Saya tinggal di kampung, jadi akrab
dengan rutinitas yang ada di kampung. Dimana mayoritas mata pencaharian warga
adalah sebagai petani. Ayah dan ibu saya petani. Sejak kecil saya akrab dengan
dunia pertanian.
Karena kemampuan finansial terbatas,
lahan pertanian digarap sendiri. Sementara warga lain mengerjakan lahan pertanian
mengupah orang lain untuk menangani rangkaian proses bahuma. Karena sering ikut mengambil upah, jadi saya tahu dari awal
hingga akhir proses pertanian di kampung saya.
Biasa di kampung saya memulai bahuma dengan menggelar mahalarat. Selamatan memulai bahuma tahun ini, dilaksanakan di
Langgar Al Kautsar. Setelah itu manaradak,
kemudian membuka lahan sawah dengan manabas mengunakan tajak, bapuntal, babalik, baampar, bawiwih, mancabut taradak / ampakan, batanam, marumput, mangatam, bairik, padi dibawa
pulang ke rumah.
Sebelumnya saat menunggu beberapa minggu
padi akan dicabut untuk diampak di pahumaan. Padi di jemur untuk kemudian
dibuat ke karung. Padi digumba sampai
bersih. Kalau sampai zakat bisa berzakat. Padi disimpan atau sewaktu-waktu bisa
dijual.
Tahun 2000 - an ke atas alat pertanian
modern masuk ke kampung saya. Ada traktor, mesin rontok, obat-obatan. Sehingga rangkaian
kegiatan pertanian tradisional mulai hilang.
Bahkan tahun 2018 ke atas sudah ada alat
pertanian untuk menanam padi dan memanen padi. Sehingga tenaga kerja manusia
bisa diminimalisir.
Ada kekurangan dan kelebihan dengan
adanya teknologi dalam dunia pertanian di kampung saya. Kelebihannya tidak membutuhkan
tenaga manusia yang banyak, lebih cepat untuk menangani hasil pertanian. (ahu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar