Rabu, 23 Juli 2014

Semburat Yang Mendayu

Rabu, 23 Juli 2014



Waktu terus berjalan seperti biasa
merintih bengis bertafakur
disela hari-hari yang ringkih
cobalah untuk setia
walau tak seperti yang diimpikan
semoga itu yang terbaik jadinya
kelana langlang kian melayang
sambut dengan kepiluan hati
pilih lapar atau kenyang
dalam semburat yang mendayu
manifestasi kehidupan yang terus berarak
menyilaukan mata hati
senang mendapat pujian
itu sebuah pilihan
kadangkala menampilkan kebisingan
dalam rajutan tali asmara
menyesuaikan langkah-langkah peradaban
meretas sembilu dua ayat
pikiran hati yang berbeda
andai puisiku banyak arti
lambai-melambai seretas arah
dia bukan Saidah tapi Murniati
memang berbeda
dalam ada kata
selembut samudera menerjang
mengutamakan kepentingan rakyat katanya
jalan yang terus kurengkuh
menabur banyak harapan
dari banyak perasaan menimbulkan rasa iba
membedakan dengan yang lain
umpama rindu kian merindu
memilih untuk bertahan hidup
selingkuh bukanlah pilihan yang tepat
memijak keleluasaan dalam bertindak
jatuhkan harga diri
seumpama ngarai yang luas membentang
dari rekahan api ambisi
tidak semata-mata perjuangan
tertikam belati kelam
sang pengurai waktu membeli harap
mesti baru bangun lagi
sebisa mungkin taklukkan impian hati
melakukan hal yang  bermanfaat
kerisauan kata yang membuncah
biarlah berjalan apa adanya


Kandangan, 06-07-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...