Oleh : Setia Budhi
(Makalah disampaikan dalam Aruh
Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25
s.d 27 Desember 2009)
Pendapat
ini memahami bahwa daerah Marabahan sebagai ibu negeri kampung Ulu Benteng telah lama didatangi para peniaga luar Negara. Jejak-jejak wahdat al wujud ini masih berkekalan
dengan adanya beberapa individu dan kelompok orang Bakumpai yang mempertahankan
bentuk penghayatan agama melalui jalan mistik. Perbincangan dengan Haji Mahfud sebagaimana
diikuti Ahmad Sazali (2004) menjelaskan terperinci mengenai aliran sufisme orang Bakumpai.
Orang
Bakumpai pada masa awal menghayati sufisme karena menganggap kehidupan Islam
sufistik sebagai jalan yang ideal untuk mencapai kesempurnaan. Orang-orang Bakumpai sering menyebut
ajaran-ajaran sufistik dengan istilah ilmu kasampurnaan.
Ilmu ini merupakan sarana penyatuan dengan Yang Maha Kuasa. Pada perkembangan
berikutnya, ilmu kasampurnaan tidak lagi sepenuhnya menjadi sarana untuk
mencapai perjumpaan dengan Tuhan saja, tetapi mengalami perluasan fungsi.
Yang
dimaksud dengan fungsi disini adalah kegunaan yang berhubungan
persoalan-persoalan keduniaan, misalnya untuk memperoleh kesaktian. Oleh karena
itu, ada berbagai macam pengertian tentang kesaktian yang ingin dicapai
meliputi : ilmu kataguhan (ilmu kebal senjata), ilmu taguh gancang (ilmu
kekuatan), ilmu mampalemo sanaman (ilmu melemahkan besi).
Diantara
jenis ilmu tersebut yang menjadi kemuncak alam mistik dan sufisme di Bakumpai ialah ilmu jida balawan. Seseorang
yang menguasai ilmu ini dengan sempurna, dia tidak perlu mengeluarkan tenaga
untuk bertarung dan tidak memerlukan kekebalan ketika berhadapan dengan musuh,
karena musuh dengan sendirinya akan menjadi lemah. Selain itu kesaktian juga
berkaitan dengan kemampuan menyembuhkan penyakit yang bersifat fisik dan ruhani
(ilmu ketabiban).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar