Rabu, 17 Juni 2015

Tradisi Sastra Orang Bakumpai, Catatan dari Pedalaman Kalimantan (5)

Kamis, 18 Juni 2015


Oleh : Setia Budhi

(Makalah disampaikan dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25 s.d 27 Desember 2009)

Gelar patih yang disandang Datu Bahandang Balau memungkinkan beliau untuk berinteraksi dengan keluarga istana atau bahkan mewakili istana dalam mengadakan hubungan dengan pihak luar, terutamanya dengan penduduk di kawasan hulu sungai Barito dan dengan keluarga beliau sendiri, Dayak Ngaju. Syair mengenai asal-usul orang Bakumpai itu yang bersumber dari tradisi dalam acara bakisah atau baandi-andi orang Bakumpai dimasa lalu menjadi sangat penting tidak hanya tentang asal-usul tetapi juga makna syair itu sendiri sebagai kekayaan penting orang Bakumpai dalam konteks sastra pedalaman.

Adapun raja Banjar yang pertama
Pangeran Suryanatalah namanya
Puteri Junjung Buih permaisurinya
Negara Dipa nama kerajaannya

Lambung Mangkurat jadi Mangkubuminya
Bertugas melaksanakan pekerjaan raja
Datu Bahandang Balau jadi patih merangkap panglima
penguasa daerah di kota Arya Taranggana

Dimanakah sekarang daerah Arya Taranggana ?
Di Desa Lapasan Kabupaten Barito Kuala
Datu Bahandang Balau dan keenam saudaranya
Masing-masing mereka diberi pekerjaannya

Terdapat dua pemahaman dalam syair orang Bakumpai tentang asal-usul orang Bakumpai yaitu orang Bakumpai di kawasan tempat tinggalnya dan orang Bakumpai yang mempunyai kaitan dengan antar etnik lain dimasa lampau sehingga ke masa kini. Pandangan Hikayat Banjar JJ Ras yang sepintas tentang orang Nagara dalam kerajaan Dipa misalnya menyebutkan pelbagai alat kesenian seperti wayang dan musik tradisional yang dipergunakan dalam upacara di kalangan istana, nampaknya dapat dipahami pula sebagai penyebutan tentang orang Bakumpai yang masih melestarikan upacara tradisi dengan menggunakan musik tradisional pengaruh Melayu Banjar dan Kesultanan Demak dalam pertunjukan wayang kulit dan Tari Topeng.

C.2 Datu Pandang Kumpai Duhung
Pendapat lain mengatakan bahwa Bakumpai merupakan sebutan yang berasal dari nama nenek moyang orang Bakumpai. Dia adalah seorang ketua suku Dayak Ngaju bernama Datu Pandung Tanjung Kumpai Duhung. Dalam tradisi lisan dikisahkan ketua suku Pandung Tanjung Kumpai Duhung beserta kerabatnya melakukan perjalanan ke muara-muara sungai untuk menyelamatkan keluarga dalam perangkap perang antar suku pada peristiwa ngayau. Perjalanan menyelamatkan diri yang akhirnya membuat mereka tiba sampai di muara sungai Barito dan akhirnya memutuskan tinggal bersama keluarga mereka di kawasan ini.

Istilah Bakumpai diambil dari nama kepala suku Kumpai Duhung yang mempunyai bahasa sendiri, yaitu bahasa Bakumpai. Pendapat yang lain, orang Bakumpai disebut pula orang Marabahan. Dikatakan pula bahwa sebutan orang Marabahan berasal dari perkataan Muara dan Bahan. Muara karena terletak di muara sungai dan Bahan ialah anak sungai Barito. Oleh karena itu orang Bakumpai adalah orang Muara Bahan atau orang yang bertapak di kawasan muara sungai Bahan, itu sebabnya sebuah kampung di Muara Bahan dikenali pula dengan kampung Babahan (Setia Budhi, 2009).

Riwut (1979) dalam buknya Kalimantan Memanggil menyebutkan bahwa orang Bakumpai atau Marabahan yang tinggal di sepanjang Barito Hilir atau Kuala juga disebut bara-ki banyak berpengaruh dalam lapangan perdagangan, dan menurut penyelidikan di dalam tatek tatum, yaitu sejarah asli mulut ke mulut dari suku Dayak, nenek moyang orang Bakumpai berasal dari suku Dayak yaitu Pandung Tanjung Kumpai Duhung.

Kisah tentang asal-usul orang Bakumpai, kemudian berkembang terutama yang dapat digali dari kedudukan kampung orang Bakumpai di Ulu Benteng, Kampung Bentok ataupun Desa Kuatik yang merupakan suatu kawasan pertemuan antara sungai Barito, sungai Nagara dan kampung Muara Pulau. Kampung yang terletak di tepian sungai Barito itu kemudian menghubungkan sungai Barito dengan sungai Nagara, sehingga menimbulkan sebuah persimpangan yaitu sungai Barito dan Nagara di Marabahan sekarang ini. Penduduk asal Bakumpai di Marabahan menetap di sekitar danau yang dikenali dengan Danau Pelantauan Baidar yang terletak di bagian selatan daerah Marabahan. Seterusnya mereka membina perkampungan di tanah yang lebih tinggi di Kumpai Duhung dan mendirikan perkampungan baru sebagai kampung orang Bakumpai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekitaran TPS 002 Desa Angkinang Selatan Rabu Pagi

 Sabtu, 30 November 2024 Suasana di sekitaran TPS 002 di RT 3 Desa Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, pa...