Meningkatkan
Eksistensi Dewan Kesenian Kotabaru Terhadap Pemeliharaan dan Pelestarian Seni
Tradisi Daerah Kalimantan Selatan
(Sebagai Bentuk
Implementasi dan Implikasi Perda No 6 Tahun 2009)
Oleh : Dewan Kesenian Kotabaru
(Disampaikan pada Aruh Sastra Kalimantan Selatan VII Tahun 2010 di
Tanjung, Kabupaten Tabalong)
A.Pendahuluan
Kesenian merupakan hasil cipta
manusia dalam wujud yang beragam. Kesenian merupakan manifestasi dari
nilai-nilai luhur yang memperhalus akal budi manusia. Lewat seni, manusia dapat
belajar untuk menjadi lebih bijaksana.
Kesenian seyogianya adalah hal yang
menjadi ciri khas dari sebuah bangsa. Keberadaannya merupakan salah satu
tonggak identitas bangsa kepada dunia.
Kesenian yang tumbuh dan berkembang
apabila tidak dilandasi oleh pemahaman bahwa perlu adanya regenerasi dan
kesadaran untuk lestari, niscaya seni hanya akan menjadi sebuah hal yang
temporer. Seni sejatinya adalah sebuah kekayaan bangsa yang sangat bermakna
untuk mengajarkan generasi selanjutnya kehalusan budi pekerti dalam kehidupan.
Pelestarian seni dilakukan oleh beberapa elemen dengan berbagai upaya.
Pelestarian tidak sekedar membuat seni itu tetap bertahan, namun juga
berkembang dan tidak goyah dengan arus zaman. Individu yang memiliki kesadaran,
lembaga-lembaga seni yang tumbuh dan berkembang, masyarakat yang turut andil
merupakan potensi untuk membuat eksistensi kesenian yang ada pada suatu daerah
tetap bertahan.
Dikeluarkannya Perda Nomor 6 Tahun
2009 oleh Gubernur Kalimantan Selatan dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kalsel sebenarnya membawa angin segar bagi pelaku dan pencinta
seni di daerah Kalsel. Ada setitik oase
yang menjadi harapan bagi dunia berkesenian, khususnya bagi para pelaku
seni di wilayah Provinsi Kalsel. Upaya konkret yang telah dilakukan pemerintah
ini harus diapresiasi secara positif oleh seluruh elemen masyarakat Kalsel
tanpa kecuali.
Sebagai konsekuensi logis atas
produk kebijakan pemerintah Kalsel yang telah membuka ruang amat terbuka dan
bijak bagi kalangan seniman, sastrawan, dan budayawan di daerah ini, maka
kreativitas dan produktivitasnya dalam berkarya harus lebih baik dan maju
daripada sebelum dilahirkannya Perda tersebut.
Sebagaimana esensi Perda Nomor 6
Taun 2009 secara jelas pemerintah menuntut kita (baca : seniman, sastrawan, dan
budayawan) agar mampu menciptakan iklim berkesenian yang sehat baik seni
kontemporer maupun seni tradisi ; meningkatkan kualitas, kreativitas, dan
produktivitas karya cipta ; dan melestarikan serta mengembangkan potensi
terutama kesenian tradisi yang nyaris punah.
Sementara itu tugas pemerintah
melalui instansi terkait, dalam hal ini Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya,
Pariwisata dan Pendidikan Nasional mendapat penekanan agar mampu melakukan
pembinaan terhadap institusi atau komunitas seni yang ada di daerah sehingga
terjalin sinergi antara semua pihak yang akhirnya bermuara pada maraknya karya
seni itu sendiri.
Hal yang menjadi masalah krusial
dalam mewujudkan iklim di atas adalah sejauh mana masing-masing pihak bersikap
tidak mendeskriminasikan komunitas-komunitas seni tertentu yang sebenarnya
punya potensi besar untuk dijadikan aset pengembangan seni daerah ?
Keterlibatan pemerintah dalam melakukan pembinaan pada komunitas-komunitas seni
dan sekolah yang ada apakah sudah maksimal ? Seberapa besar peran serta
masyarakat terhadap pemajuan seni di daerah ?
B.Eksistensi dan
Peranan Dewan Kesenian Kotabaru
Dewan Kesenian Kotabaru sebagai
salah satu institusi yang mengemban amanat dari Pemerintah Kabupaten Kotabaru
untuk melakukan pembinaan dan pengembangan seni, baik terhadap
kelompok-kelompok seni di masyarakat maupun di sekolah telah menjalin kerjasama
dengan pihak-pihak terkait dalam menyelenggarakan berbagai even. Pada Hari AIDS
se Dunia bulan Desember tahun 2008 berkolaborasi dengan Duta Seni Embassy
Belanda dan Teater Q Tegal, Jawa Tengah dengan menggelar pementasan teater
daerah. Kearifan lokal seni tradisi Mamanda menjadi karakter daerah Kalsel yang
dipadukan secara harmonis dengan seni teater kontemporer sehingga pihak luar
bisa mengenal potensi seni yang kita miliki.
Setiap tahun Dewan Kesenian Kotabaru
bermitra dengan Disporabudpar menggelar kesenian pada acara HUT Kotabaru.
Selain itu, mengadakan Festival Bedug sebagai bentuk pelestarian budaya Islam
sekaligus sebagai dam ditengah derasnya modernitas budaya yang berakar dari
barat. Ini dilakukan supaya mentalitas dan moralitas generasi muda di Kotabaru
khususnya tidak mengalami degradasi yang amat memprihatinkan. Pada tahun 2009
bekerjasama dengan KNPI melaksanakan Festival Drum Band I se Kalsel. Selain
itu, Festival Lagu Pop Banjar, Tadarus Puisi, workshop dan pengiriman anggota
mengikuti kegiatan Penulisan Naskah Teater oleh Putu Wijaya di Jakarta serta
Mimbar Teater 9 Negara di Solo pada Oktober 2010 telah dilakukan. Ke depan Dewan
Kesenian Kotabaru selalu berupaya menggali potensi seni yang ada di daerah dan
berupaya meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait sehingga kesenian
yang ada di daerah benar-benar hidup dan berkembang sebagaimana bidang lain.
Dengan demikian akan berdampak secara siginifikan bagi tumbuh suburnya kesenian
daerah.
C.Beberapa Catatan
Tentang Perda Kalsel Nomor 6 Tahun 2009
Setelah mencermati isi Perda Nomor 6
Tahun 2009 ini ada sejumlah catatan, diantaranya sebagai berikut :
1.Dalam Perda ini yang
menjadi pokok perhatian adalah Kesenian Daerah yang pengertiannya dijelaskan
dalam Bab I Ketentuan Umum. Akan tetapi, pada beberapa pasal berikutnya kata
“Daerah” dihilangkan, yang disebutkan hanya Pemeliharaan Kesenian (lihat Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat 1 dan 2, Pasal 8 ayat 2 huruf c Bab
VI Pasal 9 dan Bab VII Pasal 10. Padahal kata Daerah sangat penting untuk
menunjukkan kekhususan penanganannya. Dengan ditinggalkannya kata Daerah
substansinya menjadi kabur. Sementara itu, dalam beberapa pasal tertentu
kalimat Kesenian Daerah disebutkan secara utuh (lihat Pasal 11). Hal ini
berarti bahwa penggunaan istilah tidak konsisten.
2.Perda ini masih
deskriminatif, penjatuhan sanksinya hanya kepada masyarakat yakni pemilik hotel
dan restoran yang tidak dapat menjalankan kewajibannya (lihat Pasal 11 jo dan
Pasal 15). Terhadap instansi pemerintah yang tidak melaksanakan tanggung
jawabnya tidak dikenakan sanksi (lihat Pasal 8 ayat 1 dan 2). Padahal, justru
instansi pemerintah ini yang menjadi motor penggerak dalam pelestarian kesenian
daerah.
3.Penekanan Perda ini
bertumpu pada dua instansi : Disporabudpar dan Dinas Pendidikan. Apa yang
terjadi dan bagaimana bentuk pertanggungjawabannya apabila :
a.Disporabudpar TIDAK
berupaya maksimal mengembangkan kesenian daerah ;
b.Disporabudpar TIDAK
menganggarkan dalam APBD untuk pengadaan prasarana dan sarana kesenian daerah ;
c.Disporabudpar TIDAK
berupaya untuk mempublikasikan dan mempromosikan kesenian daerah (lihat Pasal
8) ; dan
d.Dinas Pendidikan
TIDAK merencanakan dan mempersiapkan perangkat kurikulum, bahan ajar, tenaga
pengajar, sarana kesenian dalam rangka pelaksanaan tanggung jawabnya (lihat
Pasal 8 ayat 2)
4.Bagaimana pula
kalau anggaran sudah direncanakan dan diajukan oleh kedua instansi pemerintah
daerah tersebut tetapi tidak diakomodasi oleh DPRD selaku lembaga yang memiliki
hak budgeter. Dalam Perda, persoalan serius seperti ini belum diantisipasi.
DPRD sebagai lembaga yang turut melahirkan Perda ini, komitmen dan tanggung
jawabnya harus tegas dan jelas. DPRD semestinya wajib mengakomodasi pembiayaan
pemeliharaan kesenian daerah dalam APBD. Memang dalam Bab X Pasal 14 disebutkan
bahwa pemeliharaan kesenian daerah berasal dari APBD dan APBN tetapi pernyataan
tersebut hanyalah pernyataan normatif yang bersifat administratif belaka.
5.Dalam Bab XIII
Ketentuan Penutup Pasal 17 memberikan pekerjaan rumah kepada Gubernur untuk
segera membuat peraturan pelaksanaan yang bersifat teknis, seperti apa saja
jenis kesenian tradisional dan kesenian rakyat yang menjadi lokalitas
masyarakat Kalsel mengenai bentuk, corak, sejarah terciptanya dan cara
menyajikannya. Pertanyaannya apakah hal-hal tersebut sudah dibuat ?
6.Perda ini sendiri
hanya menitikberatkan kepada pelestarian kesenian daerah yang bersifat seni
pertunjukan dan kesenian daerah yang berwujud fisik. Tidak sedikit pun
menyentuh ranah sastra sebagai bagian dari sebuah seni.
D.Penutup
Perda yang diterbitkan setahun yang
lalu ini memang diharapkan bisa menjadi angin segar bagi dunia kesenian di Kalsel.
Namun, angin segar yang diharapkan ini, setelah setahun masa terbitnya tak jua
kunjung berhembus. Sosialisasi Perda ini sendiri terkesan mampet kepada
pihak-pihak yang seharusnya wajib mengetahui berlakunya Perda tersebut untuk
kemudian menerapkannya.
Perda Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor 6 Tahun 2009 diharapkan diapresiasi secara positif oleh semua pihak agar
kesenian daerah, terutama yang nyaris punah bisa ditumbuhsuburkan. Oleh
karenanya perlu sosialisasi yang lebih intens terhadap instansi yang secara
langsung bersentuhan dengan pemerintah yakni Disporabudpar dan Dinas Pendidikan
Nasional. Hal ini menjadi amat penting mengingat masih belum maksimal apa yang
menjadi kewenangan dan tanggung jawab yang harus dilakukan kedua instansi
pemerintah tersebut.
Rendahnya minat dan apresiasi siswa
maupun masyarakat terhadap seni tidak terlepas dari kurangnya upaya dan niat
baik dari Disporabudpar dan Dinas Pendidikan nasional. Kedua instansi tersebut
belum melakukan pembinaan yang tersistem kepada kelompok-kelompok seni di
pelosok yang sebenarnya adalah basis kesenian tradisional.
Sementara itu, masyarakat khususnya
pengusaha perhotelan kurang peduli atas dikeluarkannya Perda tersebut.
Karenanya, sanksi yang tegas sudah semestinya dilakukan agar kesenian daerah
kita dapat lestari dan tumbuh subur di tengah derasnya kesenian modern yang
berasal dari luar.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar