KANCIL DAN BUAYA
Zaman dahulu ada cerita
buaya sedang mencari mangsa. Buaya itu bergandeng dua membuat tubuhnya seperti rakit. Lalu
pergi arah ke hulu. Di belakangnya duduk bersusun : bidawang, biuku, kura-kura.
Ada juga burung : buburak, tiung, punai yang asyik bernyanyi. Sambil bernyanyi,
sambil bergendang. Yang dijadikan gendang tubuh kura-kura, biuku dan bidawang
yang dihempaskan ke belakang buaya.
Lagu seperti ini
Rastup
garantang tugang
Bajalan ka hulu-hulu
Sampai
ka luuk diambung-ambung
Tinggal makan
Rakit buaya tadi terus pergi ke arah
hulu. Tak lama bertemu dengan kera. Kera bertanya, ” Mau kemana kalian?”
” Kami hendak jalan-jalan ke hulu
sungai,” jawab mereka.
” Aku ikut,” ujar kera.
” Mari, cepat naik kesini !” ujar
mereka.
Yang ikut naik ke rakit buaya itu
semuanya akan dimangsa buaya. Mereka terus mudik ke hulu, bertemu lagi dengan kambing,
naik lagi kambing. Bertemu kuyuk, naik juga kuyuk. Ramai sekali, sambil mudik,
sambil bernyanyi dengan gendang-gendangnya :
Ras
tup garantang tugang
Bajalan
ka hulu-hulu
Sampai
ka luuk diambung-ambung
Tinggal
makan
Akhirnya bertemu dengan kancil.
” Mau kemana
kalian ramai sekali ?” tanya kancil.
Kemudian yang ada dirakit buaya
menyahut, ” Kalau ingin ikut, ikut saja tidak perlu banyak pertanyaan.”
” Kepinggirkan dulu rakitnya, agar
aku mudah naik. Ke sini dekat tebing yang rata. Ayo kera, kuyuk, kambing,
ayo. Ayo cepat aku ingin berpegang.”
Setelah rakit itu merapata ke
tebing, mereka sudah bertinggir di rakit lalu kancil berucap,” Ayo kera, kuyuk,
kambing, cepat naik ke tebing. Itu bukan kapal, itu buaya, dia mau memangsa
kalian. Setelah sampai ke pusaran air yang dalam kalian akan ditenggelamkannya.
Lantas setelah tenggelam, kalian dimakannya. Cepat naik !”
Berlompatanlah semua ke atas tebing,
takut dimakan buaya. Setelah semua naik ke tebing, lantas kancil bersorak tanda
senang selamat tidak sempat dimakan buaya. Buaya marah-marah.
” Tunggu pembalasan kami dibawah
pohon kujajing !” ujar buaya.
Kujajing itu buah
makanan kesukaan kancil. Jadi ia sering datang ke sana.
Lama kelamaan
kancil lupa akan ancaman buaya. Berangkat dia ke hulu dimana tumbuh pohon
kujajing. Asyik makan kujajing. Buahnya banyak. Hari teduh dan terang.
Setelah kenyang makan kujajing duduk
kancil terkantuk-kantuk. Kakinya yang sebelah dijuntaikannya ke dalam air.
Karena memang pohon kujajing banyak tumbuh di tepi sungai.
Saat kancil duduk terkantuk-kantuk
sambil matanya meram, kakinya yang bercebur ke sungai tadi disambar buaya.
Kancil terkejut. Hatinya gelisah. Tapi setelah itu ia cepat berpikir. Apa
akalnya agar bisa lepas ?
” O, buaya, kamu salah. Itu bukan
kakiku. Yang benar ini. Yang kamu sambar itu ranting kayu,” ujar
kancil sambil menyurung patahan kayu kedalam air. Tidak berpikir panjang lagi
buaya tadi terus menyambar patahan kayu itu. Kaki kancil dilepasnya. Setelah
kakinya lepas, kancil cepat kabur sambil berteriak karena cukup senang,” Hore
aku lepas ! Hore !”
” Nanti kamu akan kumangsa tunggu
saja !” ujar buaya sambil geregetan karena hatinya sakit dibodohi kancil untuk
kesekian kalinya.
Apa yang dikerjakana buaya untuk
membalas kancil. Tubuhnya digulung dengan daun kering di pinggir sumur tempat
kembali berendam di air.
Tak lama kemudian datang kancil. Melihat ada gunungan itu rasa was-was
itu datang. Dalam hati berkata, gunungan ini buayakah ? Atau apakah ? Setelah
dipikir-pikir lalu ia berucap sangat keras, “ Kalau benar-benar gunung, mesti bergerak,
kalau buaya berdiam.”
Buaya
lalu bergerak menggoncang tubuhnya tiada henti. ” Dasar bodoh kamu buaya. Ayo
kejar aku,” ujar kancil menggoda.
Buaya mengejar kancil dengan cepat.
Semakin cepat buaya mengejar, makin cepat juga kancil lari. Kancil lari
meloncat ke kayu tempat kubangan kerbau. Di kubangan itu banyak kerbau yang
menunggu. Buaya terjatuh ke kubangan kerbau, diinjak-injak kerbau. Akhirnya
buaya mati. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar