Melamun adalah titik awal penulis senior Hamsad Rangkuti menelorkan karya-karyanya. “ Saya adalah seorang pelamun yang parah,” katanya dalam Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang. Sejak kecil, ia suka duduk berjam-jam diatas pohon dan membiarkan pikirannya mengembara tanpa kendali. Ia merasa menikmati aktivitas tersebut.
Hamsad Rangkuti mulai merasa
tergugah untuk menulis ketika membaca cerpen-cerpen yang dimuat di Koran-koran
Minggu di Medan, seperti karya Bokor Hutasuhut, Partahi H Sirait, Ananta
Pinola, dan SM Taufiq. Dari mereka lah Hamsad mengetahui karya-karya yang baik,
yang menurut Hamsad, diukur dari bagaimana cerpen tersebut mampu mengganggu batin, bahkan sampai berminggu-minggu.
Ia pun lantas ingin menghasilkan karya
tulis yang mampu mengganggu ketenangan orang lain. Cerita pendek pertamanya
Nyanyian Rambung Tua muncul dari lamunan ketika melihat seorang buruh penderas
getah di hutan rambung.
Pada 1975, Hamsad mengikuti
pelatihan menulis dan menyadari pentingnya teknik untuk ilmu penulisan. Bagi
Hamsad, mengarang pada dasarnya adalah berpikir. Menimbang-nimbang komposisi,
menyeleksi informasi, membangun unsur dramatik, dan memasukkan unsure
keindahan. Bukan sekadar berhanyut denga kata0kata. Pengetahuan tentang kata
menurut Hamsad menjadi semacam juru
selamat bagi profesi kepengarangannya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar