Perajin lukah (alat penangkap ikan tradisional), di Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, mengeluhkan makin mahalnya harga bambu sebagai bahan membuat lukah.
Mahlan, salah seorang perajin menuturkan, harga bambu maupun rotan sebagai bahan baku, kini mengalami kenaikan seiring naiknya harga kebutuhan pokok.
" Sekarang harga bambu Rp.10 ribu/batang. Sebelumnya hanya Rp.5.000,- Sedangkan satu ikat rotan isi 200 batang dengan panjang empat meter seharga Rp.60 ribu. Padahal sebelumnya hanya Rp.40 ribu, " katanya.
Untuk mendapatkan bambu sebenarnya mudah, karena bambu yang ada di Loksado potensinya cukup berlimpah. Sedang bahan baku jenis rotan didatangkan dari daerah Kalteng.
Namun akhir-akhir ini barangnya semakin langka hingga berimbas harganya jadi mahal.
Mahlan mengaku sempat berhenti membuat lukah, karena harga satu ikat rotan isi 200 batang mencapai Rp.90 ribu. " Namun setelah harga turun menjadi Rp.60 ribu saya kembali membuat lukah," ujar ayah empat anak ini.
Mahlan biasa membuat lukah dan tampirai dengan berbagai ukuran, selain untuk dibuat sendiri, lukah dijual ke pedagang pengumpul yang datang ke rumahnya.
Selain sebagai perajin alat jebakan ikan, warga setempat juga hidup sebagai nelayan, karena tinggal di daerah rawa-rawa yang tidak pernah kekeringan dan salah satu penghasil ikan terkenal di Banua Enam. Hasil kerajinan lukah juga dipasarkan ke kabupaten lain di Kalsel bahkan sampai ke Kalteng.
Mahlan, salah seorang perajin menuturkan, harga bambu maupun rotan sebagai bahan baku, kini mengalami kenaikan seiring naiknya harga kebutuhan pokok.
" Sekarang harga bambu Rp.10 ribu/batang. Sebelumnya hanya Rp.5.000,- Sedangkan satu ikat rotan isi 200 batang dengan panjang empat meter seharga Rp.60 ribu. Padahal sebelumnya hanya Rp.40 ribu, " katanya.
Untuk mendapatkan bambu sebenarnya mudah, karena bambu yang ada di Loksado potensinya cukup berlimpah. Sedang bahan baku jenis rotan didatangkan dari daerah Kalteng.
Namun akhir-akhir ini barangnya semakin langka hingga berimbas harganya jadi mahal.
Mahlan mengaku sempat berhenti membuat lukah, karena harga satu ikat rotan isi 200 batang mencapai Rp.90 ribu. " Namun setelah harga turun menjadi Rp.60 ribu saya kembali membuat lukah," ujar ayah empat anak ini.
Mahlan biasa membuat lukah dan tampirai dengan berbagai ukuran, selain untuk dibuat sendiri, lukah dijual ke pedagang pengumpul yang datang ke rumahnya.
Selain sebagai perajin alat jebakan ikan, warga setempat juga hidup sebagai nelayan, karena tinggal di daerah rawa-rawa yang tidak pernah kekeringan dan salah satu penghasil ikan terkenal di Banua Enam. Hasil kerajinan lukah juga dipasarkan ke kabupaten lain di Kalsel bahkan sampai ke Kalteng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar