Senin, 23 Juni 2014
Kalimantan Selatan
dikenal sebagai salah satu lumbung energi di Indonesia. Setelah Kalimantan
Timur, daerah ini penghasil batubara terbesar kedua di Indonesia. Batubara
Kalimantan Selatan pada tahun 2013 mencapai 163 juta ton, dengan kontribusi
38,7 persen pada produksi nasional. Namun, perhatian pemerintah pusat kepada
daerah pemilik sumber daya alam masih kurang. Berikut petikan wawancara
jurnalis Kompas, Jumarto Yulianus,
dengan Gubernur Kalimantann Selatan, Rudy Ariffin.
Bagaimana
sistem bagi hasil sumber daya alam selama ini ?
Saya contohkan batubara.
Pungutan pemerintah bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaann Pertambangan
Batubara itu 13,5 persen. Dari jumlah itu, daerah hanya menerima sekitar 3
persen. Itu pun harus dibagi antara pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten / kota. Jadi, kami merasa pembagian royalty masih belum adil.
Sistem pembagian yang diharapkan daerah dari pusat ?
Wilayah Kalimantan ini
kaya sumber daya alam. Oleh karena itu, yang paling diharapkan perbaikan dalam
sistem bagi hasil sumber daya alam. Kami berharap pembagian royalti batubara
bisa 50 : 50 antara pusat dan daerah dari pungutan pemerintah 13,5 persen.
Memang, royalty adalah pemasukan negara, tetapi daerah penghasil punya problem
degradasi lingkungan hidup. Dengan bagi hasil yang adil, ada penerimaan yang
bisa dipakai untuk perbaikan lingkungan.
Selain itu, perbaikan apa yang diharapkan pemerintah
pusat ?
Tentu saja harapan
pertama infrstrukutr, khususnya jalan Trans Kalimantan. Masyarakat ingin jalan
itu betul-betul selesai dan baik. Ini untuk memudahkan akses antarkabupaten
sehingga setiap kabupaten bisa saling melengkapi dengan komoditas yang
dihasilkan. Harapan kedua terkait pertanian dalam arti luas. Komitmen
pemerintah mengupayakan ketersediaan pangan, alat-alat mekanisasi pertanian, dan
riset harus lebih diperkuat. Ketiga, diharapkan ada pergeseran industri ke luar
Jawa, seperti ke Kalimantan.
Lalu, figur kabinet seperti apa yang diharapkan ?
Kabinet pada
pemerintahan mendatang harus zaken cabinet, yaitu cabinet yang terdiri atas
para pakar di bidangnya. Soal latar belakangnya, partai politik atau nonpartai,
itu tergantung dari perekrutan. Mungkin ada proporsional pembagian berdasarkan
partai koalisi, tetapi harus memberikan kader-kader terbaik. Jangan asal
ditaruh saja.***
Sumber : Kompas,
Sabtu (21/06/2014) Halaman 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar