Jumat, 03 Agustus 2012

BADAHULU MANULIS

Sabtu, 4 Agustus 2012



SELAMAT JALAN

BULAN RAMADHAN 1433 H

            Ramadhan 1433 Hijriah yang penuh dengan berkah dan maghfirah telah meninggalkan kita semua kaum muslimin, dengan membawa kenangan amaliah yang telah kita lakukan dengan iman dan mengharap keridhaannya untuk disampaikan kehadirat Allah SWT. Semoga kita, dapat berjumpa dengan Ramadhan 1434 H yang akan datang.
            Sebagai rasa syukur kita yang telah berhasil berjuang dan bertempur melawan musuh yang maha dahsyat, maka serempak kita bersama tatkala hilal 1 Syawal menampak di ufuk barat, kita kumandangkan lafaz takbir, tahlil, dan tahmid memuja dan memuji Tuhan pencipta alam semesta.
            Kemudian di malam yang berbahagia  itu, selain kita mengagungkan asma Allah SWT juga dengan serempak pun kita memulai mempraktekkan hasil dari ajaran yang terkandung  dalam rahasia dan hikmah Ramadhan yaitu menyantuni fakir miskin dengan memberikan zakat fitrahnya. Inilah tanda kita masih memiliki rasa kasih dan sayang terhadap yang lemah dan sengsara, agar merekapun merasakan pula kebahagiaan dan kegembiraan seperti kita merasakan kegembiraan dan kebahagiaan di malam Idul Fitri.
            Selanjutnya, sebagai acara puncak perpisahan kita dengan Ramadhan, kita serempak pula bersama-sama tatkala fajar menampakkan dirinya di ufuk timur kita persiapkan diri dengan pakaian yang serba baru dan harum menuju tempat ibadah baik di masjid maupun di lapangan terbuka untuk sujud kehadirat Allah SWT melalui shalat Idul Fitri.
            Lafaz takbir, tahlil, dan tahmid yang terus-menerus kita kumandangkan itu, merupakan pokok aqidah Islam, aqidah yang dibawa oleh Rasul-Rasul Tuhan sejak nabi Adam AS sampai kepada rasul akhir zaman Muhammadurrasulullah. Lafaz ini harus kita manifestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan amal perbuatan yang kongkret dan positif guna mengatur tata kehidupan di dunia yang fana ini dan sebagai penyelamat bagi kehidupan di akhirat nanti.
            Ibnu Taimiyah membagi jihad kepada empat tingkatan. Pertama, jihad yang paling ringan adalah berjuang menghadapi musuh di medan perang yang akan meruntuhkan agama kita. Kedua, jihad yang lebih kecil dari yang pertama, ialah menghadapi orang-orang munafik, yang kerap menentang musuh dengan mulutnya, tetapi bersekongkol dengan musuh dalam perbuatannya. Ketiga, jihad yang lebih besar lagi dari yang kedua, ialah berjuang melawan syaitan iblis yang selalu memperdayakan kita, yang hendak membelokkan jalan hidup kita dari jalan yang benar kepada jalan yang salah, dari jalan Allah ke jalan kesesatan. Keempat, jihad yang paling dahsyat, ialah melawan diri sendiri, memerangi sifat loba, tamak, serakah, dan rakus yang semuanya ini ada dalam diri kita masing-masing.
           
Pantaslah kalau nabi sendiri mengatakan, berjuang menundukkan hawa nafsu yang ada dalam diri sendiri adalah jihadul akbar (jihad yang maha besar). Rasulullah pernah bersabda yang artinya : Kita baru kembali dari perjuangan yang kecil, akan menghadapi perjuangan yang sangat besar, sahabat bertanya, apa itu perjuangan yang lebih besar wahai Rasulullah ? Jawab Rasulullah ialah berjuang menundukkan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing.
            Dengan mengendalikan hawa nafsu, manusia  akan meningkat derajatnya, akan suci jiwanya dan sebaliknya dengan mengikuti hawa nafsu dunia selalu ribut dan kacau, karena hawa nafsu perang saudara selalu berkobar, banyak orang cinta damai tapi perang makin ramai inipun akibat hawa nafsu, karena hawa nafsu anak dan orangtua menjadi musuh, karena hawan nafsu kawan dapat menjadi lawan, karena hawa nafsu kerukunan hidup dalam masyarakat menjadi berantakan, karena hawa nafsu pulalah manusia menjadi pemalas. Karena itulah kita wajib menjinakkan, mengendalikan hawa nafsu. Salah satu cara mengendalikan hawa nafsu adalah dengan berpuasa. Puasa bulan Ramadhan yang baru saja selesai kita jalankan antara lain berfungsi untuk mengendalikan dan menjinakkan hawa nafsu.
            Apa yang harus kita kerjakan setelah Ramadhan meninggalkan kita semua ? Mari kita buktikan hasil dari gemblengan ibadah puasa ini, mari kita praktekkan dalam kehidupan bermasyarakat yang beraneka ragam coraknya ini, mari kita mulai kuliah kerja nyata di lapangan. Pelajaran disiplin terhadap waktu yang kita dapati sewaktu berpuasa , pelajaran jujur terhadap diri sendiri dan pelajaran kasih sayang terhadap yang lemah dan sebagainya harus kita terapkan pada lapangan kerja masing-masing baik kita sebagai karyawan, pedagang, kuli panggul, buruh kasar, majikan, pejabat eselon I, II, III, IV, dan V semuanya tanpa kecuali harus jujur, disiplin, dan memilki, rasa kasih sayang terhadap yang lemah. Tingkatkanlah segala aktivitas kita di segala bidang, sesuai dengan bulan Syawal. Syawal artinya peningkatan maka berarti kita harus meningkatkan segalanya demi tercapainya cita-cita.
            Marilah kita berusaha dengan segala kemampuan yang kita miliki untuk mengisi hidup yang hanya satu kali ini dengan perbuatan yang baik dan amal terpuji. Sebagai penutup, marilah kita perhatikan tiga hal sebagai berikut : pertama, kita harus benar-benar yakin dan sadar bahwa hidup ini adalah karunia Allah yang harus kita syukuri. Kedua, jangan membuang-buang kesempatan. Sekarang adalah waktu yang paling baik dan tepat, kemarin adalah hari yang sudah lewat hanya merupakan kenangan belaka, sedang hari esok atau lusa belum tentu kita menjumpainya. Ketiga, jangan mudah kita bersikap putus asa, karena sikap lekas putus asa tidak akan menguntungkan kita, bahkan akan mendatangkan kelesuan bekerja dan mematikan gairah hidup.

Kandangan, Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...