Sabtu, 30 Maret 2013
Selain ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya Kandangan, sejurus tentu terbayang kesan keras dan jagau (jagoan). Bukan hanya itu, urang Kandangan juga dikenal taguh (kebal terhadap berbagai senjata tajam) dan memiliki berbagai ilmu kedigjayaan lain seperti kajian gancang (kuat), bisa menghilang, dan ilmu kabibinian (pemikat perempuan). Kesan ini kian melekat dan akhirnya – sadar tidak sadar dan mau atau tidak – menjadi salah satu ciri khas urang Kandangan.
Untuk menjadi taguh terhadap berbagai jenis senjata tajam, ada beberapa cara yang biasa dilakuakan. Ada yang memperolehnya dengan jalan latihan, mengolah jiwa dan raga melalui tirakat tertentu seperti kajian ataupun amalan. Namun ada juga yang melewati jalan instan seperti bauntalan.
Secara logika, bauntalan mungkin sulit dijelaskan. Namun percaya atau tidak, bauntalan diyakini sebagian masyarakat bisa menjawab keinginan untuk taguh (kebal), sugih (kaya), dan gampang untuk mendekati perempuan.
Bagi masyarakat Kandangan, bauntalan bukan ditujukan untuk menjadi jagoan. Namun yang terpenting adalah menjaga diri dan martabat keluarga. Orang biasanya bauntalan, apabila akan meninggalkan kampung halaman seperti madam ke daerah lain.
Orangtua di Kandangan, sampai sekarang misalnya, masih ada yang mauntali anaknya yang akan bersekolah ke daerah lain. Yang masih tinggal di Kandangan pun, ada juga yang bauntalan. Seperti yang dilakukan Rahman (30). Pemuda ini mengaku bauntalan untuk menjaga diri. “ Ulun bauntalan gasan jaga diri haja, kada gasan bajajagauan (saya bauntalan hanya untuk jaga diri, bukan untuk jadi jagoan),” ujarnya.
Salah seorang tokoh di Kandangan, yang sangat paham dan lama berkecimpung di dunia yang berhubungan dengan untalan, Junaidi (50), atau akrab dipanggil Pambakal Ijun, menyatakan bauntalan tak hanya ada di Kandangan. Menurut laki-laki yang masih terlihat gagah, meski sudah cukup berumur, dikenal, dan disegani masyarakat dan para preman ini, sudah ribuan orang yang datang kepadanya. Mereka antara lain, polisi, tentara, dan preman.
Menurut Pambakal Ijun yang dimasa mudanya tinggal di daerah Telaga Langsat dan dikenal bengal ini, memang yang paling banyak menggunakan untalan adalah orang Kandangan. Seperti hal yang berbau magis lainnya, kata Pambakal Ijun, untalan mempunyai dua aliran, hitam dan putih. Yang oleh masyarakat sering dikenal dengan sebutan untalan kanan kiwa atau manyalah.
Untalan ini ada yang berupa minyak, adapula yang berupa barang. Yang berupa minyak, biasanya dimasukkan dalam botol kecil dan diberi kapas. Kapas yang menyerap minyak inilah yang diuntal orang. Sedangkan yang berupa barang, biasanya langsung diuntal atau bisa juga menggunakan media lain seperti pisang amas.
Ada banyak sekali untalan jenis putih atau kanan. Beberapa diantaranya seperti minyak sembilan wali, minyak raja, minyak gangsa, minyak bintang, mjapahit, minyak bungkang, garanda basi, dsb.
Sama halnya seperti untalan yang beraliran putih, untalan manyalah juga mempunyai beragam jenis. Sebut saja karangka hirang, minyak gajah, dsb. Untalan jenis ini, apabila tidak dikeluarkan, biasanya bisa mengakibatkan si pemakainya mati penasaran atau menjadi hantu gentayangan.
Untalan yang berupa minyak, biasanmya dibuat oleh orang yang berilmu, dengan jalan balampah. Sebut saja minyak bintang, dibuat melalui proses tertentu yang cukup memakan waktu. Pada malam bulan purnama, si pembuat biasanya balampah dengan melakukan ritual tertentu sambil membawa kaminting (kemiri).
Setiap ada satu bintang jatuh, satu kaminting dimasukkan ke kuali. Begitulah sepanjang malam huingga pagi. Setelah selesai, kaminting-kaminting tersebut dibuat minyak dan jadilah minyak bintang. Khasiatnya, hamper mirip dengan ilmu rawarontek, meskipun pemakainya sudah mati, apabila bintang keluar maka orang tersebut akan hidup kembali.
Setiap orang yang bauntalan, biasanya mempunyai pantangan, yakni sesuatu yang tidak boleh dilakuakan. Bisa juga berupa sesuatu yang tidak boleh dimakan. Namun dengan alas an etika, pria ini enggan menyebutkan jenis untalan beserta pantangannya. Namun secara umum dijelaskan Pambakal Ijun, pantangan ini tergantung dengan jenis untalan yang dipakai. Seperti larangan memakan pisang amas, minum-minuman keras, berzina, memakan nasi arwah, dan berbagai pantangan lainnya.
Apabila sesorang memakan atau melanggar pantangan, maka khasiat untalan akan hilang. Bukan hanya itu, pada jenis untalan tertentu, malah bisa berakibat langsung pada penggunanya. Misalnya, timbul penyakit kulit seperti kudis dan kurap, panu atau bahkan bisa membuat yang bersangkutan gila. “ Orang yang bauntalan harus benar-benar menjaga diri dan kelakuan agar jangan sampai melanggar pantangan,” ujar Pambakal Ijun memperingatkan.
Namun menurut Pambakal Ijun, apapun jenis untalan, semua itu hanyalah suatu ikhitiar atau istilahnya syariat saja. Kesemuanya tetaplah kembali pada ketentuan Yang Maha Kuasa. Ia menganalogikan untalan ini seperti layaknya obat, apabila seseorang sakit dan meminum obat, maka Insya Allah ia akan sembuh. Namun yang menyembuhkan atau tidak bukanlah obat itu, tapi Tuhanlah yang memberikan kesembuhan melalui perantara obat itu. Tuhan memang selalau Maha Kuasa diatas apapun. ***
Sumber : Tabloid Urbana