Jumat, 19 Juni 2015

Tradisi Sastra Orang Bakumpai, Catatan dari Pedalaman Kalimantan (8)

Jum'at, 19 Juni 2015


Oleh : Setia Budhi

(Makalah disampaikan dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25 s.d 27 Desember 2009)

Dalam drama yang dimainkan Tari Pantul dikisahkan bahwa Raden Panji Laras Kasmaran memerintahkan Yantul dan Yamban serta Saniang Manik Maya mencari seekor udang yang bermata intan bersisik perak dan berjanggut emas. Dalam perjalanan yang lama, mereka tidak berjumpa dengan apa yang diminta. Di sebuah kampung, Yantul dan Yamban terdengar bunyi-bunyian dipalu dan mereka pula mendekati bunyi alat-alat musik itu.

Dalam kisah itu dikatakan bahwa Yantul dan Yamban tiba di sebuah kampung yang penduduknya sedang membersihkan kampung dan sungai. Dalam kisah tersebut, kampung-kampung banyak penyakit. Jadi perlu dibersihkan dengan satu upacara yang dikenali Manyanggar Lebo. Yantul dan Yamban pergi ke kawasan sungai Barito di Teluk Branggong dengan menggunakan sebuah perahu atau jukung yang besar dan membawa sebuah lunta (jaring).

Pada setiap luhuk mereka terus menebar lunta, tetapi sekali lunta itu ditebar, mereka tidak memperoleh apa yang mereka harapkan dan tidak pernah sekalipun lunta mendapatkan hasilnya. Sudah hampir seluruh luhuk di air yang dalam dan bahkan pada kawasan yang paling deras aliran sungai Barito mereka tebar lunta, tetapi usaha mereka tetap sia-sia tanpa memperoleh hasil. Akhirnya sampailah mereka ke sebuah teluk yang paling besar dan disana pula anak beranak itu kembali mulai menebar lunta.

Mendengar suara lunta yang ditebar oleh ketiga-tiga anak beranak itu seperti tersangkut pada sesuatu. Lunta tidak dapat dinaikkan ke dalam jukung. Kemudian Yantul dan Yamban untuk mencebur ke sungai dan menyelam untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Berkali-kali Yantul dan Yamban menyelam ke sungai untuk memeriksa lunta mereka. Lunta itu terasa berat dan tidak dapat dinaikkan.

Ketika menyelam yang ketiga kalinya, Saniang Manik Maya beserta ketiga puteranya berjumlah dengan satu benda yang tidak berkaki, tangan dan batang tubuh tetapi hanya berwujud kepala. Ketika benda itu mereka angkat dari sungai, mereka terperanjat bahwa dia masih hidup seperti nampak pada mata, hidung, telinga, dan rambut. Adapun sebuah teluk yang merupakan tempat mereka pertama berjumpa serupa sosok kepala itu dikenali dengan Teluk Branggong.

Perjumpaan Saniang Manik Maya dengan benda yang menyerupai kepala itu dilaporkan kepada Raden Panji Laras Kasmaran (begitu Raden melihat wujud kepala itu, Raden tersentak sebab benda itu ternyata ialah kekasih sang Raden itu hilang karena diculik oleh Kelana Dasamuka. Raden meminta supaya benda itu dapat dihidupkan kembali) Raden Panji Laras Kasmaran seterusnya memberikan daun kehidupan yang diambil dari Surgaloka dan memerintahkan supaya benda serupa kepala itu dapat dihidupkan seperti semula.

Dalam kisah itu, selepas daun kehidupan yang berasal dari Surgaloka, secara bertahap Saniang Manik Maya berupaya untuk memberikan kehidupan semula dengan membaca mantera kupat kupatir. Kisah drama pantul dengan perjumpaan ketiga anak beranak pada sosok serupa manusia itu, dikatakan sebagai manusia pertama yang turun di muka bumi dan upaya menghidupkannya dengan memberinya air kehidupan. Kutipan mantera kupat kupatir sebagai berikut.

Kupat-kupatir
Jadikanlah tubuhnya
Kami umpat sampai disini
Berilah hidup tubuhnya
Nah bergeraklah tubuhnya

Kupat-kupatir
Jadilah kaki sepasang
Kami umpat sampai disini
Berilah hidup wahai kaki sepasang
Nah....bergeraklah kakinya

Kupat-kupatir
Jadilah tangan sepasang
Kami umpat sampai disini
Berilah hidup wahai tangan sepasang
Nah....bergeraklah tangannya

Kupat-kupatir
Jadikanlah jari sepasang
Kami umpat sampai disini
Berilah hiduplah jar-jari sepasang
Nah....bergeraklah jari-jarinya

Kupat-kupatir
Jadikanlah hidungnya
Kami umpat sampai disini
Berilah hidung yang mancung
Nah....mancung hidungnya

Kupat-kupatir
Jadikanlah segala rupa yang baik
Kami umpat sampai disini
Berilah berikan paras rupa yang cantik
Nah....bungas langkar orangnya ini

Seterusnya, pada akhir cerita dijelaskan bahwa Raden Galuh Sekartaji itu kawin dengan Raden Panji Laras Kasmaran yang sebenarnya ia berjumpa dengan tunangannya sendiri yang telah lama dicarinya. Tunangan Raden Panji Laras Kasmaran yang bernama Raden Galuh Sekartaji itu sebelumnya diculik dan dipercayai dibunuh oleh Kelana Dasamuka. Penemuan Raden Galuh Sekartaji oleh Saniang Manik Maya beserta puteranya semasa pembersihan kampung dalam upacara Manyanggar di Telok Brangkong. Tari Pantul terutama kisah perkawinan Raden Panji Laras Kasmaran dengan Raden Galuh Sekartaji biasanya dilakukan dengan upacara banikah atau yang disebut pula sebagai upacara bajumbang yang dapat dilihat sebagai bagian dari konteks mantra tentang penyembahan.

F.Puisi Mantra dalam Upacara Batuping

Sebenarnya terdapat perbedaan tentang pemaknaan sebuah simbol antara yang dipahami dalam dunia barat dengan dunia timur, seperti ketika membayangkan sebuah lukisan Monalisa yang indah dengan sebuah Topeng Panji dalam persembahan upacara yang dimainkan dalam sebuah episode persembahan drama dan tari. Lukisan Monalisa dan Topeng Panji kedua-duanya ialah hasil sebuah karya seni, tetapi timbul pertanyaan, mengapa Topeng Panji selalu diberi wewangian dan asap dupa pada pelaksanaan upacara dan lukisan Monalisa tidak ada yang membuat asap dupa dibawah lukisan itu.

Pada tari Topeng Panji orang Bakumpai ialah menyuguhkan sesajian manakala dibawah lukisan Monalisa orang tidak meletakkan sesajian. Kalau begitu, sesungguhnya sebuah Topeng Panji ada nilai kepada daya tradensi yang berada disebaliknya, ada ruh disebalik Topeng Panji dan siapa yang memainkannya dikatakan dapat bersatu dengan ruh tersebut sehingga menjadi kerasukan. Oleh itu, dalam perkara ini tentu ada perbedaan pandangan terhadap lukisan yang melihatnya daripada seni lukis yang diberi pigura yang bagus dan cat lukis aneka warna, sementara itu sebuah topeng dengan nilai ruh yang transenden di dalamnya.

Pembahasan Tari Topeng Bakumpai yang dikatakan sarat dengan simbol dan makna terutama dalam proses upcara pengobatan, karasmin, perkawinan atau upacara bahajat. Dalam tari topeng panji ialah nampak makna adanya sebuah emanasi (pancaran), bahwa sesuatu benda upacara memancarkan sesuatu makna yang lain. Sebuah topeng yang ditarikan dengan gerakan dan iringan musik adalah berlaku emanasi tokoh disebalik daripada topeng tersebut. Paham emanasi tidak membedakan antar pencipta dan ciptaan , karena itu dalam tari topeng panji bahwa sumber ciptaan dalam alam ghaib itu adalah bagian dari sang panji itu sendiri yang wujud sebagai dewa.

Tari Tpoeng Panji Bakumpai menceritakan  asal mula semesta alam ini, dikatakan bahwa suatu kepelbagian muncul pula pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Boleh dikatakan segala sesuatu di alam ini terdiri dari pasangan kembar yang saling bertentangan tetapi merupakan kepaduan seperti sepasang mata, telinga, kaki dan tangan yang sepasang itu ada dalam kesatuan yang disebut tubuh manusia.

Tarian Panji yang dimainkan dalam upacara Badewa masih konsisten dengan cerita yang menghadirkan para dewa. Bahwa asal mula cerita (munduk lalakun) ialah ketika muncul persembahan Tari Topeng yang disebut Tari Raden Panji Laras Kasmaran. Tarian ini mengisahkan seorang tokoh yang bernama Panji Laras Kasmaran sedang tercari-cari calon isterinya yang diperkatakan telah dibawa lari oloh tokoh dewa yang lain yang kemudian dikenali dengan Dasamuka.

Raden Panji Laras Kasmaran sebagai tokoh yang gagah dan tampan dengan topeng berwarna hijau, mempersembahkan tarian untuk menceritakan keadaan hatinya yang gundah karena calon isterinya itu dirampas orang lain. Dalam cerita itu, Raden Panji Laras Kasmaran meminta bantuan kepada pada hamba-hamba yang bernama Yantul dan Yamban untuk terus memeriksa keadaan kampung ke kampung, membersihkan desa-desa daripada segala penyakit dan wabah.

Dalam tugas mereka membersihkan kampung itulah, mereka  kemudian berjumpa dengan sebuah tubuh yang tidak ada tangan dan kaki. Dalam cerita itu, tubuh tak bertangan dan tidak berkaki itu dikenali dengan nama Galuh Sekar Taji yang tidak lain ialah sang calon isteri daripada Raden Panji Laras Kasmaran (lihat mantar kupat-kupatir).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Melihat Ruas Jalan di Labuhan HST Ahad Sore

 Jumat, 29 November 2024 Melihat kondisi terkini ruas jalan kabupaten di kawasan Labuhan, samping Bendung Batang Alai, Kecamatan Batang Alai...