Rabu, 17 Juni 2015

Tradisi Sastra Orang Bakumpai, Catatan dari Pedalaman Kalimantan (7)

Kamis, 18 Juni 2015


Oleh : Setia Budhi

(Makalah disampaikan dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25 s.d 27 Desember 2009)

Penjelasan KH Haderani mengetengahkan sebuah pemikiran (dapat dikatakan sebagai ajaran mistik) bahwa seseorang harus melihat keadaan dirinya sendiri. Seseorang yang tidak mau mengetahui dirinya, sama saja dengan sebuah ruang kosong. Seseorang ini harus tahu, apa asal diri dan nama dirinya dimana letanya tanah asal Nabi Adam dan yang ada dalam diri dan  nama tanah itu. Alam semesta ada semuanya di dalam diri, ada matahari pada diri, matahari yang bergerak dan tidak bergerak, ada angin, ada air, sungai tanah, besi, besi kuning, neraka, surga, semuanya ada dalam diri kita sendiri. Merujuk pada pemahaman empat ruang itu pula, seterusnya dipetik sebuah syair yang merujuk pada penamaan tentang struktur bilangan empat yang dikenal dengan Syair Bilangan Saraba Epat (syair serba empat) sebagai berikut.

Allah jadikan Saraba Ampat
Syariat Tarikat Hakikat Marifat
Menjadi satu di dalam khalwat
Rasa nyamannya tiada tersurat

Huruf Allah ampat banyaknya
Alif I’tibar dari pada zat-Nya
Lam awal dan akhir sifat dan asma
Ha isyarat dari af’al-Nya

Nur Muhammad barmula nyata
Asal jadi alam semesta
Saumpama api dengan panasnya
Itulah Muhammad dengan Tuhannya

Api dan banyu tanah dan hawa
Itulah dia alam dunia
Tulang sumsum daging dan darah

Pemikiran mistik tentang alam semesta dengan merujuk kepada diri sendiri sebagai bagian makhluk Tuhan dalam Ilmu Tarikat kiranya telah menjadi unsur terpenting yang membentuk pemikiran orang Bakumpai tentang alam sekitarnya. Pandangan yang lebih menekankan unsur mistik di alam orang Bakumpai dan berhadapan dengan itu pula dapat dikatakan bahwa jejaring pemikiran orang Bakumpai itu telah membentuk satu adonan tersendiri yaitu bagaimana mereka memahami kedudukan alam semesta sama ada alam tabii maupun alam gaib dan meyakinkan dalam tiap-tiap upacara maupun adat pengobatan tradisi mereka.

E. Puisi Mantra dalam Upacara Batatabur

Orang Bakumpai mengenal beberapa upacara sebagai bagian adat istiadat mereka. Perlu dipahamkan bahwa upacara yang dipahami terutama daalm praktek pengobatan tradisi pada umumnya dan sering diperagakan dalam dunia pengobatan tradisi dikalangan orang Bakumpai pedalaman. Upacara-upacara pengobatan tradisi itu diantaranya menggunakan kekuatan mantra sebagai sarana pengobatan. Upacara-upacara pengobatan itu antaranya ialah bahidu, basambur, batabit, batatenga dan badewa. Dalam upacara Badewa misalnya dilakukan dengan menghadirkan dewa-dewa atau sahabat. Badewa pula dilakukan dengan pembacaan mantera atau batatabur, sesajian serta persembahan musik dan tarian, manakala basambur dan bahidu tidak mesti dengan sajian tetap kerap menyampaikan mantra-mantra.

Alam semesta dalam upacara batatabur berhadapan dengan dua hal besar, yaitu pertama ialah pelibatan dewa artinya sahabat dan kedua ialah berkaitan denhgan kedudukan alam semesta. Alam semesta dibagi kepada dua yaitu : pertama, alam gaib dan, kedua alam fisik. Dalam konteks pengobatan tradisi kedua-dua alam tersebut dihadirkan dalam sebuah upacara batatabur yang menghubungkan dan mengaitkan kosmologi tujuh alam patala langit dan tujuh alam patala bumi dalam faham mistik orang Bakumpai.

Berkaitan dengan pandangan diatas, upacara batatabur dengan pembacaan mantra yang diikuti dengan menyalakan api dupa ialah untuk memanggil para saniang yang berkedudukan di Alam Ngambu maupun alam penda supaya dewa-dewa itu bersedia turun karena ada pesta sesajen. Hal ini menjelaskan para dewa itu memang datang daripada mana-mana tempat dalam dua alam tersebut mengutip mantra batatabur samasa papui dupa seperti berikut :

Asa dua talu
Ikam aku panggil artinya kamari
Artinya malam ini ada dadaharan
Ikam datang di kukus dupa
Datang di kukus manyan

Asa dua talu
Engkau aku panggil disini maknanya
Engkau ada sesajian
Engkau datang di asap dupa
Engkau turun di asap kemenyan

Upacara batatabur menyipatkan asap dupa sebagai jembatan untuk para dewa itu turun ke tempat upacara dan ikut serta meramaikan upacara itu sambil menikmati sesajian yang disediakan. Sangiang jagad masuk ke dalam tubuh seseorang yang dikehendakinya dalam wujud kasarungan dan pada ketika itu pula Pandewa melakukan pengobatan. Apa yang jelas ialah aspek pengobatan badewa menggunakan tubuh pandewa sebagai medium dalam pengobatan untuk menghilangakan penyakit. Selain kedudukan badewa yang khusus dan unik, pengobatan tradisi badewa pula memberikan penekanan kepada kekuatan makhluk gaib dan mantera memangggil dewa itu seperti mempunyai struktur ruang di alam gaib.

Pemahaman kepercayaan orang Bakumpai yang merujuk kepada upacara badewa di samping kepercayaan mereka sebagai orang Islam, maka sedikit sebanyak perkara ini mengandung perbedaan dengan struktur kepercayaan masyarakat Melayu banyak yang dikatakan turut memainkan peranan pada fase awal proses masuknya Islam di tanah Bakumpai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Jam Istirahat di MTsN 3 HSS Selasa Pagi

 Sabtu, 30 November 2024 Suasana saat jam istirahat di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa ...