Jumat, 19 Juni 2015

Tradisi Sastra Orang Bakumpai, Catatan dari Pedalaman Kalimantan (9)

Sabtu, 20 Juni 2015


Oleh : Setia Budhi

(Makalah disampaikan dalam Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) VI di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, 25 s.d 27 Desember 2009)

Perjumpaan hamba Yantul dan Yamban itu kemudian menimbulkan kilas balik tentang upaya penyembuhan dengan cara meminta air kehidupan atau danum kehidupan kepada Saniang Tunggal dan itulah mula-mula episode dalam pengobatan dilakukan. Seterusnya, dalam Tari Topeng Panji ini, perjalanan Yantul dan Yamban dikisahkan pada fase yang lain, mereka berjumpa pula dengan sebuah kampung yang sedang melaksanakan upacara mamparasih lebo dengan bakarasmin. Seterusnya, dalam cerita Tari Topeng Panji itu sebagaimana dikutip wawancara dengan tokoh Tari Topeng Panji sebagai berikut :

Tuping Pani jite asal mula lalakun, iye mahapan tuping warna bahijua. Balalu iye tunah kisah manuping akan manggau larangae sambil te iye manyuhu awen yantul garen yamban hikau mealang lebo-malebo, inyuhu manggau undang ji bamate intan, batisik perak bajanggut amas. Hau yantul yamban tu nah iye tuping pantul hikau. Balalu awen tuh nah huang kisah panulak hasupa jida hasupa dengan undang tapi hasupa dengan takuluk jida bapai jida balenge, iye te nah sakalinya eh jijite te nah akan awi sawan Raden Panji Laras kasmaran, hau suka kih iye. Balalu awen tu nah mambelum takuluk jijite. Huang kisah hidai, balalau awen pantel kau nah mancingin uluh gung neng gung neng, sakali imariksa awen tenah, uluh bakarasmin manyanggar lebo, manganan garen panyakit.

Topeng Panji itu ialah asal mula cerita (lakakun), Panji mempergunakan topeng warna hijau kemudian sang Panji menari-nari karena Panji sedang mencari calon isterinya yang dirampas. Ketika Panji mempersembahkan tarian itu, Panji meminta kepada hambanya Yantul dan Yamban (yang dikenal dengan Tari Pantul) untuk memeriksa semua isi kampung. Raden Panji meminta untuk mencari udang bermata intan bersisik perak dan berjanggut emas.

Tetapi dalam pencarian itu pula, Yantul Yamban menemukan sosok kepala yang tidak ada tubuh, tidak berkaki dan tangan yang ternyata sosok itulah yang dicari-cari oleh Panji yaitu calon isterinya Raden Sekar Taji. Dalam kisah seterusnya, Yantul dan Yamban diminta untuk menghidupkan dengan suara sarun dan babun dan ternyata orang-orang kampung yang sedang melaksanakan upacara hiburan besar-besaran yang disebut manyanggar lebo untuk membuang macam-macam penyakit.

Sepintas lalu, bahwa Tari Topeng Panji dalam upacara Badewa, nampaknya mempunyai berbagai persamaan dengan Tari Topeng yang terdapat di daerah Cirebon, Jawa Barat dan kalau andaikan ini benar maka masuknya Tari Topeng dikalangan urang Bakumpai mungkin semasa perkembangan Islam yang dibawa oleh Kesultanan Demak di Kalimantan Selatan. Dalam Tari Topeng Cirebon ialah simbol bagaimana asal mula Saniang Tunggal yang berpencar menjadi pasangan-pasangan kembar saling bertentangan itu, seperti terang dan gelap, lelaki dan perempuan, daratan dan lautan serta dalam Saniang Tunggal itu terdapat Patih Klana dengan Pamindo Rumyang.

Dalam Tari Topeng Panji itupula ditarikan oleh seorang penari, walaupun begitu tari ini memainkan dua episode dalam satu tokoh yaitu Panji Kelana. Tarian ini digambarkan dengan gerak-gerak yang amat sederhana, tetapi dengan iringan musik yang gemuruh dan rancak. Walau bagaimanapun Tari Topeng dalam upacara Badewa hanya dikenali wujud daripada tokoh Panji Laras Kasmaran, penari mempergunakan pakaian perempuan walaupun sebenarnya penari itu ialah daripada laki-laki. Jika memandangkan bahwa Tari Topeng Panji Kelana ialah berasal daripada Cirebon, Jawa Barat sebagai Topeng Kelana, maka dapat diperkatakan bahwa Panji Kelana dalam episode Cirebon dikatakan sebagai simbol daripada Saniang Tunggal yang membelah dirinya atau emanasi menjadi Pamindo Rumyang dan Patih Klana.

Walaupun belum ada kajian yang merangkaikan cerita Panji Klana Cirebon dengan Panji dalam Topeng Panji Bakumpai, tetapi berlatar belakang cerita Panji Cirebon itu pula dipersembahkan pelbagai simbol bahwa Pamindo Rumyang berwarna cerah, sedangkan Patih Klana berwarna gelap (merah tua). Gerak Tari Pamindo Rumyang halus perempuan dan Patih Klana pula gagah lelaki. Pamindo Rumyang menggambarkan pihak dalam dan Patih Klana menggambarkan pihak luar. Terang dapat berarti siang, gelap dapat berarti malam. Matahari dan bulan. Keseluruhan daripada Tari Topeng ialah Sang Panji sendiri sebagai Saniang Tunggal yang membelah dirinya menjadi dua pasangan saling bertentangan sifat-sifatnya.

Tari Topeng dalam pengobatan Badewa memainkan tiga episode yaitu Tari Pantul yang jenaka, Tari Panji Laras Kasmaran yang anggun dan Tari Klana Dasmuka yang penuh emosi. Walaupun dalam tari ini tidak mengisahkan adanya perkelahian antara Klana Dasamuka dan Raden Panji Laras Kasmaran yang memperebutkan Raden Sekar Taji.

Dalam cerita dikatakan bahwa Klana Dasamuka berhasil merampas calon istri Raden Panji Laras Kasmaran tetapi karena Raden Sekar Taji tiada mau dijadikan istrinya, Dasamuka memotong kepalanya dan membuangnya ke tepi laut di Telok Branggong, oleh sebab itu warna Klana Dasmuka ialah merah dan warna topeng Panji Laras Kasmaran adalah hijau sebagai simbol peristiwa besar yaitu perlawanan antara kejahatan dengan kebaikan. Dan yang jahat kekal ditewaskan dan yang baik kekal diwujudkan. Dalam akhir cerita, calon isteri Panji Laras Kasmaran itu dijumpai di sebuah sungai oleh Saniyang Manikmaya serta Yantul dan Yamban ketika mereka diperintahkan untuk mencari udang bermata intan bersisik perak dan berjanggut emas.

Selain Tari Topeng Panji, dalam pengobatan tradisi Badewa dikenali pula Topeng Batara Kala atau Buta yang dikatakan menyifatkan angkara, marah dan dendam serta sumber daripada wabah penyakit. Tetapi, Tarian Topeng Batara Kala tidak dimainkan dalam sebuah episode penceritaan. Tari Topeng Batara Kala dimainkan pada saat upacara akan berakhir.

Sesungguhnya, dalam upacara badewa, Dewa Batara Kala sengaja diundang kehadirannya untuk merayakan pesta dalam pengobatan, perkara ini memiliki dua pemaknaan yaitu pertama disengaja diundang datang untuk dirayu supaya dapat melakukan pengobatan atau tidak menggangggu manusia dan kedua dipercaya bahwa selama pengobatan Sang Batara Kala yang memainkan peranan sebagai penyebab sakit sehingga dalam pesta pengobatan itu Sang Batara Kala berjumpa dengan dewa-dewa atau sahabat yang turut merayu dan memberi pengobatan. Itulah sebab episode Topeng Batara Kala muncul pada akhir kegiatan pengobatan karena dikatakan Sangkala setuju bahwa rayuan telah dipersiapkan pelbagai sesajian, musik dan persembahan tarian sebagai upah untuk tidak lagi berbuat angkara dan penyakit.

Dalam versi yang lain bahwa Tari Topeng yang dimainkan dalam upacara Badewa ialah Panji Laras Kasmaran (Arjuna alam cerita wayang) didampingi oleh Yantul dan Yamban yang bertugas sebagai Samar, Bagung, Nala Gareng dan Petruk. Dewi Sekar Taji (anak Raja Palinggam Sukalima) Patih Jaga Baya (pemelihara keamanan kota) Pengindu tukang rarap putri (penghias putri) Panambi (perangkai bunga 40 macam yang selalu digunakan oleh putri dan para dayang. Kelana Dasamuka yang didampingi Tuguk sebagai pembantu. Jingga Danum, Jingga Nanum (anak kiyai) didampingi Jampalong sebagai abdi di Kerajaan Indragiri, Kiyai didampingi dua orang Pantul. Tumanggung Destrata, Tumanggung yang berusaha merebut kerajaan Indragiri dari tangan Jingga Danum, Karena ia beranggapan bahwa Jingga Danum bukan keturunan raja. Gunung Sari dan Lambang Sari, saudara kembar yang hidup sebagai nelayan yang suka bertapa serta Sangkala (Batara Kala) atau Datu Andumana yang menyebarkan penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Area Halaman Belakang MTsN 3 HSS Kamis Pagi

 Rabu, 27 November 2024 Suasana di area halaman belakang Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Des...