Oleh : Fahrurraji Asmuni, S.Pd, M.M
(Disampaikan pada forum Diskusi Panel Aruh Sastra
Kalimantan Selatan IX di Banjarmasin, 12 s.d 14 Oktober 2012)
Membicarakan
sastra Indonesia mutakhir di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sama halnya
dengan membicarakan riak-riak ombak di tengah samudera yang luas. Riak-riaknya
itu terkadang terdengar menggetarkan pantai, terkadang sunyi seperti di
kuburan. Tidak jarang pula riak-riak itu menggegerkan karang bila ada angin
yang berhembus kencang. Dia hanya bagian kecil, namun ada, karena itu
persastraan di banua bagian utara itu perlu diungkap sesuai dengan fakta yang
ada.
A.Peta Sastrawan Indonesia di Kabupaten Hulu
Sungai Utara (1930-2012)
Kancah
persastraan di HSU dimulai pada tahun 1930 yang dipelopori oleh D Seroja.
Dialah orang HSU pertama yang mempublikasikan karyanya di majalah Islam
Berjuang, Banjarmasin. Karyanya yang berjudul Berjuang Dengan Pedang Terhunus
dimuat di majalah Islam Berjuang, mendapat peringatan keras dari kolonial
Belanda. Karena isi puisi tersebut memotivasi perjuangan untuk melawan
penjajah.
Sepuluh
tahun kemudian (1940) muncul nama Anang Abdul Muin (AAM Niu), Anggeraini
Antemas, Ahmad Samidri dan Aliansyah Luji. Karya mereka berupa puisi, cerpen,
dan tulisan lainnya sering menghiasi koran / majalah lokal dan nasional,
seperti Terompet Rakyat (Amuntai), Borneo Shimbun (Banjarmasin), Kalimantan Berjuang (Banjarmasin),
majalah Asmara (Surabaya), dan
majalah Mesra (Jakarta).
Pada
tahun 1960-1970 muncullah nama Amir Husaini Zamzam, Mas Husaini Maratus, Alfian
Noor, dan Jaka Mustika. Amir Husaini Zamzam menulis puisi dan esai yang
dipublikasikan lewat SKM Manikam, SKM Upaya, SKH Banjarmasin Post, majalah Merdeka
dan majalah Pembina (Jakarta), serta
Buletin Dermaga (Palangka Raya). Mas
Husaini Maratus mempublikasikan pusi-puisinya lewat SKH Banjarmasin Post, Majalah Trubus
(Jakarta), dan Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni RRI Nusantara III
Banjarmasin. Alfian Noor, mempublikasikan puisi dan cerpennya di majalah Pembina (Jakarta) dan majalah Minggu Pagi (Yogyakarta). Sedangkan Jaka
Mustika mempublikaskan karya-karyanya lewat SKH Banjarmasin Post dan Dinamika
Berita. Sekarang beliau bermukim di Marabahan.
Antara
tahun 1970-1980 ditemukan nama Alfi Samadi, Amir Hasan Arya, Darmawinata,
Rahman Rusydi, Umairah Baqir dan Rosdiansyah Habib. Karya mereka ditemukan pada
buku antologi Sepuluh Penyair Hulu Sungai
Utara. Selanjutnya karya mereka tidak pernah lagi ditemukan di media lain.
Pada dekade ini yang aktif hanya Mas Husaini Maratus dan Amir Husaini Zamzam
(dua nama ini juga ikut menghiasi antologi Sepuluh
Penyair Hulu Sungai Utara). Yang tidak bisa dilewatkan adalah Suriansyah.
Pada dekade ini beliau menulis syair dan pembaca syair yang terbaik di HSU,
bahkan tidak tersaingi sampai sekarang.
Selanjutnya,
antara tahun 1980-1990 Raji Abkar, Madi Mahardika, Mas Alkalani Mukhtar, Indra
Atami (Sudarni), Embeka (H Misran BK), Abidin, Efha Emha, Rahmat KRJ, Ratu
Humaira, Soepiyani A Iming, dan Mani Abi Manyu. Karya mereka berupa puisi
termuat
Dalam buku antologi
puisi Bintang-Bintang Kesuma 1
(editor dan terbitan Raji Abkar). Puisi-puisi mereka juga sering diudarakan
lewat Radio Gema Kuripan (RGK) Amuntai setiap malam Minggu.
Diantara mereka itu, Raji Abjkar,
Madi Mahardika, Mas Alkalani Mukhtar, dan Indra Atami melebarkan publikasi
karya-karya mereka ke koran atau media lainnya. Raji Abkar atau Fahrurraji AS
Alalaby atau Fahrurraji Asmuni menebar puisi-puisinya ke Untaian Mutiara, Banjarmasin Post, Dinamika Berita, esai dan artikel ke Sahabat Pena (Bandung), cerpen dan puisi dipublikasikan di majalah Suara Aisyiyah (Yogyakarta) dan majalah Kiblat (Jakarta), esai-esai sastra ke
harian Berita Buana (Jakarta), Madi
Mahardika mempublikaskan pusi-puisinya ke Untaian Mutiara dan Dinamika Berita, Mas Alkalani Mukhtar
mempublikasikan puisi-puisinya ke Untaian Mutiara, Banjarmasin Post, Dinamika
Berita, majalah Trubus dan Mandau Telabang. Sedangkan Indra Atami
(Sudarni) lebih tertarik pada perlombaan. Ia beberapa kali memenangkan lomba
penulisan puisi, pantun, dan cerita rakyat, antara lain : Juara II Lomba
Penulisan Pantun Berkait se Kalsel (1988) dan Juara I Lomba Cipta Puisi se HSU
(1995).
Pada tahun 1990-2000 muncul nama
Harun Al Rasyid, Abdul Muthalib M, M Hasbi Salim, Salamiah, Nikmatullah Kamsi,
Dien Alice, dan Arlian Desmon. Pada dekade ini yang paling menonjol adalah
Harun Al Rasyid, M Hasbi Salim dan Dien Alice.
Dekade 2000-2010 tercatat nama Abi
Dasufa, Fitriansyah, Bayu, Hendra Royadi, Zayed Nurwanto, Arief Rahman
Heriansyah, Hadri Idris, Endang Fitriani, Aulia Khairina, Nita Anggeraini, Nano
Budiman, dan Mery Liana. Selain Abi Dasufa dan Fitriansyah, mereka adalah
generasi penerus persastraan di HSU. Apakah nanti mereka berhasil menjadi
sastrawan menggantikan yang senior, waktu dan kerja kreatif merekalah yang
menentukan.
B.Perkembangan Sastra Indonesia Modern di Hulu
Sungai Utara
Kalau sejak tahun 1930 sampai tahun
1980 para sastrawan berkarya sendiri-sendiri, belum terpikir untuk bersatu
dalam satu wadah. Baru pada tahun 1981 didirikanlah Sanggar Sastra Sukmaraga
atas inisiatif Raji Abkar, Mas Alkalani, Mas Husaini Maratus, Abidin, Rifani
Nay Brata dan Masrani. Ditunjuklah Mas Alkalani Mukhtar menjadi ketuanya.
Di Sanggar Sastra Sukmaraga yang
terletak di Jalan Negara Dipa RT. 1 Kelurahan Sungai Malang, Amuntai, tempat
berkumpul pencinta sastra dan bermusyawarah untuk kemajuan sastra di daerah
ini. Pertemuan ditentukan satu kali seminggu setiap hari Sabtu. Pada pertemuan
pertama dan kedua membahas AD/ART. Pada pertemuan ketiga membicarakan masalah
media untuk mempublikaskikan karya-karya berupa puisi dan cerpen. Pertemuan
rutin ini terus dilaksanakan sampai tahun 1990.
Untuk media mempublikasikan puisi
dan cerpen Sanggar Sastra Sukmaraga bekerjasama dengan Radio Gema Kuripan (RGK)
Amuntai. Di RGK inilah berkumandang pembacaan puisi karya pencinta sastra pada
setiap Sabtu malam lewat acara Bintang-Bintang Kesuma Puisi dan Lubuknya.
Sedangkan karya cerpen diudarakan pada acara Cerpen Minggu Siang. Anggota
sanggar wajib mengirimkan karyanya
berupa cerpen atau puisi minimal satu cerpen atau puisi dalam satu bulan.
Atas saran dari pencinta acara,
mulai awal tahun 1982 setiap puisi yang dibacakan setelahnya diberi komentar.
Komentatornya adalah Mas Husaini Maratus. Acara ini banyak digemari, terutama
dikalangan pelajar sekolah menengah dan atas, juga ada mahasiswa. Tercatat
setiap minggu rata-rata dua puluh puisi masuk. Sedangkan cerpen tiga buah
setiap minggunya. Acara ini berlangsung hingga tahun 1990.
Untuk menambah wawasan, para penyair
pemula disuruh mengirimkan puisi ke acara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni
(UMSIS) RRI Nusantara III Banjarmasin asuhan sastrawan Hijaz Yamani. Maka
bermunculanlah nama baru dari HSU diacara UMSIS seperti Mas Alkalani Mukhtar,
Mas Husaini Maratus, Fahrurraji AS, M Masrani, Rahmani, Abdul Mutalib M, Abdus
Salam dan Sudarni (Indra Atami).
Pada tahun 1988, tepatnya 8
Februari, telah diadakan pemilihan pengurus baru periode 1988-1990. Rapat yang
dihadiri 21 anggota dan 9 simpatisan itu berhasil memilih ketua baru secara
aklamasi, yaitu Raji Abkar (Fahrurraji Asmuni).
Pengurus baru yang diketuai Raji
Abkar mulai membenahi AD / ART, melanjutkan program yang sudah berlangsung
seperti mengasuh acara puisi dan cerpen di RGK, menerbitkan kembali buletin
sastra yang terhenti, menerbitkan antologi puisi, mengadakan lomba baca puisi
dan cerpen tingkat pelajar, pementasan drama atau teater minimal satu kali
dalam sebulan. Untuk mewujudkan program pementasan drama atau teater, Sanggar
Budaya Sastra Sukmaraga bekerjasama dengan Departemen Penerangan (Deppen)
Kabupaten HSU untuk mengisi acara PENRAK di daerah-daerah. Meskipun Sanggar
Sastra Sukmaraga tenggelam tanpa ada beritanya di awal tahun 2000, namun
anggota-anggota tetap berkarya, tetap mengirim tulisan ke media massa dan
eklektronik.
Kegiatan sastra kembali bersemarak dengan kehadiran H Harun Al
Rasyid, yang pindah tugas dari Muara Uya, Kabupaten Tabalong ke Amuntai. Ketika
masih berada di Muara Uya, beliau dikenal sebagai penulis aktif yang selalu
mengirimkan puisi-puisinya ke RGK. Dengan kehadiran beliau didirikanlah Sanggar
Payung Kambang, yang pengurus dan anggotanya adalah mantan pengurus dan anggota
Sanggar Sukmaraga. Sanggar Payung Kambang bergerak dibidang tulis-menulis karya
sastra. Berkat adanya sanggar ini tergeraklah para anggotanya untuk membukukan
karya-karyanya. Maka terbitlah buku Fahrurraji Asmuni : Datu-Datu Terkenal Kalimatan Selatan, Dialog Iblis, Sastra Lisan Banjar
Hulu, Tutur Candi dan Kena Tipu. M Hasbi Salim dengan bukunya : Beternak Itik Alabio, Kambang Barenteng,
Misteri Pohon Kasturi, Dunia Sahabat dan Bunga Rampai Haji dan Umrah.
Sudarni denghan bukunya Satra Banjar Pahuluan, Hulu Sungai Utara dalam Syair
dan Pelangi Kalimantan Selatan. Harun Al Rasyid dengan bukunya Baturai Pantun, Liang Kantin dan Berbalas
Pantun Malam Pengantin.
Aruh Sastra Kalimantan Selatan
(ASKS) tak kalah pentingnya mewarnai perkembangan sastra di Kabupaten HSU.
Dengan adanya ASKS ini para sastrawan HSU terpacu untuk berkarya dan ikut
berpartisipasi dalam menghiasi buku antologi puisi atau cerpen terbitan ASKS.
Pada periode 2000-2012 ini sastra
Kabupaten HSU mengalami perkembangan yang pesat. Ini terbukti dengan puluhan
buku karya sastrawan HSU diterbitkan, baik terbitan perorangan maupun secara
bersama-sama. Buku yang diterbitkan perorangan seperti Misteri Pohon Kasturi (Bandung, 2007), Dunia Sahabat, antologi cerpen anak (Jakarta, 2007), Bunga Rampai Haji dan Umrah (Jakarta,
2008), Magnet Baitullah (Tahura
Media, Banjarmasin, 2010), Masih Ada
Cahaya (Tahura Media, Banjarmasin, 2010), Orang Banjar Naik Haji (2011), dan Puteri Sasirangan (M Hasbi Salim, TB Hemat, 2012), Kena Tipu (antologi cerpen, 2005), Mengenal Sastra Banjar Hulu (Muatan
lokal SLTP), Sastra Banjar Hulu Yang
Hampir Punah (2009), Tutur Candi
(Penerbit Karya Mandiri Lestari, 2010), dan Syekh
Abdul Hamid Abulung, Korban Politik Penguasa (TB Hemat, 2008) dan Pelangi Kalimantan Selatan (karya
Sudarni, TB Hemat, 2012), Keep Spirit,
Yang Muda Yang Luar Biasa, karya Zayed Nurwanto. Terbitan buku secara
bersama-sama antara lain : Mahligai
Junjung Buih (antologi puisi, 2007), Ketika
Api Bicara (antologi cerpen, 2012) dan Puteri
Junjung Buih (kumpulan cerita rakyat, 2012).
Selain itu pada periode ini
bermunculan sanggar-sanggar seperti Payung Kambang (diketuai Harun Al Rasyid),
Bilambika (ketuanya Makmun), Loudies Amor (Pembina Fahrurraji Asmuni), Tunas
Hasura (Ketuanya Tirta Maulana), Tiang Mahligai (Ketuanya Dogel Justisia),
Mahasetia (Diketuai Risnawati), Pelangi (Diketuai Rizal), Gailo (Ketuanya
Bambang), Merah Putih (Ketuanya Iwin), Bumi Utara (Ketuanya Wahyu), dan
Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Kabupaten HSU diketuai Fahruraji
Asmuni.
Demikianlah sekilas pemetaan dan
perkembangan sastra di Kabupaten HSU. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
Salam Sastra !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar