MUSIK PANTING
Kesenian
musik panting sangat berurat-berakar bagi masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan sejak waktu yang sangat lama. Penamaan kesenian ini berdasarkan bahasa
daerah masyarakat HSS sendiri yaitu bahasa Banjar. Panting dalam pengertiannya
adalah persamaan dengan kata petik, yaitu membunyikan senar atau tali dengan
teknik sentilan.
Secara umum bentuk alat musik panting ini mirip dengan gitar,
bedanya hanya lebih ramping dan kecil. Selain itu pada panting tidak terdapat
grif-grif untuk pengatur kunci nada seperti pada gitar. Perbedaan lainnya
adalah, senar pada alat musik panting terdiri dari dua bilah senar kembar
dengan ukuran nada yang sama dan hanya berjumlah enam bilah dengan tiga nada
berbeda.
Memainkan alat panting sama dengan gitar yaitu dipetik.
Seorang yang memainkan musik panting dinamakan pamantingan. Pada awalnya musik
panting hanya dimainkan oleh seorang pamantingan yang diiringi oleh seorang
yang membawakan lagu atau biduan, baik pria atau wanita. Antara seorang pamantingan
dan seorang biduan duduk berdampingan untuk kemudahan mencocokkan lagu dengan
petikan panting.
Pada perkembangan selanjutnya musik panting tidak hanya dimainkan
tunggal melainkan sudah dikolaborasi dengan beberapa alat musik lainnya seperti
babun, gong, biola, tamborin dan suling serdam atau seruling bambu biasa. Meski
musik panting sekarang sudah dikolaborasikan dengan sejumlah alat musik
lainnya, namun tidak menghilangkan kekhasan musik panting sebagai musik
tradisional.
Dahulu musik panting lebih digunakan untuk mengiringi tari Japin, saat ini digunakan pula untuk
mengiringi berbagai tarian tradisional lainnya seperti tari Ahui, tari Tirik,
Japin Anak Delapan, dll.
Lagu-lagu tradisional dalam musik panting yang biasa
dimainkan sejak dahulu sampai sekarang adalah Lagu Dua Sisip, Paris Tangkawang,
Hujan Hangat, Marista Banjanji, Lalan Sisip, lagu-lagu Arab, serta lagu yang
bersifat bebas lainnya.
Saat ini musik panting tidak hanya untuk mengiringi tari
Japin, tetapi juga berdiri sendiri sebagai seni musik tradisional. Arena dan
fasilitas pergelaran juga tidak lagi terikat dengan ketentuan yang biasa
dilakukan pada awal kehadirannya, tetapi sudah disesuaikan dengan perlengkapan
penunjang lainnya seperti pengeras suara, panggung tempat pemain musik panting,
tempat duduk penonton, dsb.
Musik panting diperkirakan sudah ada di Kalsel seja abad ke
18 atau jauh sebelumnya, tentu dalam bentuk yang sangat sederhana jika
dibandingkan dengan keadaannya yang sekarang.
Beberapa grup musik panting di HSS yang saat ini masih
aktif bermain dan melakukan pembinaan
adalah Arjuna Singakarsa di Pandai. Lalu Sampuraga di Karang Jawa. Saraba Cakap
di Ambarai. Sahibar, Sakawah, Halang Ginari, dan Pancar Nada keempatnya di Tabihi.***
Sumber : Buku Menjemba Jejak Berlari, Aliman Syahrani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar