Oleh : Ria Febrianti, S.ST
(Bekerja sebagai Staf Statistik
Sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Tinggal di
Angkinang, Kabupaten HSS)
Salah satu permasalahan yang dihadapi Provinsi Kalimantan Selatan adalah
pembangunan perdesaan yang belum merata. Hal ini ditandai dengan masih banyak
desa tertinggal yang tersebar di seluruh kabupaten / kota di Kalsel. Dari
sumber BPS (Badan Pusat Statistik), hasil pendataan Potensi Desa (Podes) 2014
Provinsi Kalsel ada 20,92 persen desa yang dikategorikan desa tertinggal. Oleh
karena itu pembangunan perdesaan harus dilaksanakan untuk mengurangi tingkat
kesenjangan kemajuan antara wilayah perdesaan dan perkotaan sebagai akibat dari
pembangunan ekonomi sebelumnya yang cenderung bias perkotaan.
Saat ini pembangunan desa yang dilaksanakan pada seluruh desa di Indonesia
dan Provinsi Kalsel khususnya belum didasarkan pada acuan baku berupa Standar
Pelayanan Minimal Desa (SPM Desa). Sampai saat ini SPM Desa dengan lingkup nasional
masih belum tersedia. Adapun rujukan mengenai aspek pemenuhan SPM Desa adalah
UU Desa dan peraturan pelaksanaannya dimana disebutkan bahwa pembangunan desa
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia, serta penanggulangan kemiskinan.
Sebagai upaya untuk mengakomodasi beberapa aspek pemenuhan SPM Desa sebagaimana
tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa tersebut maka disusunlah Indeks
Pembangunan Desa (IPD) walaupun tidak dapat mencakup seluruhnya karena adanya
keterbatasan data.
Konsep dan Metodologi IPD
Indeks Pembangunan Desa (IPD) merupakan suatu ukuran yang disusun untuk
menilai tingkat kemajuan atau perkembangan desa di Indonesia dengan unit analisisnya
“Desa”. Pengukuran IPD dibangun dari 2 sumber data yaitu : (1) Data hasil
pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) pada bulan April 2014 dan digunakan sebagai rujukan indikator-indikator
utama penyusun indeks ; serta (2) Wilayah Administrasi Pemerintah menurut
Permendagri RI Nomor 39 Tahun 2015 yang digunakan sebagai rujukan standar
terkait jumlah desa terintegrasi di Indonesia. IPD terdiri dari 5 dimensi yaitu
1) Dimensi Pelayanan Dasar, 2) Dimensi Infrastruktur, 3) Aksebilitas/Transportasi,
4) Dimensi Pelayanan Umum, dan 5) Dimensi Penyelenggaraan Pemerintahan.
Nilai IPD mempunyai rentang 0 s.d 100. Untuk memudahkan interpretasi, maka
dilakukan pengelompokan desa menjadi 3 kategori yaitu sebagai berikut :
1. Desa Mandiri adalah desa yang mempunyai ketersediaan akses terhadap
pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, aksebilitas / transportasi
yang tidak sulit, pelayanan umum yang bagus
serta penyelenggaraan pemerintah yang sudah baik. Secara teknis, desa mandiri
dengan nilai IPD lebih dari 75.
2. Desa Berkembang yaitu desa mempunyai ketersediaan dan akses terhadap
pelayanan dasar, infrastruktur, aksebilitas / transportasi, pelayanan umum dan
penyelenggaraan pemerintah yang cukup memadai. Secara teknis, desa berkembang
merupakan desa yang memiliki nilai IPD lebih dari 50 namun kurang dari atau
sama dengan 75.
3. Desa Tertinggal yaitu desa yang mempunyai ketersediaan dan akses
terhadap pelayanan dasar, infrastruktur, aksebilitas / transportasi, pelayanan
umum, dan penyelenggaraan pemerintah yang masih minim. Secara teknis, desa
tertinggal merupakan desa yang memiliki nilai IPD kurang dari atau sama dengan
50.
Kondisi Perkembangan Desa di
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki nilai indeks 56,44. Dari total desa
1864 unit desa terdapat 20,92 % desa atau sebanyak 390 unit desa dengan
klasifikasi desa tertinggal ; 78,17 % desa atau sebanyak 1457 unit desa klasifikasi
desa berkembang dan sisanya 0,91 % atau 17 unit desa dengan klasifikasi desa
mandiri. Dari data tersebut dapat kita telaah bahwa proporsi terbesar desa yang
ada di Kalimantan Selatan berada pada klasifikasi desa berkembang.
Selain itu proporsi desa tertinggal juga cukup besar. Hal ini perlu menjadi
perhatian pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan pada desa-desa
tertinggal tanpa mengabaikan pembangunan pada desa-desa berkembang. Pembangunan
pada desa tertinggal itu penting karena sebagian besar desa tertinggal kondisi
masyarakatnya di bawah kemiskinan. Desa berkembang juga perlu dikawal pembangunan
desanya untuk mewujudkan desa mandiri.
Berdasarkan nilai rata-rata indeks masing-masing dimensi IPD, Provinsi
Kalimantan Selatan memiliki rata-rata indeks tertinggi pada dimensi aksebilitas/transportasi
dengan nilai rata-rata indeks 73,84. Sementara rata-rata indeks terendah pada
dimensi infrastruktur sebesar 41,92. Untuk dimensi pelayanan dasar nilai
rata-rata indeks sebesar 58,17, dimensi pelayanan umum sebesar 50,55 dan
dimensi penyelenggaraan pemerintah sebesar 58,24.
Dari data tersebut dapat kita cermati bahwa pembangunan desa pada dimensi
infrastruktur harus menjadi perhatian karena dari nilai indeksnya paling
rendah. Aspek-aspek dari dimensi infrastruktur yang perlu ditingkatkan adalah
ketersediaan infrastruktur ekonomi (pasar, kelompok pertokoan, mini market,
toko kelontong, rumah makan, warung serta bank), ketersediaan infrastruktur
energi (listrik, penerangan jalan, dan bahan bakar untuk memasak), ketersediaan
infrastruktur air bersih dan sanitasi (sumber air minum, sumber air mandi /
cuci dan fasilitas buang air besar), serta ketersediaan dan kualitas infrastruktur
komunikasi dan informasi (komunikasi menggunakan telepon seluler, internet dan
pengiriman barang).
Upaya untuk meningkatkan dimensi infrastruktur ini diantaranya membangun
sarana ekonomi seperti membangun pasar / kelompok pertokoan dengan bangunan
permanen yang selalu aktif kegiatan transaksi ekonominya, memberikan pinjaman
modal yang rendah bunga bagi masyarakat yang ingin punya modal untuk usaha,
pendistribusian aliran listrik (PLN) yang merata pada setiap desa, pendistribusian
air bersih yang bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat desa, pembangunan
fasilitas buang air besar bagi masyarakat yang tidak memunyai fasilitas buang
air besar, serta pembangunan Base
Transceiver Station (BTS) yang bisa
dimanfaatkan masyarakat untuk sinyal telepon dan internet.
Dimensi pada IPD yang kontribusinya paling besar adalah dimensi pelayanan
dasar. Walaupun dimensi pelayanan dasar kata-kata indeksnya tidak serendah
dimensi kondisi infrastruktur, tetapi aspek pada dimensi ini juga harus menjadi
perhatian lebih, dalam peningkatan pembangunan desa. Hal ini dikarenakan aspek
pada dimensi pelayanaan dasar ini adalah bagian dari kebutuhan dasar, khusus
untuk pendidikan dan kesehatan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan pembangunan pada dimensi
pelayanan dasar ini diantaranya ketersediaan dan akses terhadap fasilitas pendidikan
(TK, SD, SMP, SMA) yang terjangkau oleh setiap masyarakat desa, serta
ketersediaan dan akses terhadap fasilitas kesehatan (rumah sakit, rumah sakit
bersalin, puskesmas / pustu, tempat praktek dokter, poliklinik/balai pengobatan,
tempat praktek bidan, poskesdes, polides, dan apotek) yang terjangkau oleh
setiap masyarakat desa.
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat kita cermati ada 11 kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Selatan yang masing-masing mempunyai nilai IPD yang berbeda.
Kabupaten / kota dengan proporsi desa tertinggal paling banyak ada di Kabupaten
Kotabaru sebanyak 38,38 % atau sebanyak 76 unit desa. Sementara kabupaten
dengan proporsi desa tertinggal paling sedikit adalah Kabupaten Tanah Laut
sebanyak 6,15 % atau sebanyak 8 unit desa. Sementara kabupaten dengan desa
mandiri terbanyak ada di KabupatenTanah Bumbu sebanyak 7 unit desa.
Kabupaten Kotabaru dari segi geografis wilayah terdiri dari pulau-pulau
kecil sehingga pembangunan desanya belum merata. Rata-rata indeks dimensi
pelayanan dasar dan kondisi infrastruktur Kabupaten Kotabaru lebih rendah dari
kabupaten lain yang ada di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu Kabupaten
Kotabaru memiliki tantangan besar dalam pembangunan desa, agar tidak
ketinggalan jauh dengan pembangunan desa di kabupaten lainnya yang ada di Provinsi
Kalimantan Selatan.
Pembangunan perdesaan di Kalimantan Selatan diharapkan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas sumber daya manusia serta
memungkinkan desa menjadi berkembang dan maju. Hal ini dapat terwujud dengan
adanya kebijakan pembangunan desa yang tepat oleh pelaku pembangunan desa baik
di tingkat pusat, daerah maupun desa.***
Tabel 1.1 Data Indeks Pembangunan
Desa Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Selatan
Nama Kabupaten/
kota
|
IPD 2014
|
Pelayanan
Dasar
|
Kondisi Infrastruktur
|
Aksebilitas/
Transportasi
|
Pelayanan Umum
|
Penyelenggaraan Pemerintah
|
Persentase Klasifikasi Desa
|
Jumlah Desa
|
||
Tertinggal
|
Berkembang
|
Mandiri
|
|
|||||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
(11)
|
Tanah Laut
|
60,39
|
64,05
|
47,26
|
72,35
|
53,77
|
64,13
|
6,15
|
93,85
|
0,00
|
130
|
Kotabaru
|
52,70
|
47,80
|
38,37
|
72,72
|
57,67
|
58,16
|
38,38
|
60,61
|
1,01
|
198
|
Banjar
|
55,51
|
59,72
|
37,60
|
76,90
|
46,97
|
52,90
|
23,93
|
75,81
|
0,36
|
277
|
Barito Kuala
|
55,97
|
60,10
|
37,27
|
74,37
|
48,56
|
59,88
|
20,00
|
80
|
0,00
|
195
|
Tapin
|
57,07
|
57,08
|
46,01
|
72,23
|
48,75
|
62,63
|
18,25
|
80,95
|
0,79
|
126
|
Hulu Sungai Selatan
|
60,37
|
65,40
|
44,73
|
74,62
|
48,68
|
66,64
|
9,03
|
90,28
|
0,69
|
144
|
Hulu Sungai Tengah
|
56,57
|
60,99
|
42,92
|
72,78
|
49,41
|
51,81
|
16,77
|
83,23
|
0,00
|
161
|
Hulu Sungai Utara
|
55,70
|
60,39
|
43,04
|
69,34
|
44,30
|
56,85
|
24,06
|
75,94
|
0,00
|
212
|
Tabalong
|
57,84
|
58,81
|
44,17
|
72,03
|
58,00
|
59,93
|
12,30
|
86,07
|
1,64
|
122
|
Tanah Bumbu
|
57,07
|
52,47
|
43,47
|
75,48
|
54,94
|
70,03
|
22,76
|
72,41
|
4,83
|
145
|
Balangan
|
55,17
|
54,27
|
43,87
|
78,18
|
50,59
|
45,61
|
25,32
|
72,73
|
1,95
|
154
|
Kalimantan Selatan
|
56,44
|
58,17
|
41,92
|
78,84
|
50,55
|
58,24
|
20,92
|
78,17
|
0,91
|
1864
|
Sumber Data : BPS, Indeks
Pembangunan Desa 2014
Data Penulis
Nama : Ria Febrianti, S.St
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Angkinang Selatan RT 1 Kecamatan
Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalsel, Kode Pos 71291
Pekerjaan : Staf Kantor Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten HSS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar