Sabtu, 27 Juni 2015

Mengenang Burhanuddin Soebely

Sabtu, 27 Juni 2015




Setiap kali bertemu saya Burhanuddin Soebely atau Om Ibuy selalu menyapa, “Apa kabar Sai ? Adalah mangirim tulisan ka surat kabar ? “ ujarnya. Yang paling berkesan saya diberi buku. Saat kegiatan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V di Banjarmasin tahun 2007 saya diberi buku Bahara Mingsang Idang Siritan.

Lalu tahun yang sama pada Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) IV di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) saya diberi buku kumpulan Cerpen Orkestra Wayang. Tahun 2011 saya bertandang ke Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata HSS, tempat beliau bekerja. Saya diberi buku Datu Kandangan wan Datu Kartamina.

Kenangan lain saat mengelola Tabloid Gerbang yang terbit di Kandangan. Tabloid ini terbit sebulan dua kali. Para pengelolanya adalah seniman / sastrawan HSS. Saya termasuk beruntung yang direkrut untuk mengelolanya.

Bersama dengan Uda Djarani,  Aliman Syahrani, Muhammad Faried, Abdaludin. Ruslan Faridi, dll. Om Ibuy (begitu biasanya kami memanggil) selalu pontang-panting mendesain dan tata letak tabloid tersebut. Sementara kami mencari berita / bahan tulisan di lapangan. Sayang tabloid ini tak berusia panjang.

Om Ibuy juga telah menelorkan beberapa sinetron bertema lokal. Pernah tayang di TVRI. Terakhir sinetron Matahari Samudera . Saya pernah menyaksikannya saat ditayangkan oleh televisi lokal, Kandangan TV.

Selasa (29/05/2012) Nita Anggraini, anak murid saya di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Angkinang, memberitahu Burhanuddin Soebely meninggal dunia. “ Kemarin kakek saya malawat,” ujar Nita. Saya kaget. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Saya lagi sibuk jadi tak sempat datang malawat. Kandangan kehilangan putera terbaiknya. Sastrawan yang malang-melintang di jagat sastra lokal maupun nasional telah pergi menghadap Ilahi. Padahal saat Napak Tilas Luran Teks Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan, saat berada di Telaga Langsat, saya sempat berjabat tangan dengan beliau. Juga saya sempat memfoto beliau dua kali dengan kamera HP. Selamat jalan Om Ibuy. Jasamu selalu kami kenang.

Saya berjanji akan membuktikan Kandangan akan tetap eksis di dunia kepenulisan. Perkenalan dengan Om Ibuy pertama kali tahun 2002. Saat saya gabung mengelola Tabloid Gerbang. Tapi saya sudah lama mengenal namanya lewat buku dan media. Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) adalah even cetusan beliau.

Yang pertama kali digelar di Kandangan tahun 2004. ASKS VIII di Barabai tahun 2011 merupakan Aruh Sastra terakhir beliau bersama-sama rombongan HSS untuk berhadir. Yang paling berkesan saat ASKS IV di Amuntai tahun 2007. Saat sidang pleno saya dan Om Ibuy jadi wakil HSS. Om Ibuy lahir di Kandangan, 2 Januari 1957.

Kutipan puisi  yang ditulis beliau tahun 2003, sangat berkesan dihati saya.

Percumbuan malam Kandangan
Pastilah ‘kan menyisakan
sebuah bangku batu
karena kau tak lagi disitu
kilir kiliran banyu mataku
kukirimakan di angin lalu

Malam itu untuk kesekian kali saya membaca buku La Ventre de Kandangan, Mosaik Sastra HSS 1937-2003. Buku itu saya peroleh  beberapa tahun silam saat Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS)  I di Kandangan. Lembar demi lembar saya buka. Entah kenapa saya terhenti pada halaman 198 dan 199.  

Ya saya terhenti saat membaca biodata Burhanuddin Soebely. Sastrawan HSS yang selama ini saya kagumi, yang selalu saya ikuti perkembangannya. Saya bangga HSS memiliki sosok seperti beliau. Dengan bejibun karya. Beliau tidak saja fokus pada sastra tapi bidang seni yang lainnya.

Sudah sejak lama saya mengenal namanya lewat karyanya di media massa dan buku. Saya bersyuukur tahun 2002 dipertemukan dengan beliau untuk pertama kali. Bertemu tiap hari. Kami mengelola tabloid satu-satunya yang terbit di kota Kandangan : Tabloid Gerbang. Saya bisa saling tukar pengalaman dengan sesama seniman / sastrawan HSS. (akhmad husaini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...