Sabtu, 3 Mei 2014
Menyaksikan kondisi sungai Angkinang sekarang sungguh tidak mengenakkan.
Benar-benar memprihatinkan. Tidak seperti waktu saya kecil dulu.
Masih teringat saat saya masih duduk dibangku SD, sekitar
20 tahunan lalu. Sungai Angkinang yang berada di kampung saya, Angkinang
Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan
Selatan, benar-benar menjadi sarana yang vital sekaligus primadona bagi
anak-anak. Tempat bermain. Tak kenal waktu, pagi, siang sore, bahkan malam
hari. Bermain jukung kumbar, balumba, dsb benar-benar sangat mengasyikkan kala
itu.
Dulu sungai Angkinang luas. Cukup dalam airnya. Banyak
ikan yang bisa diperoleh. Tinggal mengunakan lunta (alat penjaring ikan) kita
bisa mendapatkan ikan puyau, sanggiringan, dsb. Sekarang kondisinya sangat berbeda. Banyak sampah
menumpuk dimana-mana. Air sungai menjadi terhambat.
Namun bila musim banjir tiba airnya bisa meluber menggenangi
pemukiman warga. Kebiasaan membuang sampah di sungai menjadi tradisi berjamaah
yang tak bisa ditinggalkan. Juga kebiasaan buang hajat di sungai dengan adanya
jamban. Padahal Pemkab HSS sudah melarang hal itu. Tapi karena sudah membudaya
tak bisa ditinggalakan begitu saja.
Tapi apapun adanya sungai Angkinang telah membuat banyak
kenagan indah. Yang tak akan terlupakan seumur hidup.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar