Oleh : Setia Budhi
(Makalah disampaikan dalam Aruh
Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25
s.d 27 Desember 2009)
C.3
Datu Biyatu dan Datu Biyulu
Merujuk
kepada silsilah orang Bakumpai, Datu Bahandang Balau yang merupakan keturunan
Datu Biyatu dan Datu Biyulu. Ini karena Datu Biyatu dan Datu Biyulu yang
dianggap moyang orang Bakumpai dipercayai berasal dari situlah Ni Datu Entah
yang artinya ‘yang tidak diketahui’ atau ‘entah’ artinya tiada terbatas.
Dalam
istilah itu mengungkapkan bahwa keturunan orang Bakumpai itu ialah Dayak. Datu
Biyulu dan Datu Buyatu merujuk kepada pandangan asimetrik mengenai kawasan
tempat tinggal nenek moyang orang Bakumpai yaitu pertemuan antara Bi – Yatu
(daripada kawasan Yatu) dan Bi – Yulu (daripada kawasan Yulu atau hulu).
Pengkaji menduga bahwa kedudukan Datu Bahandang Balau sebagai nenek moyang orang Bakumpai menjadi termashyur
disebabkan keterakibatan dalam
lingkungan Kerajaan Dipa dan Kerajaan Daha di daerah Muara Bahan.
Menurut dalam cataan silsilah orang Bakumpai telah dituliskan
nama-nama keluarga dekat Datu Bahandang Balau seperti Karta Naya, Patih Darta
Suta yang menurunkan Ngabe Lada, Ngabe Timpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basungar
dan Jimah yang diketahui berkawin dengan seorang Tionghoa bernama Lim Ang Bok. Silsilah orang
Bakumpai mempertegas semua tentang asal-usul orang Bakumpai yaitu percampuran antara Dayak dan Melayu Banjar.
Walau bagaimanapun dengan memperhatikan silsilah moyang orang Bakumpai itu maka
tidaklah dapat ditepikan bahwa Datu Bahandang Balau berasal dari Datu Bi Yatu
dan Bi Yulu yang pada mulanya bertempat tinggal di kawasan hulu sungai Barito.
Munculnya
perspektif geneologis bahwa Datu Biyatu
dan Datu Biyulu sebagai Datu Entah merupakan cerita yang paling kuat mengenai
kedudukan orang Bakumpai sebagai bagian dari suku Dayak sebagaimana banyak
dikaji oleh para peneliti. Tjilik Riwut dan syair Bakumpai memperkirakan orang
Bakumpai merupakan bagian penting dari rumpun Dayak Ngaju dan Dayak Ot Danum.
Kedua suku ini bertempat tinggal di bagian tengah Kalimantan.
Melihat
kepada bukti-bukti sejarah, orang Bakumpai melakukan perpindahan ke bagian
selatan Kalimantan dan berinteraksi dengan etnik Melayu Banjar sama ada melalui aktivitas perniagaan maupun karena masuk
dalam lingkungan istana serta dilantik menjadi kaki tangan pihak kesultanan.
Ini menunjukkan bahwa pada masa dahulu
orang Bakumpai memainkan peranan di tengah-tengah komunitas orang-orang pedalaman
di Kalimantan Tengah dan kalangan istana Melayu Banjar.
D.Puisi
Mantra dan Mistikisme Sastra
Pedalaman
Telah
diuraikan bahwa kebanyakan orang Bakumpai berupaya untuk mengenal dirinya
sendiri dan keterkaitan mereka dengan aspek lingkungan semesta. Mereka
berhadapan dengan dua pemahaman besar yaitu kaitannya dengan alam semesta dan
diri sendiri. Bagaimana pendirian pemahaman orang Bakumpai itu ? Persoalan ini
penting untuk diketengahkan dengan memandang bahwa kerapnya istilah Dayak yang digunakan oleh
pihak di luar untuk mengkategorikan orang Bakumpai ini sebagai bukan Islam atau
setengah-setengah Islam. Adakah istilah itu tepat bahwa orang Bakumpai memang
dari kelompok Dayak yang masih konsisten dengan adat masa lalunya ? Untuk
menjelaskan bagaimana cara orang Bakumpai mengenali diri sendiri yang bertujuan
mengenal alam semesta, dapat dilihat pada kepercayaan dan amalan mereka. Salah
satu tinjauan tentang itu ialah memahami struktur bahasa lisan berupa
mantera-mantera dan struktur bilangan terutama yang dipahami oleh kalangan
antropologi strukturalis.
Pemikiran
tentang Bilangan Empat beserta strukturnya itu dikatakan bahwa alam semsta
berhadapan dengan satu pemahaman transedental, animik dan mistik. Beberapa perkara yang termasuk dalam pemikiran tentang struktur
Bilangan Epat dalam konteks orang Bakumpai antaranya ialah Fatehah Epat.
Sahabat Epat, Malaikat Epat dan Epat Punakawan. Penjelasan tentang konteks Epat
Punakawan dapat dikaitkan
dengan seni wayang kulit dan seni pertunjukan Tari Topeng Pantul.
Selaras
dengan penjelasan diatas, struktur bilangan turut menekankan peri pentingnya
dalam pemahaman fungsi adat terutama yang mempercayai peranan makhluk gaib.
Dengan kata lain, aspek bilangan diperagakan sebagai manifestasi realitas
kehidupan yang dikatakan serba empat (saraba epat) yang tidak dapat
mengetepikan aspek luar di alam lingkungan. Dalam kaitan ini, pemahaman tentang Bilangan Epat membincangkan kedudukan
manusia dengan alam semesta. Sehubungan dengan itu, bahasa yang diwujudkan
dalam bentuk simbol untuk
menekankan nilai sehingga apa yang dipercaya itu menjadi nyata. Dalam konteks
ini alam mistik dirangkai dalam wujud nyata dengan menggunakan simbol. Itulah sebabnya struktur bilangan ialah simbol yang berkata-kata (a speaking symbol).
Orang
Bakumpai mempercayai simbol seperti
yang dapat dilihat dalam gambar Lam Jalallah dan Cacak Burung sebagai sesuatu
yang mempunyai makna dan fungsi. Simbol itu diletakkan di pintu masuk rumah
yang dipercayai untuk tujuan mengusir Taluh. Simbol Cacak Burung pula dipercaya
untuk tujuan memudahkan seorang perempuan selamat ketika melahirkan. Cacak Burung yang diolesi dengan kapur sirih yang diletakkan pada
telapak kaki perempuan yang hamil sampai
melahirkan berfungsi untuk
mengusir makhluk gaib atau taluh.
Pemikiran-pemikiran
yang terlukis dalam kehdiupan orang Bakumpai tentang alam semesta tidak hanya
terkait dengan alam persekitaran sebagaimana pandangan mereka tentang gunung, sungai dan hutan, tetapi
pemikiran tentang mengenal diri
ialah satu perkara yang penting, karena di dalam diri manusia itu dikatakan
terdapat aspek-aspek alam semesta. Oleh itu struktur alam semesta ini disamakan pula
sebagai struktur dalam tubuh manusia. Kalau alam
semesta mengenal struktur utara, timur, barat dan selatan maka tubuh pula mewakili
pemikiran tersebut seperti empat indera,
sepasang mata, hidung, dan mulut. Unsur-unsur bilangan empat memberikan makna
tentang identitas diri yang mereka beri nama ilmu
mengenal diri sebagaimana dituturkan
seorang tokoh KH Haderani sebagai berikut :
“Uluh
jida maku mangatawani kungaie, sama beh dengan lanjung buang. Itah harus
mangatawani, narai asal kunge, narai aran asli kungetuh, kueh andakaie petak
asal Nabi Adam si huang kunge, dan narai aran petak jite. Alam semesta tuh ada
si huang kunge ada matan andau huang kunge, matan andau ji bagerek dan ji jida
bagerek, ada angin, ada danum, ada sungei, petak, wasi, wasi kuning, naraka,
sorga uras ada si huang kunge itah kabuat. Yaweh ji jida katawan sorga huang
kunge dan aran sorga te, ela harap ie mengkeme ji aran sorga. Jibril, Mikail,
Izrail, Israfil ataupun Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, samandeyah ada si huang
kunge ada ada arai masing-masing. Yaweh ji handak jagao, harus katawan narai
aran asli Izrail marubut tanseng, dan aran Saidina Ali ji asal. Harus katawan
si kueeh andakay si kungan itah. Ka’ bah ada si huang kunge, yaweh katawan
andakay dan aran asal, biar jida usah mandai haji kan Makah, sama bech dengan
jadi mandaii haji”
Orang
yang tidak mengetahui dirinya sendiri, sama sahaja dengan lanjung kosong. Kita
mestilah mengetahui asal-usul diri, apa nama diri kita, dimana asal tanah Nabi
Adam di dalam diri kita dan apa nama tanah itu. Alam semesta ini terdapat di
dalam diri kita ada matahari, matahari
yang bergerak dan matahari yang diam. Ada angin, ada air, ada sungai, tanah, besi, besi kuning, neraka, syurga semua ada di dalam diri kita sendiri. Siapa saja yang tidak
mengetahui surga di dalam
dirinya ada nama surga itu, maka tidak dapat berharap
dia merasai surga. Jibril, Mikail, Izrail, Israfil ataupun Abu
Bakar, Umar Usman, Ali semuanya ada di dalam
diri dan ada namanya masing-masing. Siapa yang hendak kuta, harus mengetahui nama asli Izrail yang
mencabut nafas dan nama Saidina Ali yang asal. Harus mengetahui pula dimana tempat di dalam diri kita. Ka’bah ada di dalam diri kita, siapa
yang hendak mengetahui tempat
dan nama asalnya, bisa tidak pergi berhaji ke Mekkah, sama saja dengan sudah pergi berhaji.
Mang husaini , ulun ne urang kuala pembuang, nini datu ulun urang bakumpai , ada silsilahnya kaya apa ulun menulusuri keluarga ulun keturunan dari ngabe basirun
BalasHapus