Sabtu, 17 Oktober 2020
Aruh adat adalah prosesi pengungkapan rasa syukur oleh masyarakat adat dayak. Di marajai, Kabupaten Balangan, puncak bulan aruh sekitar bulan Agustus-Oktober. Banyak yang mengulas tentang aruh adat, tapi kali ini saya tertarik dengan etnobotaninya. Yaitu pemakaian bambu buluh untuk lemang.
Lemang atau lamang adalah makanan tradisional dari beras ketan / lakatan yang ditaruh dalam bambu, lalu di panggang sampai masak.
Biasanya bambu yang dipakai adalah bambu buluh yang mempunyai ruas panjang.
Lamang dalam upacara aruh ada beberapa kategori diantaranya :
Lamang biasa (lamang polos) yang bila masak bisa di bagikan pada pengunjung atau tamu.
Lamang ukuran yaitu lamang besar yang mempunyai guratan / ukiran di mulut bambu. Ada dua bentuk guratan pada lamang ukuran yang menyimbolkan laki-laki dan perempuan. Lemang laki mempunyai guratan berundak yang menyerupai kerucut berlubang, tidak bersambung yang mengelilingi bambu. Sedang lemang betina mempunyai guratan segitiga penuh, mengerucut berundak arah ke bawah.
Lamang ukuran ini biasanya hanya untuk tuan rumah (tidak di bagikan).
Selain guratan berbentuk kerucut ada juga lamang yang mulutnya mempunyai pola bernama "barambu" yaitu ujung lamang yang di belah tipis-tipis seperti rambut / tali.
Lamang barambu biasanya untuk persembahan dam dibawa menari mengelilingi kindai (lumbung padi dari kulit meranti). Barambu juga punya ciri laki dan perempuan pada kulit buluhnya.
Ada juga lamang yang kecil namanya Tangga harung, mempunyai guratan menyerupai lamang ukuran namun bambu yang dipakai bambu yang lebih kecil. Biasanya memakai buluh hijau (laki) dan buluh kuning (perempuan). Tangggaharung biasanya di masak dengan cara dimasukkan ke dalam bambu yang lebih besar.***
Sumber : Akun Facebook Hanif Wicaksono (Kabupaten Balangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar