Jum'at, 23 Mei 2014
Sholihin yang nama lengkapnya Gusti Sholihin
dilahirkan di Kuala Kapuas pada tanggal 7 Juni 1925. Ayahnya bernama Gusti
Hasan, bekerja sebagai Kepala Sekolah Rakyat di Banjarmasin. Pendidikan
terakhir ialah MULO sampai dengan Kelas II tahun 1942.
Dilihat dari nama atau
predikat atau gelar kebangsawan yang terdapat di depan namanya, Sholihin adalah
keturunan bangsawan Kerajaan Banjar. Ini jelas dari gelar Gusti yang disandang
di depan namanya dan nama ayahnya yaitu Gusti Hasan. Gusti ialah salah satu
gelar dari bangsawan Banjar disamping gelar-gelar kebangsawan lainnya seperti :
Pangeran, Raden, Antung, Nanang, Andin dan Rama, yang dipakai oleh keturunan
raja atau bangsawan Kerajaan Banjar dari dahulu sampai sekarang, walaupun kerajaan
tersebut telah tidak ada lagi sekarang.
Pada tahun 1942 sampai
denga tahun 1949 dengan tahun 1949 Sholihin belajar melukis kepada pelukis
Jepang yang bernama Kasa dan Kawazura. Pada tahun 1946 mendirikan Taman Lukisan
Permai di Banjarmasin. Sesudah itu ia pergi keluar Kalimantan Selatan, yaitu ke
Yogyakarta, setelah keluar dari NICA atau Belanda, akibat tindakannya dalam
turut berjuang untuk menegakkan / mempertahankan kemerdekaan Indonesia di
daerahnya. Sampai tahun 1947 ia turut melukis dalam SIM Solo.
Pada tahun 1947 ia
memasuki Cine Drama Institut Yogyakarta. Pada tahun 1949 Sholihin bertemu
dengan polisi yang menangkapnya di Banjarmasin dahulu, sesaat setelah
Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Oleh karena itu ia melarikan diri ke Jakarta,
untuk menghindari penangkapan atas dirinya oleh pihak NICA atau Belanda.
Pada tahun 1950 ia
melukis di Bali bersama dengan pelukis Sudarso, Zaini dan A. Wakijan.
Sebelum berangkat ke
Jakarta mereka sempat mendirikan organisasi yang bernama Pelukis Indonesia (PI)
di Yogyakarta, serta mengadakan eksposisi Seni Rupa Indonesia yang
diselenggarakan oleh Jawatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan (Kementerian PP dan K) di Jakarta. Sholihin menduduki jabatan
sebagai Ketua Pelukis Indonesia di Yogyakarta dari tahun 1951 sampai dengan
tahun 1957. Pada tahun 1952 sampai dengan tahun 1953 ia bekerja pada Bidang
Kesenian Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan di Yogyakarta.
Tahun 1952 ia mengikuti
eksposisi di Bukittinggi (Sumatera Barat), Denpasar (Bali) dan Banjarmasin.
Sesudah itu tahun 1953 sampai dengan tahun 1954 menyumbang lukisan-lukisan
dalam eksposisi Misi Kesenian Indonesia ke RRC. Kemudian bersama pelukis
Affandi dan Kusnadi menjadi utusan Indonesia ke pameran Bienal II Sao Paulo di
Brazil. Di Bienal II Sao Paulo Brazil membawa 34 karya dari 25 seniman
Indonesia. Dalam pengalaman ini mereka berkeliling ke kota-kota seperti
Nederland, Paris, New Delhi, Singapura dan Kuala Lumpur. Dengan tugas yang sama
menyelenggarakan pameran keliling. Sekembalinya dari perjalanan ini ia muncul
di Jakarta bersama Fajar Sidik dalam pameran Dwi Tunggal di Balai Budaya.
Sholihin menampilkan 59 karya lukisannya, 20 buah diantaranya hasil karyanya di
Sao Paulo Brazil.
Dari tahun 1954 sampai
dengan tahun 1957 menjabat sebagai Ketua Seni Rupa dari Badan Kesenian
Kotapraja Yogyakarta, pada saat itu mengirim 12 karya lukisan dari asuhannya ke
Internasional Children Drawing Eksibition di Tokyo, dua diantaranya memenangkan
hadiah medali perak dan medali perunggu.
Di Banjarmasin dari
tahun 1957 ssampai dengan tahun 1958 menjabat sebagai Ketua BKS Seniman
Militer, Ketua Yayasan Kebudayaan Banjar, Kepala Bagian Kesenian Jawatan
Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Propinsi
Kalimantan Selatan. Selain itu ia mengajar menggambar pada Sekolah Menengah
Atas (SMA), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Guru Kepandaian
Puteri (SGKP) dan sekolah Guru Taman Kanak-Kanak di kota Banjarmasin. Ia juga
memimpin Majalah Kebudayaan Banjarmasin pada saat itu.
Dari tahun 1958 sampai
dengan tahun 1959 Sholihin menjadi pengasuh organisasi Tunas Pelukis Muda (TPM)
yang organisasinya pada saat itu dipimpin oleh Misbah Tamrin, A.Thaberani dan
Rusdi Prayitno. Tunas Pelukis Muda (TPM) muncul dalam pameran lukisan di
Banjarmasin.
Sholihin melanjutkan
karir keseniannya di bidang Seni Rupa ke pulau Bali pada tahun 1960 dan pada
tahun itu juga mendirikan sebuah sanggar lukis dengan Painters Stadion Kedaton
di jalan antara Sanur ke Denpasar Bali. Kurang lebih satu tahun Sholihin
bermukim di sanggar lukis tersebut sebelum ia menderita sakit. Kemudian ia
menderita sakit dan dirawat di Rumah Sakit Wangaya Denpasar sampai akhir
hayatnya. Ia berpulang ke Rahmatullah pada jam 06.00 pagi tanggal 15 Februari
1961 dan dimakamkan di Pekuburan Muslimin Kampung Jawa, Denpasar, Bali.
Pada tanggal 7 Januari
1993, makam Gusti Sholihin atas permintaan keluarganya melalui Pemerintah
Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Selatan dipindahkan oleh dari Pekuburan
Muslimin Kampung Jawa Denpasar Bali ke Makam Bahagia di samping Makam Pahlawan
Bumi Kencana di Landasan Ulin, Banjarbaru. Dengan suatu tim khusus yang
dibentuk oleh Pemda Tk. I Kalsel.
Jika dilihat dari hasil
karya Sholihin di bidang Seni Rupa, keahliannya atau kepandaiannya bukan hanya
melukis atau hanya berkarya sebagai pelukis saja, tetapi juga menekuni di
bidang lain dalam lingkup Seni Rupa.
Selain melukis Sholihin
juga menekuni Seni Patung atau pematung dan berkarya pada seni grafika dalam
bentuk cukilan yang berbentuk klise untuk percetakan yang tersebut dari bahan
kayu. Ini terlihat dari hasil karyanya yang dikoleksikan oleh Museum Negeri
Propinsi Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat, bersama dengan peralatan
kerjanya, baik sebagai pelukis, pemahat (pematung) dan sebagai pembuat cukilan
untuk klise percetakan dalam seni grafika.
Hasil karyanya sebagai
pemahat atau pematung ini dikoleksikan oleh Museum Negeri Propinsi Kalimantan
Selatan Lambung Mangkurat berupa patung potret diri dari kepala sampai bahu,
yang terbuat dari batu kali. Patung ini sekarang dipajangkan di ruang Sholihin,
yaitu Ruang pameran Tetap yang khusus karya pelukis Sholihin pada Museum Negeri
Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru, bersama dengan hasil karyanya yang
lain. Patung ini cukup menonjol diruang pameran tersebut, untuk menghidupkan
suasana ruang pameran tersebut, yang dipajang pada standar yang khusus dengan
dilator belakangi riwayat hidupnya secara singkat.
Hasil karyanya di bidang
seni grafika juga dikoleksikan oleh Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan
Lambung Mangkurat dalam bentuk klise untuk percetakan yang terbuat dari kayu.
Klise ini disimpan bersama alat untuk mencukil ketika membuat klise tersebut.
Ada beberapa buah klise yang dikoleksikan oleh Museum Negeri Propinsi Kalimantan
Selatan Lambung Mangkurat dan dipajangkan di ruang Sholihin bersama dengan
patung dan lukisan tersebut pada suatu vitrine khusus, bersama dengan alat-alat
melukis milik Sholihin lainya semasa hidup.
Sampai sekarang koleksi
lukisan karya Sholihin pada Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan berjumlah
117 buah, yang terdiri dari lukisan dengan menggunakan media cat minyak, cat
air dan pastel. Koleksi lukisan ini secara kronologis berasal dari berbagai
periode kegiatan Sholihin, baik di dalam negeri seperti di Yogyakarta, di
Denpasar Bali, dan diluar negeri seperti
di Sao Paulo Brazilia dan hasil karya ketika dia berada di kota Banjarmasin,
ada contoh lukisan yang dikoleksikan di Museum Negeri Propinsi Kalimantan
Selatan Lambung Mangkurat ini. Lukisan ini ditata selain ruang pameran tetap
yang disebut atau diberi nama ruang Sholihin, juga disimpan di ruang khusus
bagi lukisan yang tersisa, untuk keperluan penelitian khusus untuk koleksi
lukisan ini.
Selain lukisan hasil
karya Sholihin dikoleksikan di Museum Propinsi ini, juga dikoleksikan karya
pelukis daerah lain yang merupakan generasi penerus Sholihin dan yang se zaman
dengan Sholihin, yang berasal dari daerah ini. Ini bertujuan selain untuk
memperkaya koleksi lukisan yang berasal dari karya pelukis daerah, juga untuk
menunjukkan perkembangan seni lukis di daerah ini dari generasi Sholihin sampai
sekarang.
Lukisan hasil karya Sholihin
ini masih banyak yang terdapat atau disimpan pada masyarakat umum, selain yang
dikoleksikan oleh museum propinsi. Secara berangsur-angsur lukisan hasil karya
Sholihin yang berada ditangan masyarakat ini dikumpulkan Museum Negeri Propinsi
Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat untuk dijadikan koleksi museum, bersama
dengan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Yang tidak kalah
pentingnya dan menarik lagi pengunjung museum ialah koleksi alat rumah tangga
atau peralatan hidup Sholihin yang dipakainya selama hidupnya sebagai pelukis,
yang penuh dengan pahit getir kehidupan yang dirasakannya. Ini terlihat dari
berita acara penyerahan alat hidup yang dimiliki Sholihin ketika ia meninggal
di Denpasar, Bali, yang sangat minim sekali sebagai alat keperluan hidupnya
sehari-hari pada saat itu. Dari pembuktian dengan data tertulis ini dan juga
koleksi alat rumah tangga lainnya, terlihat sekali menjelang akhir hayatnya di
Denpasar, Bali. Bahwa Sholihin dalam meniti kariernya sebagai pelukis, pada
saat akhir hayatnya penuh dengan kepahitan dalam kehidupannya sehari-hari.
Hampir tidak ada apa-apa yang dimilikinya, kecuali sejumlah lukisan yang
merupakan hasil karyanya pada saat itu. Ini diperkuat lagi dengan penuturan
teman dekatnya kepada penulis, ketika penulis berada di Denpasar, Bali, pada
tahun 1977 untuk mengikuti Kursus Penataran Ilmu Permuseuman di Museum Negeri Propinsi Bali, yang sekaligus
mengunjungi rumah tempat tinggalnya dan makamnya di Kampung Jawa Denpasar Bali
bersama dengan Bapak Drs M Idwar Saleh, mantan Kepala Museum Negeri Propinsi
Kalimantan Selatan Lambung Mangkurat yang pertama dan Bapak Drs Johansyah,
pengelola Museum Negeri Propinsi Kalimantan Selatan museum ini menjadi UPT,
yang pada saat itu sama-sama mengikuti penataran tersebut.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar