Senin, 19 Oktober 2020
PUISI HUDAN NUR :
RUHUNA FATIHA : TIDAK ADA ITU LISAN DIBAWA ANGIN TULISAN ABADI BILA TSUNAMI HARI ESOK MENENGGELAMKAN KARENA SEMUA AKAN KEMBALI KE AIR MENUBA LAUT DALAM SAJAK-SAJAK RENJANA
I.almarhun ahmad fahrawi,
kau himpun penyastra banjarbaru
membumbung ke pundak
yang sangsai
kau tebar jala
menangkup musim
memeram bintang-bintang di pelatar
kos rifani
banjarbaru dibagi
nama-nama gang
semakin kelam
ditelan malam
aku ziarah
ke makammu yang entah
tanpa salam
zirah masa lalu
lanskap musim yang entah
membungkam
rasa malu ku
II.almarhum muhammad hasfiany sahasby,
kau belai padang karamunting
dalam semak-semak musim
yang kau curi di pintu kemarau
di jumat penghujung tahun
kita lukis kemuning di sungai besar
mewarnai selendang-selendang
putri anggani
putri malili
siti sahanjani
kita berbagi rahasia
lewat suara-suara radio
kita kukuh dalam dermaga sajak
yang tambat di sungai
menghanyutkan nama-nama gang
bagimu,
anjung adalah embrio di tahun ‘60
aku lindap
sajak-sajak di kobar kendurimu
kukunyah huruf-huruf zaman
bilur banjarbaru di tahun kelahirannya
III.almarhum muhammad syarkawi mar’ie,
bersama rendra kau kenali
sajak-sajak kenari
di selasar surakarta
kota ini setelah
kau tinggal pergi
seperti kehilangan noktah
di jalan biduri
aku kalungkan oleh-oleh musim
tak ada penanda
yang menakar
satu persatu penanak masa
semua lingsir
mengulum wajah lama yang usang
melipat hari-hari dengan sketsa buatan aziz
IV.almarhumah sri supeni,
bundaku malang
di dadamu tertancap
luka-luka
nubuat alif
yang dipersalahklan takdir
kubawakan segelas
melati tunggal
raga yang tenggelam
dipeluk dingin
musim penghujan
aku menari
di dalam riak-riak
gerimis
dalam jangkauan yang maha
pipit kecil
melambai di atas kepalamu
di pion waktu
kita berpisah
puisi-puisi mengelana di altar
pusaramu yang kelabu
V.almarhum yuniar m ary,
boma cerita
pada padang karamunting
engkau timang
cucu-cucu banjarbaru
warna nun
di pelatar ratu elok
kita ramu
judul-judul puisi
di atas tembikar
dalam perjalanan pulang baruh
istrimu yang tualang
telah melebihkan
sisa harinya
dalam tempayan
yang kau simpan
di sela-sela kemarau
VI.almarhum muhammad rifani djamhari,
putri tantri membacamu
di teras rumah
lembaga dokumentasi
kliping-kliping
kenangan
menjamur di wajahmu
ia tulis ayat-ayat jelaga
di antara kobar
jasadmu yang bersemayam
ia tulis
janji-janji tuhan yang urung
kuseka air matanya
luruh di telan
lamun sajak-sajak penghabisan
VII.almarhum eza thabry husano,
kerajaan kilang
telah usai ucapmu
batu-batu karaha
menghimpit kata
membolak balik
janjimu
di ruang itu,
kita bersaksi
akan selalu bersilang
mengurai jalan-jalan simpang
hingga semua akan luruh
melambai-lambai
aku taruh sajak
di atas mejamu
kutiup lilin-liin
pelarian bagimu :
opoi banjarbaru
di rekaman puisi
kau terbahak menertawakan aku
yang sempoyongan
menyeberang jalan
VIII.almarhum hamami adaby,
ayat-ayat tuhan
telah kau tulis
dalam geletar hidupmu
yang lumat
kupanggul rembulan
ke kamarmu yang kosong
kau enggak rindu
kusirami setiap pertemuan haram
puah,
jadilah nama-nama
punggawa dramamu
yang sorak
di atas kendara
kita usung suka cita mentari
kutelan semua jelaga hari
asap-asap buatan
yang merasuk di halaman belakang kuburmu
IX.almarhum fitri zam-zam,
kita pulang membawa
kenangan dalam-dalam
di atas sana
kenduri malam
beraltar seroja
akan terus berjaga
mingguraya yang bayang
kecamuk masa lalu
kehormatan komunitas
dibawa ke ujung jalan
kita lempari
batu-batu lampau
ke pusara yang ranum
wajah-wajah silih
mengganti dengan darah
cecar disuung limbubu
X.almarhum zain noktah,
ai kyu zie membaca puisiku
ke atas pohon kariwaya
kusambut
tangannya yang mungil
kucium kembang sepatu
yang hidungnya menempel
pikiranku jengah
membebat lalu lalang
sisa-sisa kemarau
yang menghamburi daun-daun ketapang
di kuburanmu aku titip
sepucuk pandan
remah-remah mawar
yang enggan
XI.almarhum arsyad indradi,
engkau nisbat
larung-larung
penyair gila
sanggar-sanggar buatan
rumah-rumah buku
menyarang di kelompok studi
banjarbaru
jengah sisa-sisa
kolam lohan
dan kecipak rinai
anak-anak
bayang
menikam helatmu
dalam
XII.almarhum sandi firly,
tak ada yang menjemputmu
kala putra sulung
pulang duluan
menghadap bapak
kurung-kurung
nadimu yang rompang
membaur di setiap
molukelmu yang enggan
aku hanya
tanda yang kupas terkelupas
katamu,
XIII.almarhum aan setyawan,
adik nay
kemumu lajang
telah tersungkur dibaiat waktu
malam-malam perawan
telah kau pasung
lewat duka-duka
anak ketapang
ambil tanganku
jemput payungmu
yang mengalang di jembatan
kembar itu
XIV.almarhum fakhruddin,
keempat anakmu telah tualang
menolak bayang-bayangmu
di menara masjid
kau lukis nama-nama tuhan
hu
hu
hu
hu alllllaaaaaaaaaahhhhhhh
altar sepi
podium hatimu yang seroja
mengantar jasadmu yang tiada
dalam helai-helai flamboyan
XV.almarhum hamdan eko benyamine.
jangan lagi ada
jarak di sela bunga-bunga
mu yang luruh
risalah musim
renjana-renjana tua
telah meluruhkan rambutmu
aku simpan
album jalanan mungguraya
yang lusuh di saku jaketmu
muhibah diri
yang larut ditikam
cuaca paling sepi
XVI.almarhumah agustina thamrin,
kusentuh pusaramu yang enggan
dawai-dawai biola
kesumat rindu
yang rinai
ditikam musim
ia jumpa utuh kincir
semalam
menghibur hati banjarbaru
nan pualam
pelesir diri
jalan-jalan lengang
tak akan sampai
hinggut menapak batasmu
XVII.almarhum sainul hermawan,
semuanya pina musti
menyambit diksi-diksi rupawan
sebelum hujan memanggilmu
sebagai lelaki lalai
ke podium sastra loktara
kau lempar dadu
kau pecah bulan keempat
kau buang di lorong-lorong
sepi youtuber
di nisanmu
bernaung kalpataru
selayak bintang pisces
yang ditikam dalam
XVIII.almarhum ariffin noor hasby,
di matamu yang samar
daun-daun luruh
ke dalam cenayangku
huruf-huruf sajak
semakin gelap dalam
pongahku yang enggan
aku hirup dalam-dalam
wajah seorang ibu
yang bershalawat laut
menyaksikan kotamu yang bersiul
dihimpit rumah-rumah lanting
XIX.almarhum iberamsyah barbary,
negeri gurindam
akan kau bangun titahmu
bak baginda yang turun
dari kerajaan sastra nusantra
warna-warni jalanan
telah lumus di prakiraan
kamus jiwamu telah raya
menciumi
bunga kamboja
ke nisanmu aku ziarahi
negeri-negeri banjar
pantun sangsai
yang terasa timpang,
XX.almarhum ananda perdana anwar,
gawaiku telah mengubur
santuy kuy kuy kuy
sesiapa yang bisa menghukum
matahari yang urung terbit
the retret?
maka
yang datang ke kuburmu
hanya kata-kata yang tak bertuah
naisseeeeeeee
naisseeeeeeee
XXI.almarhum ali syamsudin arsi,
ke taman hati kalian bersilang paham
kata-kata berantah
tertampar ke pipi-pipi angin
aku terhunus
taman-taman yang pernah kau buat
olah seni
sanggar-sanggar kenangan
tapi tak ada yang tak akan
menziarahi makammu
ke pendopo kindai
sudah ada bunga-bunga
yang siap mekar menukar musim
menghiasi pusara-pusaramu
laskar kindai
di gang kurihing
XXII.almarhum randu alamsyah,
doa-doaku telah ditolak
nama yang samar
membuyarkan ingatan tuhan
tak ada yang tahu
nama siapa untuk doa yang mana
talkin aku jamah
lewat kenduri mapaci
di limbur
jalanmu yang tak jelas
aku maki-maki angin
karena salam untukmu
telah hilang arah
tertukar dalam kepalan do’a
nama-nama kapuk
tempat mukim hantu-hantu
guntung payung yang nun
XXIII.almarhumah trisia chandra,
di liang kuburmu
aku khatamkan
lirik-lirik deep purple, kansas
dust in the wind
kita seperti debu
ayahmu telah melihat
lagu apa yang telah
kau hafalkan
di dalam mimbar tua
aku sebut nsakh-naskah
milik manap chandra
kenagan laam yang tiada
ikut kandas
ke tali-tali penguikat tubuhmu
dalam lubang kubur kita yang dangkal
XXIV.almarhum panglima restu,
di malam lailatul qadar
kau mengetuk pintu rumahku
aku tak pernah puasa
melanggat semi rumbai-rumbai
cahaya di pekuburanmu
tak ada madrasah
yang mengajarkan huruf-huruf
berbilah renjana tua
aku simpan semua kenangan
jalan-jalan di rangkas bitung
kota tua
pangkal pinang
tanjung pinang
raja ampat
selasar gereja di kota manado
kepulauan riau
banten lama
dago
kau berjanji mengajakku
keliling afrika sebelum
nisan tertancap di peristirahatanmu
yang tualang
XXV.almarhum muhammad daffa,
mendadak kata-kata
di secangkir pualam
yang nun
alam kau buang
ke buritan
angin-angin kau pasung
dalam cawan mie instan
aku dikejar
diksi-diksi katamu
kau tak tahu
kalau di dalam diksi
bersembunyi selafaz pisah
inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
XXVI.almarhum aliansyah jumbAwuya,
takzim aruh dalam zirah
pelewang di perjumpaan kita
yang tunggal
aku menunggangi masa
peluh buku-buku
terompah waktu yang mencetak
diksi-diksi lusuh
wafak orang-orang amuntai
beriman lagi beriman lagi beriman
entah di sandaran yang mana
harus aku ucapkan
betapa letihnya penaku
menapak namamu
mengukir liang waktu ke tanah perjanjian
XXVII.almarhum harie insani putra,
kisahmu yang sungsang itu
telah ditolak musim
kau rompak nadir
genyatangan sepanjang
di rumah-rumah maya
jagat internet kenduri internet
kau bercinta dengan internet
aku takut,
makammu tak diziarahi internet
XXVIII.almarhumah zurriyati rosyidah,
keturunanmu yang enggan
memanggilmu dalam
kuku-kukumu di masa lalu
telah mencakarku
lewat belakang
kau tanggalkan semua pakaian
ke tanah datar
geletar musim yang mengusik
kendurimu
pohon-pohion durian rebah
diseberangkan musim
tak pernah ada talkin
tak ada yasin
tak ada haul
hanya sisa-sisa puisi
yang mengudara
XXIX.almarhumah aku,
ruhuna fatiha!
Teras Puitika Banjarbaru, 10 Oktober 2019
22.00 wita
(Puisi di atas dimuat dalam buku Semerbak Hutan Seharum Ombak : Antologi Puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan XVI Tanah Bumbu 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar