Oleh : Setia Budhi
(Makalah disampaikan dalam Aruh
Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25
s.d 27 Desember 2009)
Perjumpaan hamba Yantul dan Yamban itu kemudian menimbulkan kilas balik
tentang upaya penyembuhan dengan cara meminta air kehidupan atau danum
kehidupan kepada Saniang Tunggal dan itulah mula-mula episode dalam pengobatan
dilakukan. Seterusnya, dalam Tari Topeng Panji ini, perjalanan Yantul dan Yamban
dikisahkan pada fase yang lain, mereka berjumpa pula dengan sebuah kampung yang
sedang melaksanakan upacara mamparasih
lebo dengan bakarasmin.
Seterusnya, dalam cerita Tari Topeng Panji itu sebagaimana dikutip wawancara
dengan tokoh Tari Topeng Panji sebagai berikut :
Tuping Pani jite asal
mula lalakun, iye mahapan tuping warna bahijua. Balalu iye tunah kisah manuping
akan manggau larangae sambil te iye manyuhu awen yantul garen yamban hikau
mealang lebo-malebo, inyuhu manggau undang ji bamate intan, batisik perak
bajanggut amas. Hau yantul yamban tu nah iye tuping pantul hikau. Balalu awen
tuh nah huang kisah panulak hasupa jida hasupa dengan undang tapi hasupa dengan
takuluk jida bapai jida balenge, iye te nah sakalinya eh jijite te nah akan awi
sawan Raden Panji Laras kasmaran, hau suka kih iye. Balalu awen tu nah mambelum
takuluk jijite. Huang kisah hidai, balalau awen pantel kau nah mancingin uluh gung neng gung neng, sakali
imariksa awen tenah, uluh bakarasmin manyanggar lebo, manganan garen panyakit.
Topeng
Panji itu ialah asal mula cerita (lakakun), Panji mempergunakan topeng warna
hijau kemudian sang Panji
menari-nari karena Panji sedang
mencari calon isterinya yang dirampas. Ketika Panji mempersembahkan tarian itu, Panji meminta kepada hambanya Yantul dan Yamban (yang
dikenal dengan Tari Pantul) untuk memeriksa semua isi
kampung. Raden Panji meminta untuk mencari udang
bermata intan bersisik perak dan berjanggut emas.
Tetapi
dalam pencarian itu pula, Yantul Yamban menemukan sosok kepala yang
tidak ada tubuh, tidak berkaki dan tangan yang ternyata sosok itulah yang
dicari-cari oleh Panji yaitu
calon isterinya Raden Sekar Taji. Dalam kisah seterusnya, Yantul dan Yamban diminta untuk menghidupkan
dengan suara sarun dan babun dan ternyata orang-orang kampung yang sedang melaksanakan upacara
hiburan besar-besaran yang disebut manyanggar lebo
untuk membuang macam-macam penyakit.
Sepintas
lalu, bahwa Tari Topeng Panji dalam upacara Badewa, nampaknya mempunyai
berbagai persamaan dengan Tari Topeng yang terdapat di daerah Cirebon, Jawa Barat dan kalau andaikan ini benar maka masuknya Tari Topeng dikalangan urang Bakumpai mungkin semasa perkembangan Islam yang dibawa oleh
Kesultanan Demak di Kalimantan Selatan. Dalam Tari Topeng Cirebon ialah simbol
bagaimana asal mula Saniang Tunggal yang berpencar menjadi pasangan-pasangan
kembar saling bertentangan itu, seperti terang dan gelap, lelaki dan perempuan,
daratan dan lautan serta dalam Saniang Tunggal itu terdapat Patih Klana dengan
Pamindo Rumyang.
Dalam Tari Topeng Panji itupula ditarikan oleh seorang penari, walaupun begitu
tari ini memainkan dua episode dalam satu tokoh yaitu Panji Kelana. Tarian ini
digambarkan dengan gerak-gerak yang amat sederhana, tetapi dengan iringan musik
yang gemuruh dan rancak. Walau bagaimanapun Tari Topeng dalam upacara Badewa
hanya dikenali wujud daripada tokoh Panji Laras Kasmaran, penari mempergunakan
pakaian perempuan walaupun sebenarnya penari itu ialah daripada laki-laki. Jika
memandangkan bahwa Tari
Topeng Panji Kelana ialah berasal daripada Cirebon, Jawa Barat sebagai Topeng Kelana, maka dapat diperkatakan
bahwa Panji Kelana dalam episode Cirebon dikatakan sebagai simbol daripada Saniang Tunggal yang
membelah dirinya atau emanasi menjadi Pamindo Rumyang dan Patih Klana.
Walaupun
belum ada kajian yang merangkaikan cerita Panji Klana Cirebon dengan Panji
dalam Topeng Panji Bakumpai, tetapi berlatar belakang cerita Panji Cirebon itu pula
dipersembahkan pelbagai simbol bahwa Pamindo Rumyang berwarna cerah, sedangkan Patih
Klana berwarna gelap (merah tua). Gerak Tari Pamindo Rumyang halus perempuan
dan Patih Klana pula gagah lelaki. Pamindo Rumyang menggambarkan pihak dalam
dan Patih Klana menggambarkan pihak luar. Terang dapat berarti siang, gelap
dapat berarti malam. Matahari dan bulan. Keseluruhan daripada Tari Topeng ialah
Sang Panji sendiri sebagai Saniang Tunggal yang membelah dirinya menjadi dua
pasangan saling bertentangan sifat-sifatnya.
Tari Topeng dalam pengobatan Badewa memainkan tiga episode yaitu Tari Pantul
yang jenaka, Tari Panji Laras Kasmaran yang anggun dan Tari Klana Dasmuka yang
penuh emosi. Walaupun dalam tari ini tidak mengisahkan adanya perkelahian
antara Klana Dasamuka dan Raden Panji Laras Kasmaran yang memperebutkan Raden
Sekar Taji.
Dalam cerita dikatakan bahwa Klana Dasamuka berhasil merampas calon istri
Raden Panji Laras Kasmaran tetapi karena Raden Sekar Taji tiada mau dijadikan
istrinya, Dasamuka memotong kepalanya dan membuangnya ke tepi laut di Telok Branggong,
oleh sebab itu warna Klana Dasmuka ialah merah dan warna topeng Panji Laras
Kasmaran adalah hijau sebagai simbol peristiwa besar yaitu perlawanan antara
kejahatan dengan kebaikan. Dan yang jahat kekal ditewaskan dan yang baik kekal
diwujudkan. Dalam akhir cerita, calon isteri Panji Laras Kasmaran itu dijumpai di sebuah sungai oleh Saniyang
Manikmaya serta Yantul dan
Yamban ketika mereka diperintahkan untuk mencari udang bermata intan bersisik
perak dan berjanggut emas.
Selain
Tari Topeng Panji, dalam pengobatan tradisi Badewa dikenali pula Topeng Batara
Kala atau Buta yang dikatakan menyifatkan angkara, marah dan dendam serta
sumber daripada wabah penyakit. Tetapi, Tarian Topeng Batara Kala tidak dimainkan dalam sebuah episode penceritaan.
Tari Topeng Batara Kala dimainkan
pada saat upacara akan berakhir.
Sesungguhnya,
dalam upacara badewa, Dewa Batara Kala sengaja diundang kehadirannya untuk
merayakan pesta dalam pengobatan, perkara ini memiliki dua pemaknaan yaitu
pertama disengaja diundang datang untuk dirayu supaya dapat melakukan pengobatan atau tidak menggangggu
manusia dan kedua dipercaya bahwa selama pengobatan Sang Batara Kala yang memainkan
peranan sebagai penyebab sakit sehingga dalam pesta pengobatan itu Sang Batara Kala berjumpa dengan dewa-dewa atau
sahabat yang turut merayu dan memberi pengobatan. Itulah sebab episode Topeng Batara Kala muncul pada akhir kegiatan pengobatan karena dikatakan
Sangkala setuju bahwa rayuan telah dipersiapkan pelbagai sesajian, musik dan persembahan tarian sebagai
upah untuk tidak lagi berbuat angkara dan penyakit.
Dalam
versi yang lain bahwa Tari Topeng yang dimainkan dalam upacara Badewa ialah
Panji Laras Kasmaran (Arjuna alam cerita
wayang) didampingi oleh Yantul dan Yamban yang bertugas sebagai Samar,
Bagung, Nala Gareng dan Petruk. Dewi Sekar Taji (anak Raja Palinggam Sukalima)
Patih Jaga Baya (pemelihara keamanan kota) Pengindu tukang rarap putri (penghias putri) Panambi (perangkai bunga 40 macam yang selalu digunakan oleh putri dan para
dayang. Kelana Dasamuka yang didampingi Tuguk sebagai pembantu. Jingga Danum, Jingga Nanum (anak kiyai)
didampingi Jampalong sebagai abdi di Kerajaan Indragiri, Kiyai didampingi dua
orang Pantul. Tumanggung Destrata, Tumanggung yang berusaha merebut kerajaan Indragiri dari tangan Jingga
Danum, Karena ia beranggapan bahwa Jingga Danum bukan keturunan raja. Gunung Sari dan Lambang
Sari, saudara kembar yang hidup sebagai nelayan yang suka bertapa serta
Sangkala (Batara Kala) atau Datu Andumana yang menyebarkan penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar