhum fakhruddin,

 

keempat anakmu telah tualang

menolak bayang-bayangmu

 

di menara masjid

kau lukis nama-nama tuhan

hu

hu

hu

hu alllllaaaaaaaaaahhhhhhh

 

altar sepi

podium hatimu yang seroja

mengantar jasadmu yang tiada

dalam helai-helai flamboyan

 

XV.almarhum hamdan eko benyamine.

 

jangan lagi ada

jarak di sela bunga-bunga

mu yang luruh

 

risalah musim

renjana-renjana tua

telah meluruhkan rambutmu

 

aku simpan

album jalanan mungguraya

yang lusuh di saku jaketmu

 

muhibah diri

yang larut ditikam

cuaca paling sepi

 

XVI.almarhumah agustina thamrin,

 

kusentuh pusaramu yang enggan

 

dawai-dawai biola

kesumat rindu

yang rinai

ditikam musim

 

ia jumpa utuh kincir

semalam

menghibur hati banjarbaru

nan pualam

 

pelesir diri

jalan-jalan lengang

tak akan sampai

hinggut menapak batasmu

 

XVII.almarhum sainul hermawan,

 

semuanya pina musti

menyambit diksi-diksi rupawan

sebelum hujan memanggilmu

sebagai lelaki lalai

 

ke podium sastra loktara

kau lempar dadu

kau pecah bulan keempat

kau buang di lorong-lorong

sepi youtuber

 

di nisanmu

bernaung kalpataru

selayak bintang pisces

yang ditikam dalam

 

XVIII.almarhum ariffin noor hasby,

 

di matamu yang samar

daun-daun luruh

ke dalam cenayangku

 

huruf-huruf sajak

semakin gelap dalam

pongahku yang enggan

 

aku hirup dalam-dalam

wajah seorang ibu

yang bershalawat laut

menyaksikan kotamu yang bersiul

dihimpit rumah-rumah lanting

 

XIX.almarhum iberamsyah barbary,

 

negeri gurindam

akan kau bangun titahmu

bak baginda yang turun

dari kerajaan sastra nusantra

 

warna-warni jalanan

telah lumus di prakiraan

kamus jiwamu telah raya

menciumi

bunga kamboja

 

ke nisanmu aku ziarahi

negeri-negeri banjar

pantun sangsai

yang terasa timpang,

 

XX.almarhum ananda perdana anwar,

 

gawaiku telah mengubur

santuy kuy kuy kuy

 

sesiapa yang bisa menghukum

matahari yang urung terbit

the retret?

 

maka

yang datang ke kuburmu

hanya kata-kata yang tak bertuah

naisseeeeeeee

naisseeeeeeee

 

XXI.almarhum ali syamsudin arsi,

 

ke taman hati kalian bersilang paham

kata-kata berantah

tertampar ke pipi-pipi angin

 

aku terhunus

taman-taman yang pernah kau buat

olah seni

sanggar-sanggar kenangan

tapi tak ada yang tak akan

menziarahi makammu

ke pendopo kindai

 

sudah ada bunga-bunga

yang siap mekar menukar musim

menghiasi pusara-pusaramu

laskar kindai

di gang kurihing

 

XXII.almarhum randu alamsyah,

 

doa-doaku telah ditolak

nama yang samar

membuyarkan ingatan tuhan

 

tak ada yang tahu

nama siapa untuk doa yang mana

talkin aku jamah

lewat kenduri mapaci

 

di limbur

jalanmu yang tak jelas

aku maki-maki angin

karena salam untukmu

telah hilang arah

tertukar dalam kepalan do’a

 

nama-nama kapuk

tempat mukim hantu-hantu

guntung payung yang nun

 

XXIII.almarhumah trisia chandra,

 

di liang kuburmu

aku khatamkan

lirik-lirik deep purple, kansas

dust in the wind

kita seperti debu

 

ayahmu telah melihat

lagu apa yang telah

kau hafalkan

 

di dalam mimbar tua

aku sebut nsakh-naskah

milik manap chandra

 

kenagan laam yang tiada

ikut kandas

ke tali-tali penguikat tubuhmu

dalam lubang kubur kita yang dangkal

 

XXIV.almarhum panglima restu,

 

di malam lailatul qadar

kau mengetuk pintu rumahku

 

aku tak pernah puasa

melanggat semi rumbai-rumbai

cahaya di pekuburanmu

 

tak ada madrasah

yang mengajarkan huruf-huruf

berbilah renjana tua

 

aku simpan semua kenangan

jalan-jalan di rangkas bitung

kota tua

pangkal pinang

tanjung pinang

raja ampat

selasar gereja di kota manado

kepulauan riau

banten lama

dago

kau berjanji mengajakku

keliling afrika sebelum

nisan tertancap di peristirahatanmu

yang tualang

 

XXV.almarhum muhammad daffa,

 

mendadak kata-kata

di secangkir pualam

yang nun

 

alam kau buang

ke buritan

angin-angin kau pasung

dalam cawan mie instan

 

aku dikejar

diksi-diksi katamu

 

kau tak tahu

kalau di dalam diksi

bersembunyi selafaz pisah

inna lillahi wa inna ilaihi raji’un

 

XXVI.almarhum aliansyah jumbAwuya,

 

takzim aruh dalam zirah

pelewang di perjumpaan kita

yang tunggal

 

aku menunggangi masa

peluh buku-buku

terompah waktu yang mencetak

diksi-diksi lusuh

 

wafak orang-orang amuntai

beriman lagi beriman lagi beriman

entah di sandaran yang mana

harus aku ucapkan

betapa letihnya penaku

menapak namamu

mengukir liang waktu ke tanah perjanjian

 

XXVII.almarhum harie insani putra,

 

kisahmu yang sungsang itu

telah ditolak musim

 

kau rompak nadir

genyatangan sepanjang

di rumah-rumah maya

jagat internet kenduri internet

kau bercinta dengan internet

aku takut,

makammu tak diziarahi internet

 

XXVIII.almarhumah zurriyati rosyidah,

 

keturunanmu yang enggan

memanggilmu dalam

 

kuku-kukumu di masa lalu

telah mencakarku

lewat belakang

 

kau tanggalkan semua pakaian

ke tanah datar

geletar musim yang mengusik

kendurimu

pohon-pohion durian rebah

diseberangkan musim

 

tak pernah ada talkin

tak ada yasin

tak ada haul

hanya sisa-sisa puisi

yang mengudara

 

XXIX.almarhumah aku,

 

ruhuna fatiha!

 

 

Teras Puitika Banjarbaru, 10 Oktober 2019

22.00 wita

 

 

(Puisi di atas dimuat dalam buku Semerbak Hutan Seharum Ombak : Antologi Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan XVI Tanah Bumbu 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana di Rumah Malam Sabtu

 Jumat, 26 April 2024 Suasana di dalam rumah saya, pada hari Jumat (26/04/2024) malam Sabtu sekitar pukul 22.15 WITA. (ahu)