Rabu, 25 Maret 2015

Pertumbuhan, Pembinaan dan Perkembangan Cerpen Indonesia Modern di Kabupaten Hulu Sungai Utara

Rabu, 25 Maret 2015


Oleh : Drs HM Hasbi Salim

(Disampaikan pada forum seminar Aruh Sastra Kalimantan Selatan IV di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, 14 s.d 16 Desember 2007)


I.PENDAHULUAN

            Sebelum saya membahas lebih jauh materi yang diminta oleh panitia, yaitu Pertumbuhan, Pembinaan dan Perkembangan Cerpen Indonesia Modern di Kabupaten Hulu Sungai Utara, ada dua istilah yang perlu dipertegas terlebih dahulu, yaitu istilah cerpen dan cerpen Indonesia modern.

1.Cerpen

            Cerpen adalah akronim dari Cerita Pendek. Cerita pendek termasuk dalam kategori sastra yang merupakan kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
            Menurut Edgar Alam Poe menyatakan bahwa cerita pendek adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira setengah hingga dua jam. Sesuai dengan sifatnya yang pendek dan sederhana cerpen bisa dibaca daam waktu singkat dan sambilan. Misalnya orang yang sedang menunggu keberangkatan kapal di pelabuhan, menunggu bus di halte, menunggu giliran saat membayar rekening air di PDAM, dsb.
            Cerita pendek tergolong prosa fiksi yang mempunyai unsur-unsur seperti penokohan, tema, alur, latar dan gaya bahasa. Jalannya peristiwa di dalam cerpen lebih padat. Sementara latar maupun kilas baliknya disinggung sambil lalu saja.
            Akhir-akhir ini, genre sastra cerita pendek kian populer, ini terbukti dengan kian banyaknya dipublikasikan di media massa seperti melaui majalah, tabloid, surat kabar, internet dan  buku (antologi cerpen).

2.Cerpen Indonesia Modern

            Harris Effendi Thahar dalam bukunya yang berjudul Kiat Menulis Cerita Pendek secara eksplisit menuturkan bahwa cerita-cerita pendek seperti dongeng, legenda, dan sejenisnya adalah termasuk cerita pendek lama. Sedangkan cerita pendek yang menyangkut masalah kekinian bahkan keseharian dengan Bahasa Indonesia mutakhir dapat digolongkan cerpen modern.
            Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cerpen Indonesia modern adalah cerita pendek yang diangkat dari kenyataan sehari-hari pada saat ini dengan menggunakan Bahasa Indonesia masa kini.
            Tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat kepada panitia. Izinkan saya tertarik untuk lebih sering menggunakan istilah cerpen (cerita pendek) saja tanpa embel-embel modern. Karena, yang ini rasanya lebih akrab di telinga kita.

II.PERTUMBUHAN

            Sesungguhnya, jika berbicara tentang pertumbuhan cerpen modern di Hulu Sungai Utara (HSU) kita tidak bisa melepaskan diri dari membicarakan masalah cerpen lama. Sebab, sebagaimana dimaklumi HSU terkenal dengan sastra lisan, salah satunya adalah bakisah (bercerita secara lisan, dengan cerita yang tergolong relatif pendek).
            Untuk urusan bakisah, maka kita akan menemukan sederet nama tokoh atau sastrawan di bidang ini di kabupaten ini, seperti H Anwar Hadi (alm) dari Panangkalaan, Guru H Mursidi dari Hambuku, dll.
            Jika ditelusuri secara historis, maka ada benang merah antara kemampuan bercerpen yang kita kenal sekarang dengan tradisi bakisah pada waktu dulu. Sebab keduanya mempunyai unsur-unsur penting yang sama seperti ; alur, karakter, konflik, resolusi, dsb.
            Sekitar tahun 60-an orang-orang sering berkumpul di rumah pengantin yang sering disebut malam bajaga pangantin. Dalam acara tersebut diadakan parade bahkan kompetisi bercerita atau batanding kisah. Kehebatan para penutur cerita pada waktu itu antara lain ; jika si A bercerita dengan tema Pengantin Baru, maka si B, si C dan seterusnya akan mengangkat tema yang sama pula diluar kepala atau tanpa teks secara bergiliran. Seiring dengan itu, adapula bakisah dengan pencerita tunggal. Dimana seorang yang ahli bertutur menyampaikan cerita di tengah massa dengan gayanya yang khas (seperti dalang).
            Sayangnya, sastra lisan ini kini hampir punah. Ada sedikit tersisa namun dapat dihitung dengan jari. Kadang-kadang masih dilaksanakan di pedesaan, itupun dikemas dalam sebuah acara tabligh akbar dalam rangka pencarian dana untuk majid, mushala, madrasah, dsb. Ini sering dikenal dengan sebutan malam amal atau malam saprah amal. Cerita-cerita yang dipaparkan pun pada umumnya adalah cerita-cerita Islami seperti tentang Nabi Yusuf dan Julaiha, Masithah, dsb.
            Lambat laun muncullah kesadaran para sastrawan untuk membukukan cerita-cerita yang bersambung dari mulut ke mulut itu. Sehingga muncullah gerakan menulis cerita. Untuk cerita legenda kita kenal Anggraini Antemas dengan salah satu karya beliau Legenda Candi Agung, untuk cerita Islami kita kenal KH Husin Nafarin, MA dengan salah satu buku beliau Bunga Rampai Kisah-Kisah dari Timur Tengah, untuk kisah kita kenal Bapak Harun Al Rasyid dalam bukunya Batanding Kisah di Malam Pengantin. Selain itu, kita kenal Raji Abkar (Fakhrurraji Asmuni) dengan buku beliau yang berjudul Mengenal Datu-Datu Kalimantan.
            Selanjutnya satu dua orang mencoba menulis cerita yang disebarkan ke sekolah-sekolah seperti yang dilakukan oleh Bapak Harun Al Rasyid, Sudarni dan Fitriansyah. Rasanya tidak berlebihan kalau saya katakaa bahwa atas jasa para sastrawan yang mulai menulis dan hasilnya disebarkan ke sekolah-sekolah memberikan sedikit andil untuk tumbuh kembangnya semangat bercerpen dikalangan anak-anak muda (sebut anak-anak sekolah).
            Dari media radio diam-diam berkembang pula cerpen. Namun sayangnya para penyiar radio terkadang ambil mudah saja dengan cara mengambil cerpen yang dipublikasikan di media massa, bukan mencipta secara khusus.

III.PEMBINAAN

            Secara jujur saya katakan bahwa hampir tidak ada pembinaan yang terencana terhadap para penulis cerpen di daerah ini. Mereka pada umumnya muncul dan berkembang secara pribadi dan sendiri-sendiri.
            Akhir-akhir ini ada sedikit angin segar, dimana para sastrawan daerah ini berhimpun dalam wadah yag bernama Dewan Kesenian Daerah (DKD) dan sanggar, salah satunya adalah Sanggar Payung Kembang, yang diketuai oleh Bapak Harun Al Rasyid dengan salah satu materi kegiatannya adalah membuat antologi cerpen, mengadakan lomba batanding kisah, membaca cerpen, sinopsis, dll.

IV.PERKEMBANGAN

            Walaupun agak tersendat-sendat, sastra tulis nampaknya terus berkembang juga, sehingga bermunculan sederet nama cerpenis pendatang baru yang nampak bertalenta tinggi. Dalam hal ini sebut saja nama para muda seperti Aliansyah Jumbawuya (wartawan Tabloid Serambi Ummah rubrik sastra), Raji Akbar, Nailiya Nikmah, Fitria Handayani, Endang Fitriani (salah satu pemenang Lomba Menulis Cerpen Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada Aruh Sastra Kalimantan Selatan III Tahun 2006 di Kotabaru) dan beberapa cerpenis lainnya yang tidak mungkin untuk dituliskan seluruhnya disini.

V.PERMASALAHAN

            Dari pengamatanan penulis ada sejumlah permasalahan yang dialami dalam dunia percerpenan. Permasalahan tersebut antara lain :
            1.Kurangnya dukungan dari pemerintah misalnya penyediaan tempat atau fasilitas kegiatan.
            2.Masih terbatasnya media untuk mempublikasikan buah karya berupa cerpen di media massa (cetak dan elektronik).
            3.Kurangnya porsi materi cerpen dalam kurikulum di sekolah seperti di SD/MI, SLTP/MTs dan SLTA/MA. Padahal ini merupakan jalur paling strategis untuk menciptakan generasi yang apresiatif terhadap karya sastra, bahkan boleh jadi pabriknya cerpenis masa depan.
            4.Keuntungan finasial yang belum menjanjikan. Misalnya honor menulis cerpen yang belum memadai.
            5.Kurangnya pembinaan dari lembaga kesenian seperti DKD.
            6.Belum terbentuknya komunitas cerpenis yang mapan sebagai wadah bertukar pendapat dan berkarya bersama. Seperti Forum Lingkar Pena.

VI.PEMECAHAN MASALAH

            Ada sejumlah jalan keluar yang perlu diambil untuk memecahkan permasalahan di atas. Antara lain :
            1.Menggalakkan peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang membantu secara langsung maupun tidak, misalnya ; menyediakan fasilitas, menyelenggarakan kegiatan lomba penulisan dan pembacaan cerpen.
            2.Menambah media yang mau mempublikasikan karya cerpen atau karya sastra pada umumnya.
            3.Menambah porsi pengajaran sastra di sekolah, dalam hal ini termasuk cerpen. Bahkan jika memungkinkan mengadakan kegiatan ekstra kurikuler secara tersendiri.
            4.Perlunya penghargaan finansial yang memadai dari media massa dan pemerintah.
            5.Pembinaan dari DKD secara langsung dan intensif baik melalui pelatihan, up grading, workshop, temu cerpenis, dsb.
            6.Perlunya pembentukan komunitas cerpenis di Kabupaten HSU untuk mendorong mereka berkarya dan meningkatkan kualitas hasil karya.

VII. PENUTUP

            Barangkali banyak hal yang belum termuat dalam tulisan ini yang seharusnya dimasukkan, maka dengan kerendahan hati saya berharap forum ini bisa menambahkannya.
            Kalau boleh saya berharap, kiranya seminar sehari ini menghasilakan sejumlah terobosan baru yang lebih bermakna bagi kita semua baik insan sastra (baca : sastarawan) maupun masyarakat penikmat sastra pada umumnya. Sebab, saya yakin permasalahan yang dialami di Kabupaten HSU tidak jauh berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di kabupaten lain di Kalsel.
            Untuk itu perlu dibuat semacam rekomendasi yang bisa disampaikan kepada sejumlah pihak yang terkait, seperti pemerintah daerah, DKD, sanggar, media massa (cetak dan elektronik), LSM dan pihak-pihak lainnya yang dirasa perlu dan memungkinkan. Sekian.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pondok Es Gunung Titi Limpasu Ahad Siang

 Senin, 25 November 2024 Pondok Es Gunung Titi di Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, pada hari Ahad (24/11/20...