oleh Luh De Suriyani [Lombok NTB] di 15 June 2018
Keagungan
Gunung Rinjani sebagai titik tertinggi di Lombok, Nusa Tenggara Barat
menginspirasi Raja Lombok-Karangasem membuat replikanya. Bukan dalam bentuk
patung atau artefak lain, tapi sebuah taman air yang memusatkan Gunung Rinjani
sebagai sumber energi dan air bersih.
Lombok
memang istimewa. Sejumlah unsur Bali bisa ditemukan di Lombok, seperti
arsitektur, pura, dan makanan. Namun tidak sebaliknya. Lombok juga menunjukkan
multikulturalnya tak hanya irisan dengan kebudayaan Bali, juga keyakinan dan
etnis lain.
Salah
satu jejak multikultural ini adalah Candi Narmada, cagar budaya warisan
Kerajaan Karangasem (Bali) di Lombok Anak Agung Gede Ngurah yang dibuat pada
1727. Raja ini memusatkan tempat tinggal dan istananya di titik-titik sumber
air. Termasuk di Bali, ada sejumlah cagar budaya yang serupa peninggalannya
yakni Tirta Gangga dan Taman Ujung di Kabupaten Karangasem.
Dengan
cara ini, di luar konteks penguasaan, juga mendorong perlindungan sumber-sumber
air terbaik. Setidaknya sumber-sumber air ini sekarang bisa diakses publik
sebagai obyek wisata. Mengingatkan warga yang berkunjung betapa pentingnya area
hijau yang memberi keteduhan dan menjaga cadangan air bersih.
Perasaan
teduh dan tenang ini langsung menyeruak saat memasuki Candi Bentar, gapura
pintu gerbang kompleks Candi Narmada. Dua kolam, telaga kembar menyambut di
halaman Jabelkap. Sebuah taman kecil yang nampak terawat. Bangunan pertama yang
terlihat adalah Bale Loji di kiri yang difungsikan sebagai kamar.
Area
berikutnya adalah Balai Terang, bale yang berukuran lebih besar seperti rumah
panggung dari nyaris seluruhnya kayu. Di sini ada dua kamar di sisi kiri dan
kanan berhadapan. Ukiran dan gambar yang terpahat di kayu saat naik ke bale
ini, khas Bali seperti rangkaian bunga, daun, lalu di atasnya naga, monyet, dan
wayang. Bagian bangunan kayu ini dicat cukup mencolok merah dan hijau yang
diaplikasikan secukupnya di bagian depan kamar dan tiang-tiang penyangganya.
Di
antara kamar adalah ruangan terbuka untuk bersantai melihat pemandangan. Bale
ini diposisikan strategis di tengah-tengah area dan tinggi sehingga lapang
melihat sebagian besar lansekap Candi Narmada. Dari sini terlihat dari bagian
paling tinggi di utara, arah Gunung Rinjani. Rombongan anak muda terlihat
gembira sambil memainkan ponselnya untuk pose dari berbagai sudut dari Bale
Terang ini. Sesuai namanya, dari sini penglihatan terasa lebih terang sekaligus
tenang.
Dari
kejauhan, terlihat level tertinggi adalah halaman Pura Kelasa atau Pura
Narmada, tempat persembahyangan dengan sebuah bangunan meru bertingkat di sebelah
Timur. Seperti mendaki gunung untuk mencapai puncaknya, tapi di sini untuk
mencapainya cukup menaiki tangga. Sekeliling hijau dengan rimbun pepohonan dan
rerumputan. Gemericik air yang melalui pancuran dan dimuntahkan patung-patung
membuat betah berlama-lama.
Kemudian
di sisi barat dan timur adalah taman air, jumlah kolam atau telaga ada 3,
simbol tiga danau Segara Anakan di Gunung Rinjani. Paling luas adalah Telaga
Ageng, kolam besar di sisi timur. Kolam ini sering jadi lokasi mancing.
Sejumlah warga terlihat menuangkan bibit ikan. Tak sulit menemukan ikan
berenang di airnya yang cukup jernih tapi penuh lumut ini.
Kolam
di sampingnya adalah pemandian umum dan kolam renang yang luasnya bisa
digunakan untuk lomba. Area ini pusat keramaian yang terlihat paling profan dan
tidak terintegrasi dengan arsitektur lainnya karena dibuat seperti kolam renang
pada umumnya. Ada juga kolam kecil untuk anak-anak. Kebutuhan pengunjung untuk
jalan-jalan, piknik, sampai berenang terpenuhi di Candi Narmada ini.
Karena
dibangun 300 tahun lalu, sejumlah pemugaran dan penambahan terjadi dibanding
aslinya. Setelah direkonstruksi oleh pemerintah melalui Ditjen Kebudayaan,
Direktorat Perlindungan dan pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Taman Narmada dijadikan sebagai kompleks
bangunan cagar budaya dengan daftar induk inventarisasi peninggalan sejarah dan
purbapakala pusat bernomor 1839.
Bangunan
menarik lain adalah Gapura Gelang atau Paduraksa yang menghubungkan antara
halaman Jabalkap dengan halaman Mukedes. Pada halaman Mukedes terdapat beberapa
buah bangunan, antara lain Sanggah Pura dan Balai Pamerajan.
Kompleks
ini terlihat sebagai tempat tinggal sekaligus peristirahatan karena tata
ruangnya dibuat fungsional untuk kebutuhan raja dan keluarganya. Taman bermain,
tidur, mandi, dan sembahyang. Area sakral dan profan.
Pemandu
menyebut alkisah raja ingin dekat dengan Gunung Rinjani, terlebih saat masa
tuanya, sudah tak bisa mendaki gunung lebih dari 3700 meter ini untuk melakukan
ritual. Misalnya Mulang Pakelem, naik ke puncak gunung untuk berdoa dan
menghaturkan sesajen ke kawah. Seperti upacara Kasada di Gunung Bromo.
Candi
Narmada memperlihatkan upaya arsitek kerajaan saat itu untuk mengadopsi ruang
dan filosofi Gunung Rinjani. Secara visual terlihat ada pembagian level dan
fungsi. Misalnya puncak adalah tempat sembahyang sebagai ruang lebih dekat
dengan Tuhan, kemudian di bahu gunung adalah lembah, hutan-hutan yang
disimbolkan dengan taman, kemudian di kaki gunung adalah pemukiman di mana
warga bisa menikmati air bersih dan tempat istirahat.
Bagian
peristirahatan ini adalah di sisi selatan, halaman Pasarean dan Patandaan. Ada
bangunan terbuka seperti wantilan yang jadi tempat kumpul atau pertunjukkan.
Salah
satu bangunan yang menarik perhatian pengunjung adalah Balai Petirtaan yang
diyakini sumber mata airnya berasal dari Gunung Rinjani. Juga pertemuan tiga
sumber air, yakni Pura Suranadi, Lingsar, dan Narmada. Ketiga pura ini
lokasinya berdekatan sekitar 5 kilometer dari Candi Narmada yang berada di
tengah-tengahnya. Jika minum atau membersihkan wajah dengan air pancuran di bale
Petirtan ini dipercaya bisa awet muda. Keyakinan sederhana dan masuk akal,
karena jika kita selalu mengonsumsi air bersih tanpa imbuhan kimiawi tentu saja
lebih sehat.
Sebuah
papan memperlihatkan kawasan ini bagian dari Geopark Rinjani Lombok.
Candi Narmada dikenal sebagai istana saat musim kemarau, ketika penghuni istana
di Cakranegara, salah satu pusat kota Lombok saat ini pindah ke Narmada.
Istilah Narmada diambil dari nama anak sungai Gangga di India yang berarti mata
air atau sumber kehidupan.
Taman
Narmada (dibaca Narmade dalam lidah Lombok dan Bali) berada di Desa Lembuak,
Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Dari pusat kota
sekitar 30 menit bisa diakses dengan mudah karena dekat jalan raya.
Tantangannya untuk pewarisnya adalah memastikan kawasan hulu Gunung Rinjani
tetap hijau, jika sumber airnya masih bisa dinikmati sampai generasi kini dan
nanti.***
Sumber
: Mongabay Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar