Aruh adat masyarakat Pegunungan Meratus di Desa Malaris Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), ternyata masih diminati para wisatawan dalam dan luar daerah. Buktinya, di saat pelaksanaan Aruh Bawang pada Minggu malam (5/2) para wisatawan banyak yang datang dan berkumpul di sekitar balai.
Dalam prosesi pelaksanaan aruh yang diselenggarakan setiap akan bercocok tanam dan sesudah panen pada awal dan pertengahan tahun tersebut, masyarakat adat menggelar berbagai ritual religus, yang sangat asyik untuk disaksikan.
Apalagi dalam ritual adat itu, para tokoh terkadang menyelipkan berbagai pesan kepada seluruh masyarakat adat yang datang. Pesan tersebut mengartikan bahwa masyarakat adat dayak yang tinggal di pegunungan Meratus dapat hidup saling berdampingan dengan masyarakat lainnya.
Menurut Damang Ujal, tokoh adat setempat, pada dasarnya aruh bagi masyarakat adat meratus adalah hal yang sudah biasa dilaksanakan oleh masyarakat adat. Sehingga, pada pelaksanaannya terkesan biasa- biasa tanpa ada yang ditutupi. Pelaksanaan itu sendiri, selain dihadiri oleh para tokoh masyarakat adat, juga dihadiri oleh tamu yang datang dari berbagai balai yang ada di pegunungan. “Aruh merupakan bagian dari ungkapan terima kasih masyarakat Adat Dayak kepada Tuhan,” ujar Ujal.
Selain ungkapan terima kasih, Aruh juga dapat menjadi ajang pengikat talisilaturrahmi antar mayarakat adat. Bahkan sebelum pelaksanaan aruh, biasanya para tetua dan tokoh adat terlebih dahulu melakukan rembug. Dalam rembug tersebut, para tokoh banyak yang membicarakan masalah adat dan kemajuan masyarakat adat dayak. Terkadang lagi, masyarakat adat dayak juga akan mendatangkan orang-orang dari luar untuk meminta berbagai informasi.
Menurut mantan Pambakal di Desa Malaris ini, sebelum aruh berlangsung, para tamu yang datang boleh masuk, tapi jika di saat prosesi berlangsung maka para tamu yang datang tidak boleh masuk ke dalam balai. Pasalnya akan mengganggu prosesi pelaksanaan ritual adat.
Dalam prosesi pelaksanaan aruh yang diselenggarakan setiap akan bercocok tanam dan sesudah panen pada awal dan pertengahan tahun tersebut, masyarakat adat menggelar berbagai ritual religus, yang sangat asyik untuk disaksikan.
Apalagi dalam ritual adat itu, para tokoh terkadang menyelipkan berbagai pesan kepada seluruh masyarakat adat yang datang. Pesan tersebut mengartikan bahwa masyarakat adat dayak yang tinggal di pegunungan Meratus dapat hidup saling berdampingan dengan masyarakat lainnya.
Menurut Damang Ujal, tokoh adat setempat, pada dasarnya aruh bagi masyarakat adat meratus adalah hal yang sudah biasa dilaksanakan oleh masyarakat adat. Sehingga, pada pelaksanaannya terkesan biasa- biasa tanpa ada yang ditutupi. Pelaksanaan itu sendiri, selain dihadiri oleh para tokoh masyarakat adat, juga dihadiri oleh tamu yang datang dari berbagai balai yang ada di pegunungan. “Aruh merupakan bagian dari ungkapan terima kasih masyarakat Adat Dayak kepada Tuhan,” ujar Ujal.
Selain ungkapan terima kasih, Aruh juga dapat menjadi ajang pengikat talisilaturrahmi antar mayarakat adat. Bahkan sebelum pelaksanaan aruh, biasanya para tetua dan tokoh adat terlebih dahulu melakukan rembug. Dalam rembug tersebut, para tokoh banyak yang membicarakan masalah adat dan kemajuan masyarakat adat dayak. Terkadang lagi, masyarakat adat dayak juga akan mendatangkan orang-orang dari luar untuk meminta berbagai informasi.
Menurut mantan Pambakal di Desa Malaris ini, sebelum aruh berlangsung, para tamu yang datang boleh masuk, tapi jika di saat prosesi berlangsung maka para tamu yang datang tidak boleh masuk ke dalam balai. Pasalnya akan mengganggu prosesi pelaksanaan ritual adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar