Kamis, 29 Januari 2015

Peta Sastrawan dan Perkembangan Sastra Indonesia Mutakhir di Kabupaten Hulu Sungai Utara

Jum'at, 30 Januari 2015


Oleh : Fahrurraji Asmuni, S.Pd, M.M

(Disampaikan pada forum Diskusi Panel Aruh Sastra Kalimantan Selatan IX di Banjarmasin, 12 s.d 14 Oktober 2012)

Membicarakan sastra Indonesia mutakhir di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sama halnya dengan membicarakan riak-riak ombak di tengah samudera yang luas. Riak-riaknya itu terkadang terdengar menggetarkan pantai, terkadang sunyi seperti di kuburan. Tidak jarang pula riak-riak itu menggegerkan karang bila ada angin yang berhembus kencang. Dia hanya bagian kecil, namun ada, karena itu persastraan di banua bagian utara itu perlu diungkap sesuai dengan fakta yang ada.

A.Peta Sastrawan Indonesia di Kabupaten Hulu Sungai Utara (1930-2012)

Kancah persastraan di HSU dimulai pada tahun 1930 yang dipelopori oleh D Seroja. Dialah orang HSU pertama yang mempublikasikan karyanya di majalah Islam Berjuang, Banjarmasin. Karyanya yang berjudul Berjuang Dengan Pedang Terhunus dimuat di majalah Islam Berjuang, mendapat peringatan keras dari kolonial Belanda. Karena isi puisi tersebut memotivasi perjuangan untuk melawan penjajah.
Sepuluh tahun kemudian (1940) muncul nama Anang Abdul Muin (AAM Niu), Anggeraini Antemas, Ahmad Samidri dan Aliansyah Luji. Karya mereka berupa puisi, cerpen, dan tulisan lainnya sering menghiasi koran / majalah lokal dan nasional, seperti Terompet Rakyat (Amuntai), Borneo Shimbun (Banjarmasin), Kalimantan Berjuang (Banjarmasin), majalah Asmara (Surabaya), dan majalah Mesra (Jakarta).
Pada tahun 1960-1970 muncullah nama Amir Husaini Zamzam, Mas Husaini Maratus, Alfian Noor, dan Jaka Mustika. Amir Husaini Zamzam menulis puisi dan esai yang dipublikasikan lewat SKM Manikam, SKM Upaya, SKH Banjarmasin Post, majalah Merdeka dan majalah Pembina (Jakarta), serta Buletin Dermaga (Palangka Raya). Mas Husaini Maratus mempublikasikan pusi-puisinya lewat SKH Banjarmasin Post, Majalah Trubus (Jakarta), dan Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni RRI Nusantara III Banjarmasin. Alfian Noor, mempublikasikan puisi dan cerpennya di majalah Pembina (Jakarta) dan majalah Minggu Pagi (Yogyakarta). Sedangkan Jaka Mustika mempublikaskan karya-karyanya lewat SKH Banjarmasin Post dan Dinamika Berita. Sekarang beliau bermukim di Marabahan.
Antara tahun 1970-1980 ditemukan nama Alfi Samadi, Amir Hasan Arya, Darmawinata, Rahman Rusydi, Umairah Baqir dan Rosdiansyah Habib. Karya mereka ditemukan pada buku antologi Sepuluh Penyair Hulu Sungai Utara. Selanjutnya karya mereka tidak pernah lagi ditemukan di media lain. Pada dekade ini yang aktif hanya Mas Husaini Maratus dan Amir Husaini Zamzam (dua nama ini juga ikut menghiasi antologi Sepuluh Penyair Hulu Sungai Utara). Yang tidak bisa dilewatkan adalah Suriansyah. Pada dekade ini beliau menulis syair dan pembaca syair yang terbaik di HSU, bahkan tidak tersaingi sampai sekarang.
Selanjutnya, antara tahun 1980-1990 Raji Abkar, Madi Mahardika, Mas Alkalani Mukhtar, Indra Atami (Sudarni), Embeka (H Misran BK), Abidin, Efha Emha, Rahmat KRJ, Ratu Humaira, Soepiyani A Iming, dan Mani Abi Manyu. Karya mereka berupa puisi termuat
Dalam buku antologi puisi Bintang-Bintang Kesuma 1 (editor dan terbitan Raji Abkar). Puisi-puisi mereka juga sering diudarakan lewat Radio Gema Kuripan (RGK) Amuntai setiap malam Minggu.
            Diantara mereka itu, Raji Abjkar, Madi Mahardika, Mas Alkalani Mukhtar, dan Indra Atami melebarkan publikasi karya-karya mereka ke koran atau media lainnya. Raji Abkar atau Fahrurraji AS Alalaby atau Fahrurraji Asmuni menebar puisi-puisinya ke Untaian Mutiara, Banjarmasin Post, Dinamika Berita, esai dan artikel ke Sahabat Pena (Bandung), cerpen dan puisi dipublikasikan di majalah Suara Aisyiyah (Yogyakarta) dan majalah Kiblat (Jakarta), esai-esai sastra ke harian Berita Buana (Jakarta), Madi Mahardika mempublikaskan pusi-puisinya ke Untaian Mutiara dan Dinamika Berita, Mas Alkalani Mukhtar mempublikasikan puisi-puisinya ke Untaian Mutiara, Banjarmasin Post, Dinamika Berita, majalah Trubus dan Mandau Telabang. Sedangkan Indra Atami (Sudarni) lebih tertarik pada perlombaan. Ia beberapa kali memenangkan lomba penulisan puisi, pantun, dan cerita rakyat, antara lain : Juara II Lomba Penulisan Pantun Berkait se Kalsel (1988) dan Juara I Lomba Cipta Puisi se HSU (1995).
            Pada tahun 1990-2000 muncul nama Harun Al Rasyid, Abdul Muthalib M, M Hasbi Salim, Salamiah, Nikmatullah Kamsi, Dien Alice, dan Arlian Desmon. Pada dekade ini yang paling menonjol adalah Harun Al Rasyid, M Hasbi Salim dan Dien Alice.
            Dekade 2000-2010 tercatat nama Abi Dasufa, Fitriansyah, Bayu, Hendra Royadi, Zayed Nurwanto, Arief Rahman Heriansyah, Hadri Idris, Endang Fitriani, Aulia Khairina, Nita Anggeraini, Nano Budiman, dan Mery Liana. Selain Abi Dasufa dan Fitriansyah, mereka adalah generasi penerus persastraan di HSU. Apakah nanti mereka berhasil menjadi sastrawan menggantikan yang senior, waktu dan kerja kreatif merekalah yang menentukan.

B.Perkembangan Sastra Indonesia Modern di Hulu Sungai Utara

            Kalau sejak tahun 1930 sampai tahun 1980 para sastrawan berkarya sendiri-sendiri, belum terpikir untuk bersatu dalam satu wadah. Baru pada tahun 1981 didirikanlah Sanggar Sastra Sukmaraga atas inisiatif Raji Abkar, Mas Alkalani, Mas Husaini Maratus, Abidin, Rifani Nay Brata dan Masrani. Ditunjuklah Mas Alkalani Mukhtar menjadi ketuanya.
            Di Sanggar Sastra Sukmaraga yang terletak di Jalan Negara Dipa RT. 1 Kelurahan Sungai Malang, Amuntai, tempat berkumpul pencinta sastra dan bermusyawarah untuk kemajuan sastra di daerah ini. Pertemuan ditentukan satu kali seminggu setiap hari Sabtu. Pada pertemuan pertama dan kedua membahas AD/ART. Pada pertemuan ketiga membicarakan masalah media untuk mempublikaskikan karya-karya berupa puisi dan cerpen. Pertemuan rutin ini terus dilaksanakan sampai tahun 1990.
            Untuk media mempublikasikan puisi dan cerpen Sanggar Sastra Sukmaraga bekerjasama dengan Radio Gema Kuripan (RGK) Amuntai. Di RGK inilah berkumandang pembacaan puisi karya pencinta sastra pada setiap Sabtu malam lewat acara Bintang-Bintang Kesuma Puisi dan Lubuknya. Sedangkan karya cerpen diudarakan pada acara Cerpen Minggu Siang. Anggota sanggar wajib mengirimkan  karyanya berupa cerpen atau puisi minimal satu cerpen atau puisi dalam satu bulan.
            Atas saran dari pencinta acara, mulai awal tahun 1982 setiap puisi yang dibacakan setelahnya diberi komentar. Komentatornya adalah Mas Husaini Maratus. Acara ini banyak digemari, terutama dikalangan pelajar sekolah menengah dan atas, juga ada mahasiswa. Tercatat setiap minggu rata-rata dua puluh puisi masuk. Sedangkan cerpen tiga buah setiap minggunya. Acara ini berlangsung hingga tahun 1990.
            Untuk menambah wawasan, para penyair pemula disuruh mengirimkan puisi ke acara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni (UMSIS) RRI Nusantara III Banjarmasin asuhan sastrawan Hijaz Yamani. Maka bermunculanlah nama baru dari HSU diacara UMSIS seperti Mas Alkalani Mukhtar, Mas Husaini Maratus, Fahrurraji AS, M Masrani, Rahmani, Abdul Mutalib M, Abdus Salam dan Sudarni (Indra Atami).
            Pada tahun 1988, tepatnya 8 Februari, telah diadakan pemilihan pengurus baru periode 1988-1990. Rapat yang dihadiri 21 anggota dan 9 simpatisan itu berhasil memilih ketua baru secara aklamasi, yaitu Raji Abkar (Fahrurraji Asmuni).
            Pengurus baru yang diketuai Raji Abkar mulai membenahi AD / ART, melanjutkan program yang sudah berlangsung seperti mengasuh acara puisi dan cerpen di RGK, menerbitkan kembali buletin sastra yang terhenti, menerbitkan antologi puisi, mengadakan lomba baca puisi dan cerpen tingkat pelajar, pementasan drama atau teater minimal satu kali dalam sebulan. Untuk mewujudkan program pementasan drama atau teater, Sanggar Budaya Sastra Sukmaraga bekerjasama dengan Departemen Penerangan (Deppen) Kabupaten HSU untuk mengisi acara PENRAK di daerah-daerah. Meskipun Sanggar Sastra Sukmaraga tenggelam tanpa ada beritanya di awal tahun 2000, namun anggota-anggota tetap berkarya, tetap mengirim tulisan ke media massa dan eklektronik.
            Kegiatan sastra kembali  bersemarak dengan kehadiran H Harun Al Rasyid, yang pindah tugas dari Muara Uya, Kabupaten Tabalong ke Amuntai. Ketika masih berada di Muara Uya, beliau dikenal sebagai penulis aktif yang selalu mengirimkan puisi-puisinya ke RGK. Dengan kehadiran beliau didirikanlah Sanggar Payung Kambang, yang pengurus dan anggotanya adalah mantan pengurus dan anggota Sanggar Sukmaraga. Sanggar Payung Kambang bergerak dibidang tulis-menulis karya sastra. Berkat adanya sanggar ini tergeraklah para anggotanya untuk membukukan karya-karyanya. Maka terbitlah buku Fahrurraji Asmuni : Datu-Datu Terkenal Kalimatan Selatan, Dialog Iblis, Sastra Lisan Banjar Hulu, Tutur Candi dan Kena Tipu. M Hasbi Salim dengan bukunya : Beternak Itik Alabio, Kambang Barenteng, Misteri Pohon Kasturi, Dunia Sahabat dan Bunga Rampai Haji dan Umrah. Sudarni denghan bukunya Satra Banjar Pahuluan, Hulu Sungai Utara dalam Syair dan Pelangi Kalimantan Selatan. Harun Al Rasyid dengan bukunya Baturai Pantun, Liang Kantin dan Berbalas Pantun Malam Pengantin.
            Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) tak kalah pentingnya mewarnai perkembangan sastra di Kabupaten HSU. Dengan adanya ASKS ini para sastrawan HSU terpacu untuk berkarya dan ikut berpartisipasi dalam menghiasi buku antologi puisi atau cerpen terbitan ASKS.
            Pada periode 2000-2012 ini sastra Kabupaten HSU mengalami perkembangan yang pesat. Ini terbukti dengan puluhan buku karya sastrawan HSU diterbitkan, baik terbitan perorangan maupun secara bersama-sama. Buku yang diterbitkan perorangan seperti Misteri Pohon Kasturi (Bandung, 2007), Dunia Sahabat, antologi cerpen anak (Jakarta, 2007), Bunga Rampai Haji dan Umrah (Jakarta, 2008), Magnet Baitullah (Tahura Media, Banjarmasin, 2010), Masih Ada Cahaya (Tahura Media, Banjarmasin, 2010), Orang Banjar Naik Haji (2011), dan Puteri Sasirangan (M Hasbi Salim, TB Hemat, 2012), Kena Tipu (antologi cerpen, 2005), Mengenal Sastra Banjar Hulu (Muatan lokal SLTP), Sastra Banjar Hulu Yang Hampir Punah (2009), Tutur Candi (Penerbit Karya Mandiri Lestari, 2010), dan Syekh Abdul Hamid Abulung, Korban Politik Penguasa (TB Hemat, 2008) dan Pelangi Kalimantan Selatan (karya Sudarni, TB Hemat, 2012), Keep Spirit, Yang Muda Yang Luar Biasa, karya Zayed Nurwanto. Terbitan buku secara bersama-sama antara lain : Mahligai Junjung Buih (antologi puisi, 2007), Ketika Api Bicara (antologi cerpen, 2012) dan Puteri Junjung Buih (kumpulan cerita rakyat, 2012).
            Selain itu pada periode ini bermunculan sanggar-sanggar seperti Payung Kambang (diketuai Harun Al Rasyid), Bilambika (ketuanya Makmun), Loudies Amor (Pembina Fahrurraji Asmuni), Tunas Hasura (Ketuanya Tirta Maulana), Tiang Mahligai (Ketuanya Dogel Justisia), Mahasetia (Diketuai Risnawati), Pelangi (Diketuai Rizal), Gailo (Ketuanya Bambang), Merah Putih (Ketuanya Iwin), Bumi Utara (Ketuanya Wahyu), dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Kabupaten HSU diketuai Fahruraji Asmuni.
            Demikianlah sekilas pemetaan dan perkembangan sastra di Kabupaten HSU. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Salam Sastra !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aktivitas Selama di Aceh

 Sabtu, 23 November 2024 Dari Diary Akhmad Husaini, Ahad (21/08/2022)  Semua akan abadi setelah diposting Dugal ke blog pribadi, tentu denga...