Rabu, 2 Maret 2022
Dugal sudah terbiasa dengan penderitaan-penderitaan. Menjalani masa-masa sulit dalam hidup jadi santapannya, namun semuanya bisa dijalani dengan sabar dan tabah. Pengalaman pahit dalam hidup jadi bahan pembelajaran yang sangat berharga, untuk hidup lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Dugal senang bisa menjalani hidup seperti sekarang ini, walau dalam kesederhanaan, tapi ia tetap mensyukurinya. Labung Anak menjadi kampung keduanya, setelah Angkinang Selatan. Usai saruan manyaratus Zikri di Muara Tawia, Dugal ke Labung Anak dengan sepeda motor bututnya.
Jarak yang ditempuh sekitar 30 kilometer. Ia butuh beberapa puluh menit untuk sampai. Ia lewat Jalan Lingkar Walangsi, yang kini kondisinya sudah bagus. Keluar di Kapar menuju Ilung. Tiba di rumahnya di Labung Anak, Dugal beristirahat sebentar. Ganti pakaian. Menuju kebunnya, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumah.
Dugal melakukan kegiatan di kebun, membersihkan rumput liar, dsb. Ada kandang unggas yang saat ini tengah dalam tahap pemeliharaan, masih remaja. Ada sepuluh ekor ayam kampung biasa, 15 ekor ayam bangkok, dan dua puluh ekor anak itik japun.
Di dekat kandang tersedia umpannya berupa gabuk yang ia beli di penggilingan padi terdekat, cukup untuk pakan unggas itu selama sebulan. Untuk air minum, Dugal manabuk sumur, tak jauh dari lokasi kandang. Ia bisa menimba airnya dengan ember.
Selain unggas, karet menjadi usahanya, tapi untuk manurih gatah dipercayakan kepada warga setempat yang berpengalaman. Tentu dengan bagi hasil. Misalnya hari itu dapat 10 kg, dibagi dua jadi 5 kg saurang.
Dugal tinggal menerima bersihnya saja setiap seminggu sekali atau sebulan sekali. Ada juga tanaman lain di kebun Dugal itu, ada jahe, singkong, pepaya, terung, waluh, kelapa, dsb.
Kalau lancar dalam sebulan Dugal bisa menerima hasil bersih dari kebunnya itu minimal Rp 3 juta. Yang ditabungnya di bank di Angkinang Selatan. Dengan usaha kebun dan yang lainnya, Dugal sudah bisa pergi Umrah berkali-kali, ke Turki, ke Malaysia, serta keliling Indonesia.
Walau dengan penampilan sederhana kada kaya urang, tak ingin punya mobil atau sepeda motor mahal. Walaupun semua bisa ia beli dengan banyaknya rejeki yang ada. Tapi ia ingin hidup sesederhana mungkin, tanpa kemewahan.
Ia gunakan rejeki untuk menunjang kelancaran amal ibadah, untuk kemaslahatan dunia dan akhirat. Sedekah ke tempat ibadah dan orang yang memerlukan, tak pernah ia lupakan.
Saat pulang ke Angkinang Selatan, Dugal membawa hasil tanaman di kebunnya di Labung Anak. Ada pisang mahuli mentah, kalau diparam beberapa waktu lagi akan matang. Lalu pisang manurun beberapa sikat. Pepaya beberapa bigi. Nanti untuk pisang manurun bisa dibuat guguduh, atau disanga tanpa galapung.
Sementara yang dibawa Dugal dari Angkinang Selatan ke Labung Anak, biasanya ikan goreng, beras, dan telur mentah baik ayam atau itik. Karena di Labung Anak Dugal tak menggunakan rinjing dan gas. Jadi untuk memasak telur biasanya Dugal bersama dengan memasak nasi di ricecooker.
Dugal suka sekali dengan iwak sapat siam karing basanga. Jadi kalau pulang ke Angkinang Selatan, ke pasar beli ikan itu lalu minta disangaakan ibunya. Nanti kalau ke Labung Anak dibawanya beberapa potong, untuk persediaan selama beberapa hari di Labung Anak, yang dibuatnya ke stoples. ***
Angkinang Selatan, 27 Februari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar