Senin, 11 April 2016

Menghadiri Haul ke 11 Guru Sekumpul di Martapura

Senin, 11 April 2016










Minggu (10/04/2016) atau bertepatan 2 Rajab 1437 Hijriah pukul 10.00 WITA bersama Amud, Bahrudin dan anaknya Rizki, serta Sarpaini dengan isterinya Yenni berangkat ke Martapura, Kabupaten Banjar, mengikuti Haulan ke 11 KH Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul.

Mereka adalah tetangga di kampung saya, Desa Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS). Amud masih ada hubungan keluarga, sementara Bahrudin tetangga, Iki anak Bahrudin. Sedangkan Sarpaini adalah suami Yenni. Yenni adik dari Bahrudin. Sarpaini berasal dari Padang Batung.

Kami naik sepeda motor dari Angkinang menuju Martapura yang berjarak sekitar 90 kilometer. Saya ikut dibonceng oleh Amud. Niat mau mengikuti haulan ini sudah tercetus setahun lalu. Dimana orang ramai membicarakannya.

Jamaah yang hadir datang dari berbagai penjuru, yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan ribu. Sehingga jalan di Martapura macet total. Jamaah yang hadir tak bisa masuk ke Mushala Ar Raudah, pusat kegiatan haulan.

Jadi hanya ikut di rumah penduduk sekitar Sekumpul, yang sudah disiapkan sebelumnya oleh panitia haulan. Banyak pengalaman menarik yang saya alami saat mengikuti haulan ini.

Kami tiba di Martapura pukul 12.00 WITA. Kami shalat Dzuhur di Masjid Al Karomah Martapura. Setelah shalat Dzuhur mencari warung makan. Setelah mencari kesana kemari. Pilihan jatuh di Warung Makan H Said di dekat jembatan kembar Banjarbaru, arah ke Pelaihari. Saya memesan ayam panggang.

Setelah dari Warung Makan H Sadi, kami menuju sebuah masjid di kota Banjarbaru. Disini kami shalat Ashar. Bertemu dengan Rizal dan Ahmad Hariadi atau Guru, serta dua teman wanitanya. Kami berganti pakaian dan shalat Ashar. Setelah dari masjid kami menuju Sekumpul.

Memarkir sepeda motor di tepi jalan raya. Berjalan kaki sekitar 3 kilometer menuju wadah yang tepat. Kalau ke dalam kubah tidak mungkin lagi, karena di luar saja sudah penuh. Setelah memarkir sepeda motor kami menuju lokasi yang dekat rumah warga.

Kami berjalan kaki sekitar beberapa puluh menit. Lalu kami sampai di tempat yang strategis. Suasana hiruk pikuk, karena jamaah silih berganti berdatangan.

Kami menghampar sajadah di depan rumah seorang warga Sekumpul. Saya berdampingan dengan Sarpaini. Amud dengan Rizki di sebelah. Sementara Bahrudin masuk ke dekat kubah. Yenni tinggal di rumah khusus jamaah perempuan.

Usai shalat Maghrib acara dimulai Kalam Ilahi, lalu dilanjutkan dengan pembacaan syair maulid dan rangkaian haul lainnya. Menjelang akhir rangkaian haul, jamaah mendapat jatah berupa nasi kotak berisi nasi samin dan daging sapi masak karih.

Saat haulan berlangsung langit Sekumpul tampak gelap, tanpa bintang. Drone hilir mudik di langit mengabadikan lautan manusia yang menyemut. Tak jauh dari saya mengikuti haulan di atas rumah ada anak muda berkumpul, ikut haulan sambil berselfie dengan smartphone atau gadget, berlatar jamaah haulan.

Saat berangkat pulang dari tempat haul kami berjalan kaki di tengah lautan manusia. Harus merasakan keringatan yang menghias muka karena berjalan lamban, saking banyaknya jamaah.

Di Rantau, tak jauh dari pasar kami singgah. Ingin mamanasi parut lawan banyu teh. Banyak juga jamaah asal Hulu Sungai yang singgah. Karena warung itu satu-satunya yang buka disaat sudah larut malam.

Saya tiba di rumah sekitar pukul 01.30 WITA. Mulai sekarang saya memasang niat, kalau tak ada aral dan rintangan, tahun depan akan kembali mengikuti Haul Guru Sekumpul. (akhmad husaini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...