Sabtu, 11 Juni 2011

SUMAMBING (2)

THE STORY OF SUMAMBING

Seperti kebiasaan pada umumnya di daerah Kandangan, sore hari digunakan untuk berkumpul dengan pemuda kampung. Rupanya Sumambing sakit perut. Ketika asyik mengobrol, dia mencret di celana. Dia tidak berani berdiri takut ketahuan oleh pemuda-pemuda yang sering menjadi bahan olok-oloknya. Sumambing tak habis akal. Dia berkata, “Saudara-Saudara!, dalam hidup sekali-kali pasti ada merasa malu. Betul tidak?.
Para pemuda menjawab, `“betul, wajar saja jika sekali-kali kita merasa malu”.
Sumambing lega dan berkata, ”saya mencret buhannya ai ”.
Dengan demikian, pemuda-pemuda itu tidak bisa mengolok-oloknya.

b. Harga Cangkir
Dalam kisah lain diceritakan Sumambing yang terjepit tangkai cangkir. Hampir setiap hari Sumambing pergi ke warung untuk minum teh dan kue. Pemilik warung pun menyajikan teh dalam cangkir yang bertangkai. Setelah sedikit berbasa-basi, Sumambing pun minum teh. Karena cangkirnya bertangkai, Sumambing memasukkan jarinya ke lobang tangkai cangkir. Setelah selesai minum Sumambing bermaksud meletakkan kembali cangkir.
Akan tetapi, jari Sumambing yang besar tidak bisa dilepaskan dari lingkaran tangkai cangkir. Dia malu jika memberitahu pemilik warung bahwa tangannya terjepit di lobang tangkai cangkir.
Dia bertanya kepada pemilik warung sambil menunjukkan cangkir, ”harga cangkir ini berapa?”
Pemilik warung kemudian menyebut harga cangkir itu.
Merasa punya uang untuk mengganti cangkir itu, Sumambing pun memukulkan cangkir ke tiang warung sehingga tangannya terlepas dari jepitan tangkai cangkir.
Sumambing juga pernah tercebur ke selokan di sekitar Lapangan Pemuda. Tubuhnya yang tidak begitu tinggi menyebabkan dia sulit mengendarai sepeda sehingga dia jatuh ke selokan. Orang-orang yang melihat pun bertanya, ”ada apa Paman?”
Sumambing pun menjawab, ”saya hanya mengukur kedalaman kalian (selokan).

2. Lugu dan Pandir

a. Wesel dari Anak
Sumambing tak selamanya menang. Pada suatu hari seorang tukang pos mengantarkan wesel dari anaknya. Tukang Pos bertanya kepada Sumambing, ”Bapak Sumambing ada?”
Sumambing menjawab dengan polos, ”Bapak Sumambing telah meninggal dunia”.
Sebenarnya yang dimaksud Sumambing meninggal itu adalah ayahnya (bapak) Sumambing yang telah meninggal. Tukang Pos itu pun pulang dan Sumambing tidak mendapat uang kiriman dari anaknya. Akhirnya, Sumambing terpaksa ke mencari tukang pos itu setelah diberitahu oleh tetangganya bahwa ada kiriman uang dari Rusli, anaknya.
Dalam kisah versi lain, wesel dikembalikan kepada anak Sumambing disertai alasan bahwa wesel tidak sampai ke penerima karena penerima sudah meninggal dunia. Melihat wesel dikembalikan disertai alasan meninggal dunia, beberapa hari kemudian Rusli pulang untuk ziarah ke kubur ayahnya. Rusli terkejut dan gembira melihat ayahnya masih hidup.

b. Duit Habis
Ketika bekerja membuat kolam wudhu masjid di wilayah Sungai Raya, banyak anak yang bermain di sekitar dia bekerja. Kebetulan Sumambing kehabisan uang. Dia berkata, ”anak-anak banyak lalu lalang, duit di kantongku habis”.
Rupanya, ada orang yang mendengar dan memberitahukan kepada pengurus masjid. Dalam pemahaman mereka, uang si tukang semen habis karena ada anak-anak yang mencurinya. Sebagai tanggung jawab moral karena anak-anak kampung nakal, pengurus masjid menyerahkan uang kepada Sumambing sebagai pengganti uang yang hilang. Sumambing bingung dan menerima uang itu. (Burhan, 2007)

3. Tidak Pemarah
a. Penambal Ban yang Pintar
Suatu hari, sepeda Sumambing bocor. Dia kemudian membawa sepeda kesayangannya itu ke tukang tambal ban.
Sumambing berkata kepada tukang tambal ban, ”tolong ditambali sepedaku”
Tukang tambal ban tahu persis bahwa Sumambing adalah orang yang suka bergurau. Diapun menambal ban dalam yang bocor. Tidak hanya ban dalam yang ditambal tetapi semua bagian sepeda seperti sadel juga ditempelnya dengan karet.
Sumambing bingung melihat sepedanya penuh tambalan
Rupanya tukang tambal menambal sesuai permintaan Sumambing yang minta tambal sepeda bukan bannya saja.
Melihat sepedanya, Sumambing berkata, ”buhan ikam (kalian) dasar pintar-pintar”

b. Sepeda Kempes
Sifatnya yang tidak pemarah dan senang bergurau rupanya menyebabkan Sumambing sering pula dikerjai orang. Suatu hari sadel sepedanya ditinggikan orang usil sehingga dia tidak bisa naik. Sumambing tidak marah dan tak kehilangan akal. Ban sepedanya itupun dikempesinya.
Jika ada orang bertanya, ”Paman, mengapa sepedanya tidak dikendarai?”
Sumambing menjawab, ”bannya kempes”
Dengan demikian orang tidak tahu bahwa dia dikerjai orang-orang usil
Setelah jauh dari tempat orang usil itu, barulah dia memompa sepeda. Dia pun terhindar dari rasa malu. (AHMAD JUHAIDI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Hujan Turun di Sekitaran MTsN 3 HSS

 Sabtu, 23 November 2024 Saat hujan turun di sekitaran Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa ...